Kamis, 05 April 2012

Modul Pribadi Koass Radiologi #Hidrosefalus dan Pelebaran ventrikel otak

Ketika memasuki stase radiologi, kita akan sering menjumpai CT Scan kepala dengan pelebaran ventrikel. anda masih ingat apa itu ventrikel? kalau belum cek postingan saya yang lain:  . Ketika menemui foto dengan pelebaran ventrikel, Pertanyaan bodoh yang harus kita katakan tentu saja, "kondisi apakah yang menyebabkan pelebaran ventrikel??". Postingan saya kali ini berangkat dari pertanyaan ini.


Apa itu hidrosefalus?
Hidrosefalus adalah suatu keadaan dimana terjadi penambahan volume dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruangan sub arakhnoid. Keadaan ini disebabkan:
1. produksi cairan serebrospinal yang berlebihan.
2. obstruksi jalur cairan cerebrospinal 
3. gangguan absorpsi cairan serebrospinal. 


Apa saja klasifikasi hidrosefalus?
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu:
 I. Anatomis
      A. Hidrosefalus tipe obstruksi/non komunikans
Hidrosefalus nonkomunikans/hidrosefalus obstruktif merupakan masalah bedah saraf pediatrik yang paling sering ditemukan dan biasanya mulai timbul segera setelah lahir, hidrosefalus obstruktif biasanya disebabkan oleh kelainan kongenital.
      B. Hidrosefalus tipe komunikans
Hidrosefalus komunikans dimana aliran cairan dari sistem ventrikel ke ruang sub arakhnoid tidak mengalami sumbatan, biasanya terjadi karena lebih banyak produksi CSS dibanding direabsorpsi.

II. Etiologinya
     A. Tipe obstruktif
    Kongenital

    1.1 Stenosis akuaduktus serebri
    1.2 Sindroma Dandy-Walker (atresia foramen Megendie dan Luschka)
    1.3 Malformasi Arnold-Chiari
    1.4 Aneurisma vena Galeni
    Didapat
    2.1 Stenois akuaduktus serebri (setelah infeksi atau perdarahan)
    2.2 Herniasi tentorial akibat tumor supratentorial
    2.3 Hematoma intraventrikular
    2.4 Tumor :
                     -  Ventrikel
                     - Regio vinialis
                     - Fossa posterior
    2.5 Abses/granuloma
    2.6 Kista arakhnoid
    B. Tipe komunikans
    Penebalan leptomeningens dan/atau granulasi arakhnoid akibat:

    1.1 Infeksi
                    - Mikobakterium TBC
                    - Kuman piogenik
                    - Jamur; cryptococcus neoformans, coccidioides immitis.
    1.2 Perdarahan subarakhnoid:
                    - Spontan seperti pada aneurisma dan malformasi arteriol
                    - Venus
                    - Trauma
                    - Post operatif
     1.3 Meningitis karsinomatosa
     Peningkatan viskositas CSS, seperti:
Kadar protein yang tinggi seperti pada perdarahan subarakhnoid, tumor kauda ekuina, tumor intrakranial  neurofibroma akustik, hemangioblastoma serebelum dan medulla spinalis, neurosifilis, sindrom Guillain-    Barre.
    Produksi CSS yang berlebihan:
    Papiloma pleksus khoroideus.

Referensi tambahan (+): Berdasarkan Klasifikasi Hidrosefalus menurut Etiologinya, Hidrosefalus Kongenital termasuk tipe obstruktif, yaitu Stenosis Akuaduktus Serebri, Malformasi Dandy Walker, dan Malformasi Arnold Chiari (Tipe II).

Bagaimana patofisiologi hidrosefalus?
Pada prinsipnya hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidak seimbangan antara produksi, obstruksi dan absorpsi dari CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut adalah:
1. Disgenesis serebri
46% hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan yang terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Kelainan ini menyebabkan obliterasi sisterna-sisterna fossa posterior dan mengganggu saluran ventrikel IV. Berbagai malformasi serebral akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan pertumbuhan hemisferium serebri.

2. Produksi CSS yang berlebihan
Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab tersering adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat disembuhkan.

