Minggu, 19 Februari 2012

Komik Lucu AFIKA (Dijamin ketawa deh... hahaha)

Diceritakan : Sule belum menyerah sama afika

 Usaha ketiga yang semakin desperate...





sumber: http://ristizona.blogspot.com/2012/02/komik-lucu-afika-vs-sby.html
Afika vs SBY sempat menjadi trending topic di Twitter pada tanggal 18 februari 2012, topik ini menjadi hangat karena adanya sebuah komik pendek yang bercerita tentang Afika dan Sby, entah siapa yang terlebih dahulu yang mengetweet ini, tapi dengan cepat Komik Afika vs SBY ini menyebar dengan cepat. 
Pada gambar terlihat SBY memintanya sedikit Oreo yang sedang dicicipi Afika, walaupun ini hasil potongan video tapi cukup lucu setelah digabung menjadi sebuah komik pendek.



Bagaimana? :D
Kamu mungkin pernah melihat iklan Oreo yang dibintangi oleh dua anak kecil, salah satu anak kecil tersebut bernama Afika. Wajahnya yang imut menggemaskan dan suaranya yang khas anak kecil yanglucu membuat Afika sekarang jadi idola.  

Afika
Karena keimutannya sekarang banyak yang membuat avatarnya dengan gambar gerak saat Afika sedang mencicipi biskuit bahkan ada juga yang membuat komiknya. Kebetulan ada beberapa komik yang saya dapat dari blog Tvkomik, silahkan dilihat. Untuk melihat komik parodi dari tv lainnya bisa mengunjungi blog tersebut.

Komik parodi iklan oreo

Komik Afika - Sparta

Komik parodi Afika

Komik afika dan Spata


Renungan hidup buat kita semua... "Kisah Nyata Bapak Tua Penjual Amplop"

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas di lihat, barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat.

Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusan plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih.

Astaga, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp 7.500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp 250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu.

Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp 10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis.

Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook yang bunyinya begini : “bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap..”.

Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka semoga saja perbuatan baik kita dapat berbuah menjadi suatu akibat yang baik pula, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Oleh : Rinaldi Munir, Bandung 

Sabtu, 18 Februari 2012

Badan Pers Nasional ISMKI di Ujung Tanduk?

Ikatan senat mahasiswa kedokteran Indonesia (ISMKI) ibarat rumah besar dan utama bagi mahasiswa kedokteran di Indonesia, salah satu bagian yang melengkapinya adalah badan pers nasional atau lebih dikenal dengan BPN ISMKI.  Walaupun BPN seatap dengan ISMKI, ternyata perasaan terkotak-kotak masih saja menjadi cerita unik dari keseharian organisasi ini. Alhasil terciptalah perasaan bahwa ISMKI dan BPN itu terpisah.

Banyak etiologi  yang kami identifikasi melalui pertemuan dunia maya MPA-BPN ISMKI, hal yang paling mengejutkan adalah minimnya pengetahuan pengurus BPN tentang ISMKI itu sendiri, dan saya yakin hal itu sama saja bila saya bertanya kepada PHN/PHW ISMKI mungkin banyak yang tak mengerti tentang hierarki BPN dan ISMKI, apalagi bila ditanya soal koordinasi mereka sebagai keluarga satu atap. Hal ini kabarnya disebabkan pula dari “ketidaktahuan” yang diturunkan secara herediter.

Hal ini malah mengingatkan saya pada setahun yang lalu, ketika saat itu saya malah menjadi bagian PHN ISMKI dan cukup dekat dengan BPN karena ada haris (kadiv spectrum BPN 2010-2011 dari FK Unsri) dan kegiatan saya di kastrat sehingga mengisi artikel di majalahnya BPN, Spektrum. Kalau tak begitu, mungkin sayapun tak begitu kenal dengan BPN.  Disaat yang bersamaan, sayapun merasa ada kejanggalan tentang banyaknya munas dan muswil di dalam ISMKI yang berakibat seolah-olah semua berjalan sendiri-sendiri dan banyak habis waktu untuk menyelaraskan gerakan. 

Saya akhirnya menyampaikan uneg-uneg ini pada sekjend dan wasekjen internal, saya sampaikan pula solusi yang dapat mengatasi 2 permaslaahan sebelum ini, yaitu mengadakan munas bersama. munas yang sebenarnya, MUNAS ISMKI. Kita subtitusi yang selama ini terjadi, munas ISMKI adalah munasnya PHN. Padahal di dalam ISMKI juga ada Bapin, BPN, PHW, dan MPA. Seharunya semua organ tersebut duduk bersama ketika munas, tidak seperti sekarang ini yang hanya duduk untuk pemaparan singkat tentang kondisi terkini. Alhamdulillah, berkat inisiatif mas faza,  pada akhir tahun 2012 akan diadakan munas ISMKI yang seutuhnya. Hal ini bisa dijadikan batu landasan bagi BPN untuk bersama-sama membangun keluarga ISMKI, jadi tak ada lagi yang merasa di anak tirikan.

Tak berhenti sampai disitu, masalah-masalah lain pun terkuak dalam NM yang cukup singkat. Ada rasa sedih cukup mendalam atas hal yang baru saja saya ketahui, bahwa pada kenyataannya keaktifan pengurus BPN, bahkan Kepala Divisi hanya 50%. Banyak yang ingin keluar dari kepengurusan dan ada beberapa yang mengundurkan diri karena beberapa alasan. Saya miris, padahal disisi lain ISMKI, PHN sedang dalam kondisi terbaiknya menurut saya. Lah kenapa di BPN tidak, sangat jauh tertinggal. Tapi yang membuat saya salut adalah sang Direktur BPN, wanita muda angkatan 2009 bernama Tine yang entah bagaimana masih bertahan, dan mengungkapkan bahwa 80% proker masih dapat terlaksana. 

Tentu kami sebagai MPA langsung penasaran, kok bisa banyak pengurus tidak aktif? Jawabannya simple, “Mereka merasa tidak dapat apa2 dri bpn. Jadi istilahnya ga dapat untung. Ada juga yang karena kadiv nya  ga aktif, jd malas2an juga.” Kemudian,  “Jadi istilahnya kami kurang terkenal. Kalo kakak2 bs membantu gimana caranya membuat kami dikenal dan terkenal mungkin anggota bpn nantinya dapat lebih produktif. Kalo anggota ismki (PHN/PHW nampaknya) kan bisa terkenal, jd yang produktif banyak. Kalo kami kurang begitu. Sebetulnya sudah ada ide sharing artikel, tapi pelaksanaannya terhambat. Jadi, mungkin nantinya bpn bisa menawarkan potensi penulis anak fk itu bisa terkenal diantara fk se-indo”. Sebuah jawaban tulus dari adik saya, yang saya apresiasi keberaniannya mengatakan hal ini kepada kami. Sayapun mempublish ini agar teman-teman tau, beginilah perasaan saudar/I kita di sana. Bukan ingin menunjukkan kelemahan kita. Orang yang mengakui kesalahan dan mau memperbaiki selalu lebih baik dibandingkan orang yang bertahan dengan kesalahan yang ditutup-tutupinya. Bagi saya, ada kalanya kita dengan lantang berbicara, “bukan bertanya apa yang diberikan organisasi kepada kita, tapi apa yang kita berikan kepada organisasi”, tapi kadang tidak semua kondisi dapat disamaratakan, pada kasus ini Saya dan teman-teman MPA dan BPN harus berpikir tentang manfaat bagi pengurus BPN, kalau tidak, jangan harap anda melihat kemajuan BPN di kemudian hari.

Belum selesai masalah soal minimnya pengetahuan ISMKI, keaktifan anggota, dan manfaat BPN bagi pengurus. Saat ini BPN malah merasa semakin galau dengan adanya warta ISMKI dari Infokomnas. Saya sudah menduga hal ini, Karena itu sebelum NM berlangsung saya mengundang Indah (sekbid Infokomnas untuk gabung NM, sayangnya yang bersangkutan berhalangan). Kegundahan ini muncul dari pengurus, mereka awalnya keberatan dengan adanya warta ismki itu. Seperti menyaingi eksistensi BPN yang bahkan belum eksis. 

Karena hal itulah saya menyampaikan pertanyaan pembuka, Apa perbedaan Spektrum dan Warta ISMKI? Dan jawabannya : spektrum adalah majalah yang isinya lebih universal seputar dunia kedokteran, disamping fakultas kedokterannya. Di spektrum, rubrik untuk ismkinya kan terbatas, cuma 2-3 halaman. Jadi memuat acara besarnya ismki aja, sedangkan warta ISMKI lebih menitikberatkan update info tentang bidang-bidang di ISMKI.  Saya rasa, jawaban ini sudah cukup jelas dan mampu untuk menghapus kegundahan dan kegalauan dihati pengurus. Kami dari MPA juga berkomitmen untuk menjaga konten publikasi spectrum dan warta ISMKI agar tidak terjadi overlapping. Ditakutkan, ketika terjadi  overlapping, niscaya salah satu (Spektrum atau Warta ISMKI) dapat saja kolaps. Bagaimanapun, bagi pengurus BPN spektrum adalah jantung mereka. Produk mereka yang utama dan inti dari BPN itu sendiri. Bayangkan bila spectrum kolaps?? Hanya karena ketidakhatian kita dalam memilah konten publikasi. Semoga tidak pernah terjadi.