3. Obstruksi aliran CSS
Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis, di mana pada kedua proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel IV. Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang mengakibatkan hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat menekan dari arah belakang yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat menimbulkan obstruksi secara intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan dengan pulsasi arteri yang bersangkutan.
4. Absorpsi CSS berkurang
Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi CSS, selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan kejadian tersebut adalah:
- Post meningitis
- Post perdarahan subarakhnoid
- Kadar protein CSS yang sangat tinggi
5. Akibat atrofi serebri
Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi tersebut.

biasanya regio mana saja yang sering terjadi obstruksi aliran CSS?
1. Foramen Interventrikularis Monroe
Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran ventrikel lateralis ipsilateral.

2. Akuaduktus Serebri (Sylvius)
Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua ventrikel lateralis dan ventrikel III.

3. Ventrikel IV
Sumbatan pad aventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua ventrikel lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri.

4. Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis Luschka
Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada kedua ventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel IV. Keadaan ini dikenal sebagai sindrom Dandy-Walker.

5. Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan mesensefalon
Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari seluruh sistem ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat mesensefalon maka pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika obstruksi terjadi di tempat lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan CSS di sekitar batang otak akan menekan ventrikel otak dari luar.

Bagaimana cara mendiagnosis Hidrosefalus??
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik:

Gejala yang menonjol pada hidrosefalus adalah bertambah besarnya ukuran lingkar kepala anak dibanding ukuran normal. Di mana ukuran lingkar kepala terus bertambah besar, sutura-sutura melebar demikian juga fontanela mayor dan minor melebar dan menonjol atau tegang. Beberapa penderita hidrosefalus kongenital dengan ukuran kepala yang besar saat dilahirkan sehingga sering mempersulit proses persalinan, bahkan beberapa kasus memerlukan operasi seksio sesaria. Tetapi sebagian besar anak-anak dengan hidrosefalus tipe ini dilahirkan dengan ukuran kepala yang normal. Baru pada saat perkembangan secara cepat terjadi perubahan proporsi ukuran kepalanya. Akibat penonjolan lobus frontalis, bentuk kepala cenderung menjadi brakhisefalik, kecuali pada sindrom Dandy-Walker di mana kepala cenderung berbentuk dolikhosefalik, karena desakan dari lobus oksipitalis akibat pembesaran fossa posterior. Sering dijumpai adanya “Setting Sun Appearance / Sign”, yaitu adanya retraksi dari kelopak mata dan sklera menonjol keluar karena adanya penekanan ke depan bawah dari isi ruang orbita, serta gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola mata nampak seperti matahari terbenam.

Kulit kepala tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena subkutan. Pada perkusi kepala anak akan terdengar suara “cracked pot”, berupa seperti suara kaca retak. Selain itu juga dijumpai gejala-gejala lain seperti gangguan tingkat kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental, kegagalan untuk tumbuh secara optimal. Pada pasien-pasien tipe ini biasanya tidak dijumpai adanya papil edema, tapi pada tahap akhir diskus optikus tampak pucat dan penglihatan kabur. Secara pelan sikap tubuh anak menjadi fleksi pada lengan dan fleksi atau ekstensi pada tungkai. Gerakan anak menjadi lemah, dan kadang-kadang lengan jadi gemetar.

2. Pemeriksaan penunjang. Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan radiologi diagnostik salah satunya CT Scan Kepala.

(Bayi normal dan dengan hidrosefalus)






 

 --------gambaran otaknya---------------->





---------gambaran CT Scan kepala -------->









                                                                 



 (pada dasarnya gambaran pembesarn ventrikel pada bayi dan orang dewasa sama, 
pembesaran ventrikel ditegakkan apabila lebarnya lebih dari 7 mm)

Bagaimana metode penyembuhannya?
1. Terapi medikamentosa
Obat-obatan yang sering dipakai untuk terapi ini adalah:
- Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis: Per oral, 2-3 x 125 mg/hari. Dosis ini dapat ditingkatkan maksimal 1.200 mg/hari.
- Furosemid
Cara pemberian dan dosis: Per oral 1,2 mg/kg BB 1x/hari atau injeksi IV 0,6 mg/kg BB/hati.
Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien diprogramkan untuk operasi.

2. Terapi pintas / “Shunting”
Ada 2 macam:
EksternalCSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
Internala. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain
- Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-Kjeldsen)
- Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior

- Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
- Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
- Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum.

b. “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Bagaimana melakukan Shunting?
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monroe.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak proksimal dengan tipe bola atau diafragma (Hakim, Pudenz, Pitz, Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz). Katup akan membuka pada tekanan yang berkisar antara 5-150 mm, H2O.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium kanan jantung melalui v. jugularis interna (dengan thorax x-ray  ujung distal setinggi 6/7).
5. Ventriculo-Peritneal Shunt
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi yang sering terjadi pada shunting: infeksi, hematom subdural, obstruksi, keadaan CSS yang rendah, ascites akibat CSS, kraniosinostosis.
Gambar 8 dikutip dari kepustakaan 9

Apa saja diagnosis banding hidrosefalus?
Hidrosefalus perlu dibedakan dengan beberapa keadaan yang menunjukkan pembesaran tidak normal dari kepala ataupun dengan keadaan lainnya pada bayi seperti:
1. Megalencephaly: mirip seperti hidrosefalus tetapi pada megalencephaly tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan terdapat kelainan mental yang berat.
2. Efusi subdural khronis: pada kelainan ini terjadi pembesaran kepala, tetapi pada hidrosefalus perluasan skull lebih sering terjadi pada daerah parietal dari pada frontal. Pada efusi subdural khronis transiluminasi positif di daerah frontoparietal tetapi negatif pada hidrosefalus.
3. Pelebaran ventrikel sebagai akibat atrofi serebral: kelainan sering pada penyakit degenerasi dan metabolik.

Kalau sudah diterapi, apakah pasti sembuh?
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata).


DAFTAR PUSTAKA
1. Chin LS, Aldrich EF, Dipatri AJ, Eisenberg HM, Hydrocephalus in Sabiston Textbook of Surgery, 17th Edition, Elseiver. Saunders, 2004. halaman 2135-2176.
2. Golden JA, Bonnemann CG, Hydrocephalus in Textbook of Clinical Neurology, Sauders, 2004, Halaman 553-556.
3. Saanin, S, Hydrosefalus, Available at File: //G:\Hidrosefalus, html accessed in February 2006.
4. Sri M, Sunaka M, Kari K, Hidrosefalus, Available at www.emedicine.com, accessed on February 2006.
5. Price SA, Wilson LM, Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1994. hal. 915-6.
6. Satyanegara, Hidrosefalus dalam Ilmu bedah Saraf, Edisi Ketiga, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998. Hal. 273-281.
7. Stranding S, Ventricular System and Cerebrospinal Fluid, in Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice, thirty nine edition, Churchill Livingstone, New York, 2005. Page 287-94.
8. Putz. R, Pabts. R, Sobbtta-Atlas Anatomi Manusia, Bagian 1, edisi 20, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997, Halaman 296-298.
9. Pendiagnosaan Hidrosefalus di Kalangan Pesakit Muda dan Pertengahan Umur, Available at www.yahoo.com, accessed February 2006.
10. Widmaier EP, Raff H, Strang KT, Structure of Nervous System, in Human Physiology The Mechanism of Body Function, ninth edition, MC Graw Hill, New York, 2003. page: 189-190, 199.
11. Guyton AC, Hall JE, Cerebral Blood Flow; the cerebrospinal Fluid; and Brain Metabolism in Medical Physiology, tenth edition, WB Saunders Company, Philadelphia, 1997. page 711-3.
12. Marieb EN, Central Nervous System, in Essentials of Human Anatomy & Physyology, Seventh Edition, The Benjamin Cummings Publishing Company, Inc, California, 2003. page 222-3.
13. Victor, M, Ropper, AH, Disturbances of Cerebrospinal Fluid and Its Circulation in Adams & Victors Principles of Neurology, 7th Edition, Mc Graw Hill, 2001, 650-663.
14. Sjamsuhidajat. R, Jong WD, Hidrosefalus in Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2004. halaman 808-811.
15. Shunt for Hydrocephalus, available at www.yoursurgery.com, accessed on January 24, 2006.
16. Hidrosefalus Buat Kepala Bayi Membesar, available at file: //G:\ Berita Terkini. Php. Htm, accessed February 2006.
 sumber: http://ilmubedah.info/hidrochepalus-20110207.html

Modul Pribadi Koass Radiologi # Istilah-istilah dan penjelasan teknik radiologi diagnostik

Pada awal stase radiologi, salah satu kesulitan yang saya alami terkait terminologi. Banyak terminologi yang terkenal di radiologi tapi masih sangat asing ditelinga kita sebagai koass baru, berikut saya copy materi dari salah satu sumber dan cukup membantu memecahkan masalah bila teman-teman memiliki kesulitan serupa dengan yang saya alami.