Suasana diskusi kami seakan tambah suram penuh keharuan mendengar kisah-kisah tersebut. BPN serasa di ujung tanduk. Hingga sampailah kami ke agenda penyampaian pertimbangan. Disinilah kami merasa bahwa, masih ada sejuta cercah (bukan secercah lagi) harapan BPN untuk bangkit. Karena apa yang di alami BPN hampir sama dengan yang dialami MPA, kita sama-sama kurang eksis dibandingkan PHN/ PHW. Tentu langkah awal adalah mempertahankan hal-hal kecil yang penting dalam pengakaran BPN terutama di LPM masing masing FK, seperti kata arya giri bahwa sebenarnya dia cukup terkesan karena BPN berani mengeluarkan merchadisenya..ini salah satu upaya yg efektif untuk mengenalkan BPN...jadi gara-gara temen2  pers pake jaket BPN..banyak mahasiswa yang tanya BPN itu apa...itu modal yg bagus lo.... Hal seperti ini wajib dipertahankan, menurut arya juga untuk mengatasi persoalan tentang pemahaman hubungan BPN dengan ISMKI tolong dipaparkan dengan jelas di munas, rasanya masih banyak yang belum paham hubungan ini. Insya’Allah munasnya di Makassar pada bulan maret, kebetulan wasekjen Interna ISMKI berada disana, saya rasa bang taufik bisa membantu nanti. 

Komisi satu MPA, mega, juga menambahkan soal BPN yang kurang mengenal ISMKI.Menurutnya, tine yg sudah mulai kenal banyak bisa menceritakannya pada pengurus skrg, dan yg terpenting pada pengurus BPN selanjutnya. mungkin tine bisa bikin eval selama setahun ini dan turunkan pada pengurus BPN selanjutnya, jg bimbing pengurus BPN selanjutnya. Ada banyak jalan untuk menghidupkan BPN. sama seperti kami yg mmenghidupkan MPA, dulu sangat banyak orang yg tidak kenal MPA, kemudian kami mengadakan sosialisasi dan melekatkan MPA dalam setiap tindakan kerja. masalah komitmen pengurus yg kurang, benar karena mereka merasa kurang berkembang atau tidak mendapatkan sesuatu di BPN, bisa dilakukan upgrading pengurus, atau klo mau bikin LKMM BPN. ilmu jurnalis adalah ilmu yg luarbiasa wah buat saya. saya skrg justru lg berburu ilmu jurnalis dan sempet kepikiran masuk BPN. hawa jurnalis itu yg harus tine dan jg temen2 disini tularkan (termasuk MPA) agar BPN bisa naik daun saya berani bilang sama kamu, pemimpin manapun di dunia ini wajib punya skill jurnalis, minimal menulis. dan ISMKI punya banyak pemimpin, itu ladang bagus buat BPN.

Saya pribadi sih simple simple saja, saya memberikan pertimbangan pada BPN untuk memiliki Pelatihan jurnalistik nasional, membuat spektrum dalam bentuk online, dan pada munas nanti mohon dipertimbangkan untuk mengangkat penerus dengan background ISMKI. Pelatihan jurnalistik nasional ini dapat mengajak tokoh-tokoh keren seperti bang karni ilyas, ferdiriva, najwa shihab, raditya dika, dll. Satu lagi, saya sarankan BPN untuk membuat buku, kalau kata mas aldi buat buku tentang pengalaman dokter insternship. Apapun judul dan tema bukunya,  yang terpenting antusiaslah kalian membuatnya. Dengan begitu, BPN akan eksis dengan sendirinya disamping royalti juga mengalir ke kas BPN. Kenapa tidak dicoba bukan??

Masih ada harapan dari BPN, sejuta cercah harapan malah. ^^. Malam ini saya dapat pelajaran berharga, yaitu antar PHN-PHW-BAPIN-BPN-MPA itu saling terikat, karenanya harus saling peduli. Bagaikan sistem organ , bila ada yang sakit maka organ lainpun akan merasakan sakit dan nyerinya. Itulah kita seharusnya, ISMKI.

mecintai ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia) secara holistik, berarti juga mencintai MPA-ISMKI, BPN-ISMKI, BAPIN-ISMKI, PHW ISMKI, dan PHN ISMKI. Jangan merasa asing dirumah sendiri- Franz Sinatra Yoga

Kepanitiaan Paling GILAAA yang Saya Temukan!!

Anda sudah tahu tentang BSMI? (bulan sabit merah Indonesia)
Anda sudah tahu tentang G.A.L.A.U? (generasi arif, loyal, adaptif, dan unggul)

sedikit bercerita, jadi BSMI itu adalah sebuah perhimpunan yang bergerak di bidang kemanusiaan. Di sini berkumpulah orang-orang dengan berbagai macam latar belakang dan profesi, tetapi bersatu dengan sebuah visi, kemanusiaan. BSMI cabang palembang, saat ini diketuai oleh dokter Budi Santoso, banyak mahasiswa kedokteran, keperawatan, akbid, dan cabang ilmu lain yang tergabung di BSMI palembang. Saya sendiri adalah mahasiswa kedokteran menjelang S.Ked yang terdata sebagai calon pengurus Diklat Yankes (pendidikan, pelatihan, dan layanan kesehatan).

GALAU sendiri adalah sebuah perkumpulan yang kami bentuk, ya tentu isinya adalah anak-anak FK yang Galau-galau...eitts, kita Galau-nya lebih elit ya, menjurus ke hal hal seperti organisasi, akademik, dan prestasi. ahaha... Jadi ceritanya, kali ini kita mau mengadakan Try Out, dengan mengusung nama BSMI. Tetapi, sebagai relawan adalah adek2 GALAU,,, ^^

Mengadakan sebuah try out bukanlah hal mudah. Pernah ada yang berkata pada saya, kami dulu ngadain TO ini panitianya seangkatan. Itupun kurang maksimal. Hal itu juga di alami oleh kepanitiaan TO kami kali ini. Tapi walaupun banyak kendala, saya dapat melihat dengan kasat mata bahwa kepanitiaan TO ini adalah kepanitiaan kegiatan terbaik yang saya lihat dalam kurun waktu 3,5 tahun terakhir. Tapi kita lihat juga nanti hasil akhirnya ya... kenapa saya berani bilang begitu?

1. Untuk mengadakan sebuah TO yang besar, mencakup seluruh SMA di palembang. Kepanitiaan ini hanya mengandalkan 23 orang panitia aktif.... serasa mustahil, tapi begitulah adanya. karena memang hanya ada 23 adik asuh di GALAU, dibantu dengan 6 orang kakak asuh sebagai pengarah.

2. sebelum anda percaya atau engga, saya ingin menyampaikan rasa bangga saya dulu pada adik asuh bernama sella (Fatimah Shellya Shahab) yang berani mengambil posisi ketua panitia. Padahal sebelumnya dia sendiri belum pernah jadi ketua di kegiatan-kegiatan seperti ini. Hingga sejauh ini, saya tau bahwa dia lagi belajar keras menaklukan kekhawatiran "takut TOnya ga sukses".Sebuah kegiatan besar banget dengan orang yang ingin "belajar" sebagai ketuanya?? why not...

3. Awal rencana TO ini adalah bulan mei... setelah berjalan beberapa waktu, februari ini dipertimbangkan bahwa TO akan dimajukan menjadi maret karena mei itu adek-adek SMA telah UN dan banyak yang ikut intensif, pasti bosen ama TO. Dan panitia kecil ini merasa sanggup untuk menyukseskan TO bulan maret. Wahh... jangankan saya, dr. rachmat hidayat sebagai ketua Diklat Yankes aja kaget.... tapi, ketika adik-adik merasa sanggup... apa lagi hal yang perlu di ragukan??

4. Tak berhenti sampai disitu, perlu diketahui bahwa FK selama bulan februari ini libur. So, banyak yang mudik. Alhasil, panitia aktif yang 23 orang hanya menjadi belasan orang lagi yang stay di palembang. Selebihnya komunikasi dilakukan via YM, FB, HP, dll.... tetapi koordinasi dan komunikasi tetap terjaga baik, walaupun saya sempat dibuat menunggu adik asuh yang tak kunjung datang di madang... ternyata ada miskom. Tetapi, progress mereka bisa saya katakan super gesit!! semua bergerak, apa yang bisa di bantu, semua saling membantu... tidak memikirkan tugasnya sendiri saja. Itulah essensi kepanitiaan, Bahu-membahu!!