JENIS-JENIS RADIODIAGNOSTIK
1. Radiografi Konvensional
Sinar X merupakan bagian dari spektrum elektomagnetik, dipancarkan akibat pengeboman anoda wolfram oleh-oleh elektron-elektron bebas dari suatu katoda. Film polos dihasilkan oleh pergerakan elektron-elektron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film radiografik.

Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi, menyebabkan pajanan pada film paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna putih. Udara paling sedikit mnyerap radiasi, menyebabkan pajanan pada film maksimal, sehingga film tampak berwarna hitam. Diantara kedua keadaan ekstrem ini, penyerapan jaringan sangat berbeda-beda menghasilkan citra dalam skala abu-abu (grey scale). Film polos bermanfaat untuk: Dada, abdomen, sistem tulang: trauma, tulang belakang, sendi, penyakit degeneratif, metabolik dan metatstatik.

Terminologi yang digunakan dalam Radiografi Sinar X :

a. Hiperradiolusen : udara bebas

b. Radiolusen : Paru normal, lemak

c. Intermediate : Soft tissue/ cairan, jantung,hepar, gnjal, ascites, urine, darah, dsb.

d. Radiopak : Ca-density / Bone density, tulang perkapuran.

e. Hyperradiopak : Metal density, logam

Contoh gambar Foto X- Ray :
Radiologi1

2. CT Scan
Pemeriksaan dengan menggunakan CT Scan dapat mendeteksi kelainan – kelainan seperti perdarahan otak, tumor otak, kelainan – kelainan tulang, kelainan di rongga dada & rongga perut dan khususnya mendeteksi kelainan pembuluh darah jantung (koroner) dan pembuluh darah umumnya (seperti penyempitan pembuluh darah ginjal, dll) Lama pemeriksaan mulai dari beberapa detik sampai 2 jam.

CT Scan menggunakan sinar X tetapi saat ekspos sinar tidak langsung mngenai film tetapi ditangkap oleh detektor diteruskan ke komputer monitor lalu ke printer. Ukuran gambar (piksel) yang didapat pada CT Scan adalah Radiodensitas ukuran tersebut menggunakan skala Houndsfield Unit (HU). HU sendiri adalah pengukuran densitas jaringan.
Jaringan HU Warna

Udara

Lemak

LCS

Otak

Darah

Tulang

-1000

-100

0

30

+100

+1000

Hitam ↓↓↓

Hitam ↓↓

Hitam ↓

Abu-abu (-)

Putih ↑↑

Putih ↑↑↑

Terminologi yang digunakan :

a. Isodens : Jaringan Otak Normal

b. Hipodens : Abses otak, infark

c. Hiperdens : perdarahan Otak

3. MRI (Magnetik Resonansi Imaging)
MRI atau Magnetic Resonance Imaging menggunakan medan magnit dan frekuensi radio, jadi tidak mengionisasi jaringan, tidak ada efek biologik. Memakai istilah isointens, hipointens, hiperintens, kekuatan magnit disebut dengan satuan TESLA (1 Tesla= 10.000 Gauss). MRI adalah suatu alat diagnostik teknologi tinggi yang digunakan untuk membuat visualisasi dari penampang tubuh manusia.

Pemeriksaan MRI memakai prinsip magnetik, tidak menggunakan sinar X (tidak ada radiasi). Melalui pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan – kelainan saraf & jaringan lunak seperti pada keluhan: sakit/nyeri kepala, sakit daerah punggung, pinggang, nyeri/bengkak daerah persendian, kelainan payudara, kelainan pembuluh darah, kelainan pada abdomen (perut), dll. Lama pemeriksaan 20 menit – 1.5 jam.

MRI memberikan hasil yang diperlukan oleh dokter untuk menegakkan diagnosa atas penyakit yang diderita oleh pasien dan juga menentukan rencana pengobatan yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita oleh pasien.
a. Keuntungan menggunakan MRI :

- Tidak menggunakan sinar X,

- Tidak Merusak Kesehatan pada penggunaan

   yang tepat,

- Banyak pemeriksaan tanpa memerlukan zat

   kontras,

- Detail anatomis yang sangat baik terutama

   pada jaringan lunak,

- Dapat memperlihatkan pembuluh darah

  tanpa kontras : Magnetic resonansi

  angiography (MRA).

b. Kerugian menggunakan MRI

- Biaya operasional mahal,

- Citra yang kurang baik pada lapangan paru,

- MRI lebih sulit ditoleransi dengan waktu

   pemeriksaan yang lebih lama

  dibandingkan CT scan,

- Kontra indikasi pada pasien yang

  mengunakan pacemaker, benda asing logam

  pada mata dan penggunaan protesa logam.



4. USG (Ultrasonografi)
Pemeriksaan menggunakan gelombang suara/ultrasound untuk mendeteksi kelainan – kelainan di organ perut (hati, kandung empedu, limpa, ginjal, dll), payudara, kandungan, kehamilan, pembuluh darah, dll. Khususnya pada kehamilan, USG 3D/4D dapat melihat rupa janin seperti sebuah foto dan dapat melihat gerakan bayi yang dapat direkam dalam CD. Untuk payudara, USG biasanya dipakai untuk skrinning benjolan/keluhan pada wanita – wanita usia < 35 tahun atau sebagai pemeriksaan pelengkap dan atau lanjutan setelah dilakukan mammografi pada wanita usia > 35 tahun.
Contoh Foto USG pada ginjal (tanda panah : batu ginjal)
USG
Terminology yang sering dijumpai pada ultrasonografi antara lain:

· Isoechoic atau normoechoic, misalnya untuk

  hepar, lien, atau ginjal yang normal.

· Hypoechoic atau echopoor atau echoluscent,

  misalnya abses hepar dan tumor uterus.

· Hyperechoic atau echorich atau echodens,

  misalnya batu ginjal dan adanya kalsifikasi di

  suatu jaringan.

· Unechoic atau echofree (hitam), misalnya

  urine, ascites dan darah.

Pemeriksaan ultrasonografi biasanya ditujukan untuk kepala bayi, tiroid, mammae, jantung, organ abdomen, kebidanan dan kandungan serta pada tulang.
5. Media Kontras
Media kontras merupakan zat yang membantu visualisasi beberapa struktur selama melakukan beberapa teknik pemeriksaan radiodiagnostik, bekerja berdasarkan prinsip penyerapan sinar X, sehingga mencegah pengiriman sinar tersebut pada pasien. Zat kontras yang paling sering digunakan adalah barium sulfat yang dapat memperlihatkan bentuk saluran pencernaan dan sediaan iodine organic yang banyak digunakan secara intravena pada CT untuk memperjelas gambaran vaskuler dan berbagai organ. Agen-agen kontras juga dapat digunakan pada lokasi tertentu, misalnya:
BNO kontrast.png

· Arteriografi pada sistem arterial

· Venografi pada sistem vena

· Mielografi pada teka spinalis

· Kolangiografi pada sistem bilier

· Artrografi pada persendian

· Histerosalpingografi pada uterus dan

· Sialografi pada kelenjar saliva.


ANATOMI OTAK CT–SCAN / MRI (MAGNETIK RESONANSI IMAGING)
1. Potongan Sagital Otak MRI:
AnaOtak sagital1.png AnaOtak sagital2
2. Potongan Coronal Otak MRI
AnOtak coronal1 Anotak coronal2
3. Potongan Axial Otak MRI
AnOtak Axial1 AnOtak Axial2

Keterangan gambar:

1. Sinus Sagital sup.

3. Lobus Frontal

4. Lobus Parietal

13. Ventrikel Lateral

16. Corpus Callosum

17. A. Serebri Media

20. Foramen Monro

22. Ventrikel III

23. Sinus Frontal

31. Aqueduct Serebri

43. Arteri Basiler

44. Ventrikel IV

45. Cerebellum

48. Pons

50. Sinus Sphenoid

52. Medulla

55. Sinus Sigmoid

63. Lidah

67. Fornix

72. Thalamus

73. A. Meningeal


HASIL FOTO CT SCAN DAN MRI

CT scan dan MRI normal

Gambaran hasil foto ct-Scan normal yang memperlihatkan perbedaan densitas (udara, lemak, soft tissue dan tulang)
MRI

Hasil foto Kepala normal MRI dengan menggunakan Proton Density (PD), T1-weighted, T2 dan MRA
CT dan MRI kontras

Hasil foto ct- scan dan MRI tanpa kontras (-) dan dengan menggunakan kontrast (+) pada tumor kepala
 AVM MRI