5. Mereka adalah panitia yang BERANI.... hebat!! sebelum saya pulang ke bengkulu, saya sudah ke NF, nanyain tentang master soal dan koreksi jawaban.... jadi master soal harganya 300 ribu/ master (kalo SNMPTN ada 4 master, jadi 1,2 juta) dan 1500 per LJK+koreksi (SNMPTN ada 3 LJK, artinya 4.500/ siswa). Data ini telah saya infokan kepada adik asuh GALAU... mereka nanya, kak bisa ditawar ga ya?? hahaha... saya bilang kayanya ga bisa dek... soalnya harga itu kata orang TOnya dari pusat. Mereka ga putus asa, bahkan tak menghiraukan perkataan saya....(senior juga bisa salah). ^^. Tau apa yang mereka lakukan?? adik-adik saya tercinta ini malah NAWAR harga ama NF... =___=" hahaha... saya juga ga habis pikir, ada ada aja adek saya ini... tapi ternyata hasilnya ??????
Asslmkm.wr.wb.
Mnndklnjuti pmbicaraan bbrp wktu lalu mngnai rncana krjasama TO dg pihak NF, dan tawaran / prmintaan untuk mndpat diskon biaya LJK dari Rp. 1.500 / lbr mnjdi Rp. 700 / lbr maka kk' smpaikn sebagai berikut :

Diasumsikn jml pesertanya ktkanlah 400 orang (kita ambil kmungkinn trburuk, yang paling kecil). Brrti untuk LJK diperlukan sebanyak 400 x 3 lbr = 1.200 lbr LJK

Harga normal :
Per master soal : Rp. 300.000,- x 4 (TPA, K. Dasar, K. Jurusan IPA + IPS) = Rp. 1.200.000
Per LJK : Rp. 1.500 x 1.200 lbr = Rp. 1.800.000
Total = Rp. 3.000.000
Setelah kk' smpaikn ke pusat hrga tawaran dari pihak panitia, yang meminta diskon biaya LJK dari Rp. 1.500 / lbr dturnkan mnjdi Rp. 700 / lbr, mka pihak pusat mngtakn bahwa untuk LJK itu hrganya tidak bs klo di bwh Rp. 1.000, itu sdh hrga minimal. Oleh krn itu kk' mnwarkan bgmna klo harga LJK nya dijadikan Rp. 1.000 / lbr dan hrga master soal nya jg didiskon dari yang tadinya Rp. 300.000 mnjd Rp. 250.000, shngga diperoleh sebagai berikut :
Per master soal : Rp. 250.000,- x 4 (TPA, K. Dasar, K. Jurusan IPA + IPS) = Rp. 1.000.000
Per LJK : Rp. 1.000 x 1.200 lbr = Rp. 1.200.000
Total = Rp. 2.200.000

dari master hemat 200 ribu,,, kalau peserta 1000 orang, hemat LJK+Koreksi x 1.500 = 1,5 juta... lumayan banget kan?? saya berkata "mantap" sembari mengacungi jempol dan kepala bergeleng-geleng ga habis pikir. hhe

6. Tantangan kembali malang melintang, salah satunya adalah tempat acara... sudah keliling cari tempat, dan harganya parah, belasan juta... mana mungkin sanggup.. sampai akhirnya adik asuh ke SMK 3 Palembang,,,
Ass, temen2... alhmdllah zaila udah hubungi smk n 3 & mrka bisa utk tgl 25 maret, utk sewa aula mrka minta 5jt dgn kapasitas 600 org... Nah kapasitas 600 org it dlm kondisi normal kalo kondisi TO mungkin cuma bisa tampung 400 org (jarak antar peserta agak berjauhan), seandainy kita dapet peserta lebih dri 400 org, ap kita perlu juga utk pinjam pakai ruang kelas?
Ada jalan keluar sekarang... setelah mengetahui hal ini, saya pribadi langsung bersyukur.. nih buktinya 
Franz Sinatra Yoga Coba tanya kalau kelas aja berapa? Kelas+ aula berapa?

Alhmd. Jalan kita dimudahkan.
 
Memang bakat adek-adek saya ini luar biasa, di tengah rasa syukur saya,,, mereka malah memberikan kejutan lagi dikemudian hari.
tadi udah kami survey ke SMK 3 nya, dan udah negosiasi, ruang kelas jumlahnya ada 30, masng2 kelas jumlahnya 40 siswa, dan ada satu aula besar di depan yang suka d pake nikahan, tadi udah nego jadi dapet harganya 30 ruang kelas Rp.2.500.000 dan aula juga Rp. 2.500.000 , di ruang kelas tadi udah kami survey jenis kursinya beda2, ada yang kursi kayu biasa, ada juga yang kursi kaya kita kuliah, jadi kalo buat TO satu kelas itu bisa beda2 jumlahnya 20-30 siswa, aula muatannya 600 orang (kalo acara nikahan) kalo buat TO kami asumsikan 400 orang, jadi kalo pake aula dan ruang kelas kita bisa tampung +- 1000 siswa :) dan udah DIBOOKING yaa atas nama GALAU, dan tad kami dah diskusi sama anak pupdok mores, kt mores kalo bisa kt mulai sosialisasi tanggal 24-25 ini, mumpung masih libur dan biar bisa dapet peserta banyak, poster juga udah siap. trus kami tadi jg mikirin tentang tiket, konsep kami tadi tiket it sbagai bukti pembayaran, nomor peserta dan kartu buat undian juga ada disitu, nanti yg buat undian bagian pingirnya di sobek dan masukkan di kotak doorprize. segitu dulu sementara sok atuh komennya :)
 Wah... saya ampe ga habis pikir dari 5 juta untuk aula jadi 2,5 juta.... nyewa kelas 2,5 juta. jadi hanya 5 juta SAJA nanti yang keluar,,,, hebat-hebat banget lah mereka.... Udah gesit, jago nawar pula. Kurang GALAU apa lagi???? ^^

7. Seksi-seksi panitia lain pun tak kalah gesitnya...
dari acara dengan cepat, simsalabim, langusng jadi draft acara yang "super"
teman2 galau +kakak2,salam galau :)
ini rundwon acara baru fix
Tempat : SMK Negeri 3 Palembang ( kelas + aula )
Hari / tanggal : Minggu / 25 Maret 2012
Waktu : 07.00 – 15.00 WIB, dst....

Dari bendahara, si mentari dan eno selalu gesit menyusun anggaran dana, mana yang harus dikurangi dan berapa budget yang diperlukan...... belum lagi dari pubdok, mores, syahid, dkk sudah siap poster dan pamflet untuk dicetak. Umay yang sibuk buat surat-menyurat. Uty yg pusing ama tanggal. Dari danus, fitri sudah menentukan apa saja dana yang dibutuhkan dalam langkah pertama ini, dan masih banyak lagi adik adik seperGALAUan lain yang ga sempat disebutin satu-persatu nama dan sumbangsihnya disini....
sempat saya SMS sama kakak asuh Eno, saya bilang... no, sumpah, mereka ni super gesit banget,,, 
Yapp....salut lah pokoknya... hahahha....bukan rekayasa, emang begitulah keadaanny!!
8. Hal menakjubkan lainnya.... kami memulai ini tanpa dana..... walaupun sekarang ada dana pinjaman, tapi pada awal bergerak kami memulai ini tanpa dana... Karena orientasi kami adalah agar adik-adik asuh belajar menjadi panitia yang hebat. Bukan belajar mencari uang dari kegiatan. Toh, keuntungan TO (kalau ada) diharamkan masuk kantong sendiri,,, karena apa?? karena sebagian besar disumbangkan untuk kegiatan kemanusiaan dan sebagian lagi diperuntukkan bagi kaderiasasi kakak-adik asuh GALAU. Walaupun demikian,,, adik-adik saya yang luar biasa tetap antusias seantusias-siasnya.... 

9. Nah... masalah baru yang dihadapi adalah masalah tanggal.... ternyata tanggal 25 maret siswa SMA sederajat pada UAS, mari nantikan keputusan "gila" yang akan mereka ambi!! saya menunggu dengan berdebar-debar... hahaha. mengingat mareti itu hanya 2 minggu lagi. =____=

Akhir kata... Saya ingin sampaikan, bahwa "Kalian telah menginspirasi Saya".
Semoga Hasil dari Proses yang baik ini tak kalah menakjubkan!!!!!!!!!


 (bermain siapa yang bisaaaa!!!!!!) 
*saya sebagai konseptor merasa jadi korban atas game yg saya pimpin sendiri.hahha


 

Kamis, 16 Februari 2012

Cara Buat Status di Facebook Muncul di Twitter

Kini pengguna Facebook bisa menampilkan update status langsung ke Twitter. Fitur resmi ini sebelumnya hanya untuk halaman. Namun sekarang bisa dari profile pribadi. Ingin mencobanya? Caranya seperti ini:
  • Klik Tautkan Profile Saya Ke Twitter.
  • Akan terbuka halaman Twitter. Silakan ijinkan aplikasi Facebook.
  • Profile Facebook Anda telah tertaut di Twitter.
  • Terdapat menu untuk mensetting apa saja yang akan dishare ke Twitter.
  • Saat update status di Facebook, silakan set privasi ke Publik. Kalau diset Hanya Teman maka tidak bisa tampil di Twitter.
  • Ini tampilan di Twitternya.

Sayangnya mention di Twitter tidak bisa masuk ke Facebook. Kalau bisa mungkin lebih asik. Bisa tahu kalau ada yang komentar di Twitter.

sumber: http://darmawanku.com/2011/11/07/bikin-update-status-facebook-muncul-di-twitter/ 

Rabu, 15 Februari 2012

Jadilah orang yang berASA...

Hal biasa yang kita dengar adalah, "ah, sudah tidak mungkin lagi. Toh kalau dilakukan juga belum tentu berhasil". Menurut saya Statement yang diungkapkan ini adalah benar. Memang tepat sekali bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini, karena kepastian tersebut hanyalah milik sang khalik. frasa "belum tentu" mewakili status kita sebagai manusia yang hanya bisa berikhtiar dan bertawakal.

Tapi disinilah menariknya, ada 2 golongan manusia yang manafsirkan frasa "belum tentu" ini.Golongan pertama yang menyikapi ketidakpastian meyakini bahwa dengan berusaha akan tercipta rumus 90: 10, yaitu peluang keberhasilan sebsesar 90% dan kegagalan 10%. Sedangkan pada golongan kedua juga tercipta rumus 90: 10, dimana mereka meyakini 90% hasil usaha mereka berakhir dengan kekecewaan dan kegagalan, sedangkan kemungkinan mereka berhasil sangat kecil (10%).

Golongan pertama inilah yang kita kenal dengan orang-orang yang berASA dan golongan kedua kita kenal dengan orang-orang yang berPUTUS ASA. Memang begitu adanya, "belum tentu" adalah hakikat kita dalam melihat hal ghaib (termasuk masa depan dari hasil usaha kita). Golongan orang-orang yang berputus asa kerap menjadikan kemungkinan 10% gagal sebagai alasan, seperti kalimat "kegagalan bisa saja terjadi bila kita melakukan sesuatu, jadi lebih baik jangan lakukan, ambil aman saja, dan puaslah dengan mensyukuri yang sudah kita dapatkan".                             

wah, bagi saya pribadi syukur disini memang suatu keharusan atas nikmat. Tapi jangan dijadikan alasan untuk menciptakan sikap malas dan ogah-ogahan berusaha. Justru karena rasa syukur itulah kita berusaha lebih kuat, agar lebih kaya, agar lebih pintar, agar lebih mapan, agar lebih dewasa, agar lebih berguna. Untuk apaa??

tentu saja agar kita dapat lebih banyak berbagi kepada semua manusia dalam menebar kebaikan.

Jadilah orang yang berASA... ketika engkau berASA, maka engkau tidak memiliki alasan untuk mundur. Bila engkau berPUTUS ASA, maka sejuta alasan untuk mundur akan muncul.

Selasa, 14 Februari 2012

Kami Tidak Menulis Buku, Tapi Kami Mencetak Manusia

dakwatuna.com -Ikhwah fillah, inilah kira-kira jawaban yang dilontarkan seorang ulama besar, imam Al-Banna ketika ia ditanya oleh salah seorang muridnya, mengapa ia tidak menerbitkan buku untuk menjadi bekal dan pedoman bagi generasi pelanjut nantinya. Setahu saya hanya ada dua buku yang langsung dikarang oleh Imam Al-Banna, yaitu “Memoar Hasan Al-Banna” dan “Detik-detik Hidupku”. Tapi bisa kita lihat saat ini, kader-kader yang dicetak oleh imam Hasan berkarya jauh lebih besar dari hanya menghasilkan karya buku dan kitab, bahkan untuk urusan buku dan kitab, karangan satu orang murid beliau saja mungkin belum pernah habis kita membacanya, Syekh Yusuf Qaradhawi.

Lontaran jawaban yang mengatakan “Kami Tidak Mencetak Buku, Tapi Kami Mencetak Manusia”, menurut hemat saya pribadi bukanlah satu bentuk penolakan atau ketidaksetujuan beliau tentang karya mencetak buku dan kitab. Saya yakin beliau bangga terhadap penerusnya yang telah menghasilkan ribuan buku, seperti Syekh Yusuf Qaradhawi, Jumu’ah Al-Amin, Musthafa Masyhur, dll. Tapi beliau hanya ingin menekankan, ada satu pekerjaan besar kita, yang sesungguhnya lebih besar daripada amal menghasilkan karya tulisan, yaitu amal “menulis” manusia, amal mencetak manusia.

Jika kita perhatikan dakwah semenjak zaman Rasulullah, salah satu inti penting dari dakwah adalah pertambahan jumlah kader dan pendukung dakwah, dan kita tidak bisa menafikan ini. Yang saya pahami salah satu parameter keberhasilan dakwah adalah bertambahnya jumlah orang yang menerima dan dibina di jalan dakwah. Lihatlah bagaimana pertumbuhan dakwah Rasulullah, satu orang beliau di awal risalah kenabian, menjadi 124.000 orang pada saat haji Wada’. Kita bisa menghitung rataan pertumbuhan kader dakwah yang dibangun Rasulullah dari tiap perjalanan waktunya.

Pekerjaan dakwah ini tak bisa berhenti pada tahapan , menyampaikan saja, tapi ia harus dilanjutkan sampai membentuk manusia, dan seterusnya. Kerja dakwah ini tak bisa hanya berhenti sampai di titik mengajarkan bagaimana cara shalat yang benar, tapi harus berlanjut bagaimana agar shalat ini benar-benar integrated dalam kehidupan manusia. Kerja dakwah kita tak boleh berhenti sampai mengajarkan cara membaca Al-Qur’an yang benar saja, tapi harus terus berlanjut sampai Al-Qur’an benar-benar menjadi pedoman tiap langkahnya. Kerja dakwah tak bisa cukup sampai hanya menyampaikan satu sisi Islam saja, ibadahkah, fiqihkah, tapi ia harus terus berlanjut agar orang benar-benar paham Islam secara komprehensif.

Satu pekerjaan besar yang harus dilakukan seorang kader dakwah, yang menurut saya adalah harga mati, ialah membina dan “menulis” manusia, mentarbiyah manusia. untuk menghasilkan kader-kader baru yang tangguh dan mumpuni. Menghasilkan kader-kader dakwah baru yang benar-benar paham Islam secara komprehensif. Pekerjaan membina manusia bagi seorang kader dakwah, adalah satu hal niscaya yang ia harus lakukan , jika ia memahami dan meneladani dakwah Rasulullah dan orang-orang shalih sebelumnya. harusnya tak ada lagi kalimat yang terlontar dari seorang kader dakwah “saya tidak mau pegang mentoring” atau “saya malas pegang mentoring” atau “saya belum sanggup meng-handle kelompok mentoring”.

Tentu kita harus pula memahami membina manusia dalam kerangka dan lingkup seperti apa. Jika kita simak Firman Allah dalam QS As-Syu’raa : 214 “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” dan firman Allah dalam QS At-tahrim : 6 “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. Membina manusia haruslah kita mulai dari lingkungan terdekat kita, mentarbiyah diri sendiri dengan tarbiyah dzatiyah, mentarbiyah keluarga, dan terus pada lingkungan yang lebih luas. Jangan sampai tarbiyah yang kita lakukan sudah melebar ke mana-mana, tapi kita melupakan tarbiyah pada keluarga.

Dan pada akhirnya kita bisa bayangkan bagaimana luar biasanya kondisi masyarakat sekian waktu yang akan datang, jika semua kader dakwah memahami esensi “menulis” manusia ini.

Terakhir saya mengingatkan bagi diri saya pribadi dan untuk kita semua, mulai dan lanjutkanlah pekerjaan kita “menulis” manusia, pekerjaan mentarbiyah manusia agar dakwah dan Islam ini benar-benar membumi menjadi rahmatal lil ‘alamiin. Jangan lagi ada di antara kita yang masuk golongan kaum “qaa’idiin”, yang duduk-duduk saja, jangan sampai kita hanya melihat dan menyaksikan saudara-saudara kita menunaikan tugasnya menulis manusia, tapi kita diam saja, jangan sampai title “pengangguran harakah” tersemat indah di pundak kita. MARI MEMBINA

Semoga Allah selalu merahmati kita dengan iman dan keistiqamahan.
Wallahu’alam bis shawab
-hamasah-

Rabu, 08 Februari 2012

Sifat Kekanakan yang Wajib Dipertahankan


Sebuah lukisan yang bagus merupakan hasil perpaduan beberapa warna dengan komposisi sesuai, artinya tidak lebih dan tidak kurang. Warna-warna ini digoreskan diatas kanvas dengan sangat indah, hingga kita lupa untuk menyadari bahwa warna dasar lukisan ini adalah putih. 


Sekarang anda sudah menyadarinya bukan?? Betapa pentingnya warna putih bagi sebuah karya indah. Bayangkan bila warna putih yang tampak saja pada lukisan diatas diganti dengan warna hitam. Bagaimana?? Baguskah??