Aneurisma.MRI
Hasil foto MRA pada kelaianan pembuluh darah “arteriouvenous malformation”  dan MRA Aneurisma
CT scan dan MRI pd pasien sama

Perbedaan hasil foto Ct scan dan MRI pada pasien yang samaLesi pd hipokampus

Gambar Kiri: CT-Scan memperlihatkan beberapa Metastase dan gambar Kanan: Gambar MRI memperlihatkan Lesi pada Hipokampus

GAMBARAN UMUM STROKE
1. Defenisi
Menurut Who Monica (Monitoring Trends and Determinants in Cardiovascular Disease Project stroke adalah manifestasi kllinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain dari pada gangguan vaskuler.
2. Klasifikasi
Menurut Neurological Institute, stroke dibagi atas etiologi:
a. Stroke Iskemik atau Infark (Non Hemorrahagic Stroke) karena :

- Trombosis

- Emboli

b. Stroke Perdarahan (Hemorrhagic Stroke) yang terdiri dari:

- Perdarahan Intraserebral

- Perdarahan Sub Arachnoid

3. Vaskularisasi Otak
Otak tidak mempunyai cadangan energi, sehinga kebutuhan energi otak sangat ditentukan oleh suplai energi lewat aliran darah sistemik. Suplai darah pada otak lewat sepasang arteri karotis interna dan vertebralis, yang membentuk sistem sirkulus willisi di dasar otak.
4. Patofisiologi
Pada stroke iskemik berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur pendukungnya, sedangkan pada stroke hemoragik gejala-gejala klinik yang timbul semata- mata karena kerusakan sel akibat proses hemolisis darah yang keluar dari pembuluh darah otak yang pecah merembes ke massa otak sekitarnya.
GAMBARAN CT SCAN KEPALA PENDERITA STROKE ISKEMIK / INFARK.
 Stroke infark1.png
Pada beberapa kasus, bisa ditemukan area otak tidak menunjukkan abnormalitas pada beberapa jam awal stroke, kemungkinan region yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan dengan menggunakan CT Scan atau karena bagian dari otak (brainstem, cerebellum) dengan menggunakan CT Scan tidak menunjukkan bayangan yang jelas. CT Scan menunjukkan nilai positif pada stroke iskemik pada beberapa pasien dengan serangan stroke sedang sampai dengan berat setelah 2-7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda iskemik sulit didapatkan pada 3-6 jam kejadian. Tanda-tanda infark pada CT Scan yaitu terdapat area hypodens focal, pada cortical, sub cortical, Attenuasi daerah infark berkurang (10-25 HU).

GAMBARAN CT- SCAN HAEMORAGIK STROKE
Haemoragik stroke.png Haemoragik sub arachnoid.png
Gambaran Ct Scan yang tipikal pada Perdarahan Intra serebral memperlihatkan suatu area bulat, oval atau tidak teratur tergantung lokasi dan ukurannya, batas tegas dengan peningkatan attennuasi (35-80 HU). Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai lebih 500 mm persegi. Haemoragik memperlihatkan bayangan hyperdens pada gray / white matter. Pada perdarahan Sub Arachnoid Ct Scan memperlihatkan gumpalan atau lapisan darah tipis yang hyperdens juga terlihat pada sulci hemisfer.


CONTOH KASUS:

Nama : Mr XX

Umur : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Makassar

Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra susp. NHS
Hasil Foto CT – Scan:

- Tampak Hipodens pada ganglia basalis kanan

- Sulci dan Gyrus dalam batas Normal

- Tidak Tampak midline shift

- Sistem Ventrikel dan subarachnoid dalam

   batas normal

- Kalsifikasi fisiologis pada pineal body dan

  pleksus choroideus

- Tulang-tulang yang terscan intak

KESAN :
- Infark Serebri Dextra,
RENCANA INTERVENSI FISIOTERAPI

Penekanannya adalah pada contributing factor (impairment) yang mengakibatkan terjadinya gangguan aktivitas fungsional dalam list of problem.

Dibuat tujuan intervensi fisioterapi yang meliputi tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.