Begitupula dengan manusia, kita terlahir dengan warna putih. Bersih bagaikan kanvas tak tergores. Pengalaman menjadi warna-warna bagi hidup kita dan pertambahan usia menjadi kuasnya. Kita terlahir dengan warna dasar yang sama, putih tanpa dosa. Semakin banyak pilihan warna (pengalaman) dan seiring bertambahnya usia (matang), niscaya kualitas lukisan secara integral bertambah baik.

Oh iya, hampir saya lupa memberitahu, di dalam dunia perlukisan tidak ada penghapus loh. Ketiadaan penghapus merupakan tantangan tersendiri bagi pelukis. Walaupun kita bisa menutupinya dengan warna lain, tetap saja yang lebih baik adalah tidak menggoreskan warna yang salah di atas kanvas yang seharusnya putih. Hindari kesalahan. Pertahankan warna dasar, putih. 

Warna dasar layaknya kondisi kita ketika dilahirkan. Pada masa kanak-kanak pun warna ini terlihat jelas dalam beberapa sifat, entah masihkah kita sadar pernah memilikinya, sifat-sifat luhur yang dimiliki ketika kecil.

Ketika kecil, ketika saya bertengkar dengan teman saya, saya marah tetapi setelahnya kami berbaikan tanpa dendam. Sekarang, setelah dewasa apakah kita tetap seperti itu? Jangan-jangan sifat pemaaf telah hilang dari kita.

Ketika kecil, saya belajar berjalan dan terjatuh saya menangis kesakitan, tetapi saya tak berhenti mencoba hingga sekarang saya dapat berlari. Sekarang, ketika kegagalan menghampiri, apakah kita mudah putus asa?

Ketika kecil, saya hobi sekali memanjat pohon jambu didepan rumah tanpa rasa khawatir, padahal orang tua berteriak-teriak jangan memanjat tinggi-tinggi. Bandel memang. Sekarang, untuk mencoba sesuatu yang baru demi menuju kesuksesan, kenapa begitu banyak kekhawatiran menghampiri?

Ketika kecil, saya selalu kagum dengan hal-hal sepele yang dilakukan oleh Ayah dan Ibu. Apakah sekarang kita masih seperti itu? atau lebih kagum dengan guru kita disekolah?

Ketika kecil, saya selalu takut dengan orang tua dan patuh atas semua nasihatnya. Sekarang? apakah kita tetap menjadi buah hati yang baik? atau malah pernah berkata "malas", "ahh", atau berkilah ketika orangtua memberi nasihat?

Ketika kecil, Tuhan begitu dekat seakan mengawasi saya. Masihkah hal ini dirasakan? atau ada yang salah dengan kuas hidupku sehingga kita menjauhi tuhan?

Ketika kecil, begitu bertengkar dengan teman. Cepat sekali saya kembali ke bunda, menangis tersedu, dan curhat tentang kejahilan orang lain terhadap saya. Apakah sekarang Bunda masih menjadi tempat curhat kita? atau kita malah lebih memilih teman?

Ketika kecil, menabung adalah kegemaranku. Sekarang apakah kegemaran itu telah berganti dengan menghambur-hamburkan uang jerih payah orang tua?

Ketika kecil, senyuman orang tua adalah kebahagiaan kita. Sekarang, apakah itu menjadi hal penting? atau telah berganti dengan "kehidupan masan depan yang mewah".

ketika kecil, tak peduli apa yang orang katakan. Saya selalu melakukan sesuatu demi kebahagiaan, bukan uang. Masihkah kita seperti itu?

Ketika kecil, saya belajar merangkak. Tetapi gagal!! orangtua saya menyemangati saya, bukan mencemooh. Ketika berhasil, semua kegagalan saya dilupakan dan keberhasilan saya selalu dibangga-banggakan. Ketika masih kanak-kanak, saya menjadi orang yang suka menyemangati. Sekarang, banyak sekali orang dewasa yang mencoba, gagal, hanya cemoohan yang didapat. Bukan dukungan seperti saya kecil dulu. Sekarang, keberhasilan sayapun langsung dilupakan ketika melakukan secuil kesalahan. Lalu, apakah saya sekarang masih mampu seperti masa kecil, menyemangati orang? berusaha melihat usaha dan membanggakan keberhasilannya?

Dalam kehidupan manusia, sifat-sifat kekanakan ini adalah warna dasar. Kadang, sifat-sifat ini perlu dipertahankan, karena sudah tua itu belum tentu lebih baik. Ada beberapa sifat kekanakan yang sebaiknya di pertahankan. Kalau bagi saya, bukan sabaiknya melainkan WAJIB di pertahankan.


karena . . . 

Ada hal yang bisa dengan mudah dilakukan anak kecil, tapi tidak mudah bagi orang dewasa.


(di takengon, tempat kelahiran saya, tampak bocah dengan kostum timnas naik pohon. Hal ini mudah bagi anak anak, tapi susah untuk dilakukan orang dewasa. Dewasa terhambat rasa malu dan ragu, padahal hatinya ingin sekali mengulang masa-masa kecil indah seperti ini. Inilah realita)

Akan kusisakan bagian putih kanvasku, biarlah tak berwarna. 
Karena Saya yakin, kadang putih jauh lebih Indah.

Sayap yang Patah

Oleh: Nur Afifah Azzahra (FB: Ifaa Diazzahra)

Kesempurnaan dalam standart kemanusiaan yang kita inginkan , tak akan tercapai kecuali dengan dua hal , yakni semangat untuk berubah dan kesabaran . Aku pernah membaca sebuah majalah yang ketika itu kupinjam dari salah seorang temanku dan menemukan satu kalimat yang menginspirasi didalamnya “ Put your future in good hands , your own “ .

Aku bukan seorang cerpenis handal yang telah menulis puluhan karya terbaiknya , bukan juga seorang wanita karir yang memiliki banyak pengalaman dalam hidup, aku hanya wanita yang berumur belum genap 20 tahun dan tidak memiliki banyak kisah menarik , karena hidupku yang memang terlalu datar . Aku tidak pintar, hanya mungkin  selalu beruntung berkat doa ibuku . Dan ketika aku bertanya pada diriku sendiri , apa impian mu ? aku belum bisa menjawabnya . Lalu, ketika aku bertanya pada ibuku tentang apa impianya , ibu ku tersenyum , “Melihat anak-anakku sukses “ , itulah impian terbesar ibuku . Memang kelihatanya sederhana dan klasik . Seluruh orang tua menginginkan hal itu . Akan tetapi untuk seorang ibu yang hanya memiliki sebelah sayap seperti ibuku  , akan terasa begitu sulit untuk menerbangkan ke empat buah hatinya : Aku, adik ku, dan kedua orang kakak ku.
 
Orang tua ku bercerai ketika aku duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ayah kembali membangun keluarga barunya sementara ibu ku tetap setia dengan kesindirianya. Hari hari kami lewati begitu berat , dan hanya bersandar dengan Dia yang Mahabijaksana. Tidak mudah untuk menjalani kehidupan yang normal diatas kenyataan bahwa keluarga yang kami miliki sudah tidak utuh lagi . Tidak ada peran ayah yang menyulitkan ibuku untuk mengatur kebebasan kami, anak anaknya , terutama kakak lelaki ku. Sekali lagi, tidak mudah bagi ibuku untuk melewati semua ini ditengah rasa sakit yang masih mengucur deras akibat dikhianati orang yang sangat dikasihinya.

Begitu banyak cobaan yang Allah berikan untuk menguji keimanan kami sekeluarga . Ada satu kisah yang aku ingat betul . Ketika itu, kakak lelaki ku ditahan polisi akibat tauran antar pelajar saat dia masih duduk di bangku SMA . ibu ku menangis dan hampir pingsan ketika mobil polisi membawanya meninggalkan rumah kami . Semua tetangga disekitar rumahku memandang kami dengan perasaan iba, sinis, atau kasihan . Ketiga hal yang menurutku sama saja, sama sama membuat hatiku tak enak melihatnya. Ibu merasa gagal dalam menjaga kakaku,  terlihat dari raut muka nya yang tampak malu dan bersalah . Menurutku , tidak ada yang perlu disalahkan , apalagi ibu . Keadaan yang memang membuat ibu begitu sibuk bekerja siang malam untuk mendapat kan penghasilan lebih dalam menghidupi kami. Dan kepercayaan penuh untuk menjaga diri kami masing masing itulah yang benar benar harus kami jaga .

Semenjak peristiwa itu, ibu lebih banyak diam . pernah suatu ketika ibu berkata pada kami ,“ kalian sudah besar , tau mana yang boleh dan tidak untuk dilakukan . Ibu tidak ingin jika orang orang diluar sana berkata, wajar saja mereka berbuat ini itu, toh tidak ada ayah nya lagi yang melarang “  begitu pelan ibu ucapkan , tetapi terdengar begitu jelas . Ibu tersenyum , sebuah sentuhan akhir yang meninggalkan kesan berarti bagiku.

Peristiwa pahit yang kami lalui mengajarkan kami untuk lebih bersabar . Ibu, aku , kakak dan adiku , berusaha untuk lebih memaknai hidup dan mengambil pelajaran dari setiap masalah yang kami lalui . Live must go on, hidup harus terus berjalan. Dan jalan yang kami pilih adalah semangat untuk lebih berusaha, bertawakkal, dan bersabar. 

Kini, matahari seakan telah menyinari keluargaku kembali . Pelan pelan ibu mulai meretas mimpi nya dalam usaha dan doa yang ia lakukan tiap hari di setiap sujud malamnya . Mimpi untuk menyaksikan kesuksesan buah hatinya di suatu hari nanti. Keadaan berubah jauh lebih baik dari hari kemarin dan hari hari sebelumnya. Keajaiban-keajaiban kecil pun mulai mengalir di keluarga ini .

Suatu hari, ibuku jatuh sakit. Kami bergantian menjaganya di rumah sakit . Malam itu, aku menawarkan diri untuk menjaga ibu , karena kulihat kakak perempuanku sudah tampak letih dan perlu beristirahat dirumah . Aku membawa beberapa buku SNMPTN tahun lalu yang telah kupersiapkan dari rumah, membawa alat tulis, dan selembar baju ganti untuk kupakai besok . Kebetulan , besok aku dan adik ku akan mengikuti tes SNMPTN , dan aku meminta nya untuk menjemputku pagi pagi benar di rumah sakit .

Malam itu , aku sama sekali tidak belajar . Perhatian untuk merawat dan mengasuh ibuku jauh lebih besar ketimbang untuk membaca dan menjawab ratusan soal soal yang membuatku agak pusing . Aku pasrah .Pagi pagi benar , adiku sudah menjemput. kami berangkat menuju tempat tes yang lumayan jauh .  Aku hanya menelan sepotong brownies untuk mengganjal perutku agar tidak berdemo . Sesampainya di tempat ujian, kami berpisah . Aku berada di gedung I semntara adikku di gedung J . Ruangan itu kurasakan saangat dingin. Keempat AC dalam ruangan itu semua dalam keadaan ON . Aku merasa badanku mulai tak enak , kepala ku terasa begitu berat , dan perut ku seperti di remas remas . Alhasil, belum setengah perjalanan mengerjakan soal, aku memuntahkan semua isi perut ku . Badanku begitu lemas dan tak sanggup lagi digerakkan, apalagi untuk melanjutkan tes ini.  Aku dipapah keluar ruangan oleh salah seorang pengawas. Aku beristiraht di bawah tangga sambil menunggu bel tanda selesai tes berbunyi .

Aku merasa kecewa, kecewa pada diriku sendiri.Kupandang langit biru yang tertutupi gumpalan awan putih, membayangkan wajah ibuku disana . Bagaimana jika akhirnya aku tidak lulus, betapa kecewanya ibu padaku. Aku hanya pasrah dan ikhlas dengan apa yang terjadi saat ini dan  nanti. Semangat yang tadi begitu deras kini lenyap entah kemana .   

Sebulan setelah hari kami  mengikuti ujian SNMPTN. Sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh ribuan calon mahasiswa , “Pengumuman”. Aku dan adik ku dinyatakan lulus di universitas yang masing masing kami inginkan . Aku mendapat kesempatan kuliah di Universitas Sriwijaya, dan adik ku di Universitas Gajah Mada . Sebuah mukjizat untuk kami berdua . Dan aku rasakan semua itu berkat doa dari ibuku. Ibu terlihat begitu bangga dan bahagia . Tampak dari ekspresinya meluapkan kebahagian dengan menghubungi kerabat terdekat dan teman temanya untuk berbagi sedikit kebahagianya saat itu juga .

Kebahagian kami semakin lengkap ketika dua bulan kemudian, kakak perempuan ku di wisuda . Dia mendapatkan predikat cumbloud dengan ipk tertinggi  dari Universitasnya . Tidak butuh waktu lama, belum genap sebulan ia menyandang gelar sarjana , ia diterima bekerja di bank dengan persaingan yang sangat ketat . Lagi – lagi, Allah membuka jalan – Nya untuk kami sekeluarga , sedikit demi sedikit.

Kini, sudah hampir enam bulan aku berpisah dengan ibu dan saudaraku . Seseuatu yanng sebelumnya tidak pernah aku bayangkan , berpisah dari ibu dan saudara saudara yang aku cintai melebihi cintaku pada diriku sendiri . Sesuatu yang kurasa teramat berat ketika minggu2 pertama aku berada disini , namun semakin lama hal itu dapat ku atasi . Semoga Sang Maha Pengasih tetap menjaga mereka  dalam lindungan –Nya , amin .

Sekarang, aku jauh lebih mandiri daripada “aku” enam bulan yang lalu .  Aku yang belum bisa mencuci baju bahkan pakaian dalam ku  sendiri, aku yang belum bisa menggoreng telur, aku yang belum bisa menggosok bajuku , aku yang pemalas , aku yang hanya tau makan, tidur, dan bermain, dan  aku aku  lainya . Aku bersyukur untuk semua perubahan itu . Aku bersyukur atas doa yang terus mengallir dari bibir ibuku dan tentunya Allah yang senantiasa tak lepas mengasihi ku .


Kau tahu sobat, ku buka sedikit rahasia ku . Dikamar kos ku yang tidak terlalu lebar dan berantakan , aku menempelkan secarik kertas di dinding kamarku  yang bertulis ,. “ Tidak ada pilihan lain selain sukses” . kata kata ini yang membuatku selalu termotivasi untuk belajar dan terus belajar disini . Mungkin itu juga yang membawaku memperoleh beasiswa di universitas ini dan memperoleh ipk yang`aku harapkan . Walau belum menjadi orang yang sukses benar seperti yang ibuku harapkan , tapi aku bersyukur atas satu hal , saat ibuku berkata “ kalian telah sukses membahagiakan ibu sampai saat ini “ .  Dan kau tahu ? saat itu , aku merasa menjadi anak yang paling bahagia di dunia ini, karena dapat membuat ibu ku tersenyum lebar dan melupakan rasa perih yang pernah menganga lebar di hati nya . love you mom :)


Selasa, 07 Februari 2012

Dikti di Seberang Harapan? (tanggapan kritis terhadap DIKTI yg mewajibkan publikasi ilmiah)

Oleh Franz Magnis-Suseno SJ
 
Pada tanggal 27 Januari lalu Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengirim surat edaran kepada semua perguruan tinggi di Indonesia. Isinya mengejutkan banyak orang, khususnya pihak-pihak terkait. 

Sesudah mengeluhkan bahwa keluaran (output) karya ilmiah perguruan tinggi Indonesia kalah jauh dibandingkan dengan Malaysia, diberikan ketentuan: mulai Agustus 2012, untuk bisa lulus sarjana harus dihasilkan makalah yang terbit pada sebuah jurnal ilmiah, untuk lulus magister makalah harus terbit dalam jurnal ilmiah nasional, dan untuk mau menjadi doktor harus di jurnal internasional. 

Astaghfirullah! Itukah obat bagi anemia output ilmiah bangsa Indonesia? Muncul dua pertanyaan. Pertama, dapatkah rencana Pak Dirjen direalisasikan? Kedua, kalau dapat direalisasikan, siapa yang akan membaca ribuan makalah setiap bulan di jurnal-jurnal itu?

Pertanyaan pertama
Mengikuti beberapa rekan (di internet), mari kita berhitung. Andai makalah calon lulusan S-1 sepanjang 10 halaman—makalah S-2 dan S-3 15 halaman—dan kalau setiap tahun rata-rata ada 100.000 calon lulusan S-1, perlu disediakan sejuta halaman ”jurnal ilmiah”. Kalau satu jurnal rata-rata 150 halaman dan terbit 12 kali (!) setahun, yang harus disediakan adalah sekitar 555 ”jurnal ilmiah” baru. Namun, dengan kemungkinan ”jurnal ilmiah” online, pelaksanaan fisik bisa diatur. 

Lain hal jurnal ”ilmiah nasional” yang diharuskan bagi para calon magister dan tidak bisa hanya online. Andai ada 3.000 calon magister per tahun, perlu disediakan 45.000 helai, jadi 25 jurnal (terbit 12 kali per tahun) baru. 

Masalah ini pun masih bisa dipecahkan. Biarlah perguruan tinggi (PT) menerbitkan jurnal ”ilmiah nasional”, biayanya ditagih ke mahasiswa yang mau memublikasikan makalahnya (seperti penerbit Brill di Leiden, Belanda, yang spesialisasinya memublikasikan disertasi-disertasi yang tidak menemukan penerbit bermutu asal penulis membayar). 

Kewajiban para calon doktor untuk mendaratkan makalah di jurnal internasional lebih sulit. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) luput memperhatikan sesuatu: antara lingkungan akademik kita dan lingkungan akademik luar negeri (LN) tidak ”nyangkut”. Kemungkinan besar tulisan orang kita yang an sich cukup ilmiah, tetapi dari segi diskursus ilmiah di LN tetap kelihatan polos, di luar konteks, ”ketinggalan zaman”. Saya sendiri selama 43 tahun sebagai dosen filsafat memang bisa memublikasikan cukup banyak tulisan di LN, tetapi hanya dua dalam majalah filsafat kelas I! Memang, barangkali bisa ditemukan sebuah jurnal obscure di India yang bersedia memuat karangan-karangan calon lulusan S-3 kita. Namun, apa itu yang dimaksud Ditjen Dikti? 

Mensyaratkan publikasi di LN bagi calon lulusan S-3, begitu pula dalam rangka kenaikan pangkat akademis dan sertifikasi, menurut saya betul-betul salah kaprah. Suatu gagasan yang lahir dari otak para birokrat yang tidak tahu realitas akademik, tetapi bikin susah orang lain. 

Namun, saya punya jalan keluar, jalan cemerlang! Begini! Katakanlah setiap tahun ada 300 calon lulusan S-3, ditambah 1.000 dosen yang mengurus rangka kenaikan pangkat/sertifikasi. Jadi, setiap tahun 1.300 makalah, 19.500 helai, perlu dipublikasi di LN. Nah, biar Dikti membuka perwakilan di Timor Leste. Di sana Dikti mendirikan 10 jurnal ilmiah saja (terbit 12 kali setahun, pembiayaan ditagih dari para penulis). Masalah pun terpecahkan. 

Solusi Timor Leste itu mempunyai tiga keuntungan: para calon doktor/dosen kita terjamin publikasinya di LN, Dikti bisa menaikkan pendapatan sekian karyawannya (mereka yang terlibat dalam produksi 10 jurnal itu), dan Indonesia memberi sumbangan kepada perekonomian Timor Leste. Cukup genial, bukan? 

Pertanyaan kedua
Jadi, surat edaran Pak Dirjen bisa saja dilaksanakan. Hanya, ada dua masalah. Pertama, siapa yang mau membaca ribuan makalah setiap bulan itu yang ditulis oleh mahasiswa yang belum lulus dan yang banyak akan lulus dengan nilai B atau C? Apa Dikti sendiri bisa mengecek 1.450.000 halaman makalah-makalah itu?
Namun, dan itu masalah kedua, kalau mahasiswa tahu bahwa makalahnya tidak mungkin dibaca dengan sungguh-sungguh, mereka tidak punya motivasi apa pun untuk menulis sesuatu yang bermutu. Jadi, mereka akan menulis ”sampah”. Dengan lain kata, surat edaran Dirjen Dikti ini adalah sarana mujarab untuk mengajak para calon akademisi kita untuk memproduksi sampah! 

Jadi, kebijakan Dikti justru bisa bikin celaka. Alih-alih mendorong mutu output ilmiah PT-PT kita, Dikti malah mengharuskan kebijakan yang hasilnya adalah menciptakan budaya asal-asalan, yang lebih buruk daripada yang ada sekarang: budaya asal tulis 10 halaman, budaya asal tulisan itu bisa ditampung di jurnal. 

Menurut saya, maaf, dalam hal ini Dikti salah besar, yakni mau meningkatkan mutu dengan paksaan dan ancaman. Bahkan, dengan cara yang—kalau mau dilaksanakan menurut maksud Pak Dirjen—mustahil terlaksana. Hal yang justru terlupakan: hanya ada satu dasar bagaimana mutu intelektual bisa mencuat, yakni motivasi di batin para dosen dan mahasiswa. Ironisnya, motivasi itu justru akan dibunuh dengan surat edaran baru itu. 

Masihkah ada harapan?
Sebenarnya masalah yang mendasari defisit naluri peneliti-ilmiah di kalangan mahasiswa (dan dosen) kita sudah sering diangkat, tetapi barangkali belum di Dikti: pola pendidikan kita, mulai dari SD, harus diubah. Dari pendekatan yang memperlakukan anak-anak sebagai obyek pasif yang kelakuannya dimanipulasi dan otaknya diisi oleh guru/sekolah/Kemdikbud ke pendekatan yang memandang anak (anak kecil!) sebagai subyek yang dihormati identitasnya. Oleh karena itu, perlu dirangsang semangatnya untuk ingin tahu, untuk mencari yang baru, berani bertanya, bertanya ”mengapa”, dan untuk berani mengemukakan pendapat sendiri.
Jadi, kreativitasnya dirangsang. Mereka yang melawan tren dipuji, perbedaan pendapat dihormati, bahkan dihargai oleh guru. Anak juga dirangsang belajar berdebat. Jadi, dari anak yang diharapkan manutan alias penurut menjadi anak yang percaya diri, terbuka, berani, dan kreatif. 

Itu tentu tidak mungkin dilaksanakan dalam satu tahun. Namun, Kemdikbud bisa berbuat sesuatu, misalnya semakin memperhatikan pendidikan karakter. Guru-guru memberi dorongan supaya berani membebaskan diri dari pola pendekatan ”menggurui”. 

Kunci perkembangan intelektual mahasiswa adalah para dosen. Merekalah yang menentukan suasana belajar. Maka, Dikti diharapkan memberi dukungan agar dosen dapat berkembang secara terbuka, intelektual, dan kreatif. Untuk itu, perlu segala ”kebijakan” yang berupa harassment, pelecehan, dihentikan. (Misalnya, pengecekan terhadap data untuk kenaikan pangkat/sertifikasi yang sudah kegila-gilaan sehingga portal Kopertis/Dikti kelebihan beban [overloaded]. Sampai-sampai karyawati kami dianjurkan mengunduh [men-download] gunung data itu pagi-pagi menjelang subuh). Segala kebijakan positif seperti sertifikasi (tetapi, ya, tanpa harassment tadi) perlu diteruskan. 

Pertanyaan saya, seorang pensiunan tua, kepada rekan-rekan di perguruan tinggi: berapa lama kita—perguruan tinggi di Indonesia—membiarkan diri dipermainkan oleh birokrat-birokrat yang wawasannya kadang-kadang berkesan beyond hope, melampaui harapan? 

Akan tetapi, tentu harapan masih ada, bahkan di Kemdikbud dan Ditjen Dikti. 

Franz Magnis-Suseno SJ Guru Besar Pensiunan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Minggu, 05 Februari 2012

DICARI: Solusi dari Mahasiswa dalam Mengatasi Masalah Rokok!!

“I’m more proud of quitting smoking than of anything else I’ve done in my life, including winning an Oscar.”
- Christine Lahti

Rokok masih memiliki daya tarik tersendiri bagi dunia... tak luput, menarik dunia kesehatan Indonesia. Menarik mereka untuk memutar otak bagaimana meratifikasi FCTC, bagaimana mengGOLkan RUU PDRTK, dan upaya-upaya baik lain yang banyak sekali ditentang berbagai kalangan.... bahkan ditentang oleh orang-orang yang ingin mereka selamatkan. Inilah kenyataan... Karena rokok sangat berkuasa di negara ini... 

sebagai mahasiswa yang agak aneh karena doyan membahas hal-hal seperti ini, saya akhirnya mencoba menggali bahan pembelajaran dari dua orang pakar kesehatan paru, yang juga saya kenal sebagai aktivis yang memperjuangkan penekanan efek buruk dari rokok. Berikut diskusi saya dengan kedua Guru yang saya sendiripun belum pernah bertatap muka secara langsung. (bagi yang membaca dan ingin share ide untuk mencari upaya-upaya solutif atas masalah rokok... monggo komen aja ya)

Assalamu'alaikum,,,Prof. Faisal Yunus dan Prof.Anwar Jusuf...sudahkah melihat video ini? saya bela-belain download walaupun sizenya besar prof.. dan ternyata setelah lihat, tantangan kita sangat besar... kita harus memperkuat gerakan juga. bagaimana Prof?

ayoo... pada tonton dulu videonya sebelum melanjutkan membaca:

Berikut diskusi yang terjadi:

  • Anwar Jusuf Franz, sudah saya lihat videonya. Buat saya bukan barang baru, memang amat berat yang harus kita kerjakan. Ini semua akibat ketidak mengertian rakyat dan pengambil keputusan tentang rokok. Karena itulah saya amat nyinyir tentang perlunya pengambil keputusan seharusnya berfihak kepada kesehatan. Tetapi para dokter/petugas kesehatan tak bisa bekerja sendiri. Harus bekerjasama dengan fihak nonkesehatan. Itu membutuhkan proses yang lama. mungkin pergantian generasi. Lagi2 saya nyinyir soal perlunya ISMKI mengajak teman2 mahasiswa ekonomi, budaya, pendidikan, pokoknya nonkedokteran utk membangun budaya tak merokok. Mulailah bergerak, Franz.

  • Franz Sinatra Yoga investasi terhadap generasi muda memang sangat butuh prof. Tapi waktu yang dibutuhkan juga cukup lama prof..IOMS kesehatan sudah menginisiasi prof, jadi ada lintas profesi kesehatan mulai bergerak.... smga langkah kami dikuatkan.

    Mengingat Undang-undang adalah regulasi strategis untuk rakyat yang pemahaman tentang rokoknya masih setengah2, menurut prof apakah bisa kita angkat kembali RUU pengendalian dampak rokok terhadap kesehatan?

    saya juga mau tanya prof, banyak sekali penolakan kendali terhadap rokok berasalan banyak rakyat/petani tembakau yang bergantung hidupnya disini, bagaimana menurut prof? pernahkan terpikirkan solusi akan hal ini? *mohon sharing pemikirannya prof... ^^

  • Anwar Jusuf Banyak pakar dan politisi yang dapat membantu kita. Masalah tenaga kerja, pajak dll memang bukan kita ahlinya. Karena itu memang butuh bantuan pakar2 lain, kita tak bisa sok mampu bekerja sendiri. Hubungi Ngabila Salama dan Ikhsan Johnson, mhs FKUI yang pernah meggelar temu muka dengan pakar tsb tahun ini di UI. Sekali lagi, jangan hanya profesi kesehatan. Pembuat kebijakan kebanyakan bukan dokter. Mereka bicaranya cuma duit.

  • Franz Sinatra Yoga setuju prof... bisa saya minta rekomendasi dari Prof tentang pakar dan utamanya politisi yg siap bantu?
    iya prof, ikhsan memang jadi perwakilan IMSKI yg fokus ke pengawalan isu rokok... sejujurnya, saya masih kesulitan untuk menyatukan dengan mahasiswa lintas fakultas. saya masih berusaha ini prof... hehehe

  • Faisal Yunus Saya sudah melihat video yang dikrimkan, memang suatu hal yang mengenaskan karena negara ita dijadikan ladang peruahaan asing untuk meracuni penduduk dan menikmati keuntungan tanpa mereka merasa bersalah. Ada beberapa faktor penyebab hal itu, pertama ketidak pedulian pemerintah tentang hal ini, bohong besar kalau mereka tidak tahu bahaya rokok, karena di negara maju hal ini sudah dibuktikan dan dilakukan pengendaliannya, tidak sah jauh-jauh lihat Singapura telah melakukan hal itu. Tidak yakin saya baik SBY, para menteri dan petinggi lainnya tidak tahu hal in. Tapi yang mereka lihat adalah keuntungan uang cukai rokk dan investasi pabrik rokok. 

    Kenapa ini bisa tejadi? Karena di Indonesia, pemeintah tidak embeikan iaya pengobatan untk rakyatnya, tidak speti di egara maju. Jadi kalau rakyat sakit, mereka engeluarkan iaya sendiri untk engobatannya bukan ditanggung oleh pemerintah. Jadi pemeintah berkatata " Gue dapat untung dari investasi pabrik rokok, dari cukai riokok, makin banyak yang eli rokok gue makin untung. Nah rakyat banyak, kalau kalian pada sakit, silahkan berobat dengan uang sendiri, bukan uang gue, emang gue pikirin?"

    Di egara maju, kalau rakyat sakit dibiayai oleh pemerinah, nah sakit akibat rokok biayanya besar bangat karena sakitnya berat dan lama serta obatnya mahal yaitu kaner paru an PPOK. Jadi mereka sudah berhitng, dibandingkan euntungan dari cukai rokok dan pajak pabrik ternyata biaya yang dihabiskan untuk mengobati penyakit akibat rokok yaitu kanker dan PPOK jauh lebih besar, maka tekor jadinya. Oleh sebab itu mereka mai-matian kampanye anti roko karna sudah tahu embiarkan rokok dihisap masyarakat lebih besar ruginya dari untungnya.

  • Faisal Yunus Sekarang apa yang bisa kita lakukan, 
    1. Memberi edukasi pada masyarakat, terutama anak sekolah, guru dan pemuka masyarakat. 
    2. Memaksa dalam tanda petik pemeintah dan anggota DPR mengesahkan undang-undang rokok adalah bahan adiktif. 
    3. Memaksa pemeintah memberlakukan beberapa peraturan yaitu, (A) Memasang gambar pada bungkus rokok (gambar kanker paru dsb). (B) Melarang iklan rokok dalam bentuk apapun. (C) Menaikkan ukai rokok 300% dari yang berlaku sekarang. (D) Melarang rokok di jual pada anak di bawah usia 18 tahun.

    Bagaimana caranya?
    1. Secara tetap dan erkesinambungan mengadakan ceramah dan pendidikan untuk awam, terutama di sekolah
    2. Menulis di koran, media massa, radio dan TV
    3. Menggalang erja sama dengan smua akademisi, LSM dan masyarakat peduli bahaya roko untuk berkampanye dan advokasi bahaya rokok pada pengambil kebijakan
    4. Mengajar masyarakat anti roko dan takut bahaya rokok untuk berani bilang "Jangan merokok di sini kepada perokok" di semua tempat, di endaraan umum, di fasilitas umum dan di mana saja
    Untuk itu kita harus terus berjuang bersama-sama!!



  • Franz Sinatra Yoga Prof. Faisal, masukan yg luar biasa Prof. Hal ini dpt jd masukan juga bagi stakeholders SJSN. SJSN bisa tekor misalkan pengendalian rokok ndak maksimal. Begitukah prof?

    Kalau dari PDPI sendiri, dlm satu tahun ke depan apa yg dilakukan prof?
    *trims sblmnya atas sharing dr prof.

  • Faisal Yunus Langkah PDPI yaitu advokasi pada pemerintah terutama Menkes untuk meningkatkan usaha agar undang-undang rokok bahan adiktif dan pemasangan gambar pada bungkus rokok bisa terlaksana. Kedua menggalakkan penelitian elihat dampak rokok dan prevalens perokok pada remaja dan anak sekolah, untuk dipakai meyakinkan pengambil kebijakan seberapa besar dampak rokok pada masyarakat.



    Anwar Jusuf
    Nasib petani tembakau, buruh pabrik rokok dan tenaga kerja lain yang terkait dengan industri dan perdagangan tembakau memang selalu dijadikan kilah untuk mempertahankan eksistensi produk yang satu ini. Ironisnya, isyu ini dinyanyikan dengan baik dalam paduan suara antara penjabat, pengusaha dan tenaga kerja yang tak mau faham dan peduli kepada kesehatan. Buat mereka, sakit adalah "urusan nanti" dan bukan concern mereka. Dokter, dokter gigi, mahasiswa kedokteran/kedokteran gigi, perawat, mahasiswa keperawatan, baik sebagai individu mau pun melalui organisasi (IDI, PDGI, ISMKI dll, mohon maaf kepada yang belum tersebut) memang tak akan mampu mencari solusi utk hal2 yang diisyukan itu. Yang seharusnya mencari solusi utk masalah pertanian, ya mustinya pakar pertanian. Yang seharusnya mencari solusi utk masalah tenaga kerja ya mustinya pakar ketenagakerjaan. Yang seharusnya mencari solusi utk masalah perdagangan ya mustinya pakar perdagangan. Begitu juga masalah budaya, pendidikan, olah raga dll harusnya adalah pakar di bidangnya. Tetapi yang mau mencari solusi ialah orang/kelompok yang mengerti dan peduli akan hubungannya dengan kesehatan yang menjadi korban rokok/tembakau. Harus ada pengusaha yang mengerti dan peduli, harus ada guru2 yang mengerti dan peduli, harus ada seniman yang mengerti dan peduli, harus ada menteri yang mengerti dan peduli, pengacara yang mengerti dan peduli kepada kesehatan, bukan hanya uang. Harus ada mahasiswa yang mengerti dan peduli akan masalah ini. Bukan hanya mahasiswa kedokteran, tapi juga mahasiswa kedokteran gigi, keperawatan, ekonomi, hukum, pertanian, pendidikan, ilmu politik dan sosial, psikologi, komunikasi, jurnalistik, senirupa, grafik dan animasi, hubungan masyarakat, hubungan internasional, ilmu ketatanegaraan dan ilmu pemerintahan dst, dsb. ISMKI harus jadi "whistle blower", penganjur, pemersatu, pemimpin dalam perubahan di bidang ini. ISMKI harus mampu membuat semua fihak faham, peduli dan prihatin akan akibat buruk tembakau kepada kesehatan dan memberi inspirasi kepada semua fihak agar memikirkan, mencari dan menciptakan solusi di bidang masing2 terkait isyu keshatan yang dipengaruhinya. ISMKI tidak dapat bekerja sendiri. Kalau hanya mengurusi isyu kesehatan saja, maka ISMKI hanya akan jadi organisasi yang nyinyir, isinya mahasiswa yang nyinyir, paling-paling menghasilkan doktet yang nyinyir, ... seperti saya.

    Sekarang, apakah peran kamu sebagai mahasiswa kedokteran dalam mencegah dampak buruk yang ditimbulkan rokok????
    Apa? jangan salahkan siapa-siapa dulu, jangan berkilah dulu dengan membawa-bawa bagaimana dengan nasib petani tembakau

    Bukankah kita mahasiswa dituntut kreatif 
    dalam memecahkan permasalahan??
    kalau iya... mari buktikan. Saran-saran dari kedua Professor diatas dapat kita jadikan bahan acuan. Talk Less, DO MORE!!

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by phii | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code