Harus terukur/measurable sehingga dapat dievaluasi, achievable dan realistis serta secara fungsional sangat berarti bagi pasien/klien harus disertai:

Cara pencapaian tujuan

Alokasi waktu pencapaian

Kondisi-kondisi seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat dicapai

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Radiodiagnostik merupakan pemeriksaan yang sangat menunjang untuk menegakkan diagnostik suatu penyakit termasuk profesi Fisioterapi dan bisa digunakan untuk mengetahui suatu kondisi apakah sesuai dengan modalitas yang digunakan.
2. Pengetahuan ilmu Radiodiagnostik terutama yang berhubungan erat dengan kondisi-kondisi yang ditangani Fisioterapi sebaiknya semakin ditingkatkan.

Literatur:

1. Sjahrial Rasad.2008. Radiologi Diagnostik.

    Edisi dua

2. Pradip R.Patel .2002Lecture notes

    Radiologi . Edisi kedua Penerbit erlangga

3. Madyawati,2009.Kesesuaian Diagnosis

    Berdasarkan Skor Klinik Dengan Gambaran

    CT-Scan Kepala Penderita Stroke.FK-

    UNHAS.

4. Asriyani Sri,dkk.2009. Radiologi. Bahan

    Kuliah S1 Fisioterapi FK Unhas. Makassar

5. Setiawan,2008. Pemeriksaan Fisioterapi

    pada Kondisi Neuromuscular. Prodi

    Fisioterapi FK-UNHAS. Makassar.

6. Sunardi. CT –Scan dan MRI pada Sistim

    Neurologis. http://www.scribd.com

7. http://www.radiologyinfo.org

8. http://www.prep4usmle.com

9. http://www.radiology.co.uk

 

sumber: http://ishakphysio.blogspot.com/2010/10/radiology-for-physiotherapy.html

Rabu, 04 April 2012

Modul Pribadi Koass Radiologi #Penyakit Hirsprung

Kemaren saya dpt kasus colon hirsprung pas lagi stase radiologi, agak bingung juga karena dah lupa ama penyakit anak-anak. Ternyata setelah saya anamnesis ibu pasien dan cari-cari penjelasan di google, banyak kesamaan bahwa pada awalnya pasien menemui praktisi kesehatan (yg di daerah perifer) dan hanya disuruh ibuny untuk meningkatkan kualitas ASInya agar banyak serat dengan makan sayur-sayuran. Nah, perlu diingat, bisa jadi konstipasi pada bayi yg kita temuai adalah penyakit hirsprung.
  • Apa yang dimaksud dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Mega kolon/penyakit hisprung adalah suatu penyakit yang terjadi karena adanya permasalahan pada persyarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar dan menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali.
  • Gejala-gejala apa saja yang terjadi pada pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Gejala-gejala yang terjadi pada pasien mega kolon/penyakit hisprung antara lain:
    • Pada bayi yang baru lahir tidak dapat mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir)
    • Tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, perut menggembung, muntah
    • Diare encer (pada bayi baru lahir)
    • Berat badan tidak bertambah
    • Malabsorpsi
  • Apa penyebab dari terjadinya mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Beberapa penyebab mega kolon/penyakit hisprung antara lain:
    • Keturunan, karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir
    • Faktor lingkungan
    • Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian rectosigmoid kolon
    • Ketidak mampuan sfingter rectum berelaksasi
  • Bagaimana patofisiologi dari mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Patofisiologi dari mega kolon/penyakit hisprung adalah:
  • Manifestasi klinis apa yang terjadi pada bayi dan anak-anak dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Manifestasi klinis pada bayi dan anak-anak antara lain:
    • Konstipasi
    • Diare berulang
    • Tinja seperti pipa, berbau busuk
    • Distensi abdomen
    • Gagal tumbuh
  • Diagnosis atau masalah keperawatan apa yang terjadi pada anak dengan mega kolon/penyakit hisprung prapembedahan?
    Jawaban:
    Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan mega kolon/penyakit hisprung prapembedahan antara lain:
    • Konstipasi
    • Kurang volume cairan dan elektrolit
    • Gangguan kebutuhan nutrisi
    • Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
  • Pemeriksaan apa saja yang biasa dilakukan pada pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung antara lain:
    • Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja)
    • Barium enema
    • Manometri anus (pengukuran tekana sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam rektum)
    • Biopsi rectum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf)
  • Jelaskan penatalaksanaan pada pasien mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Penatalaksanaan pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung antara lain:
    • Pembedahan:
      Pembedahan pada mega kolon/penyakit hisprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).
    • Konservatif
      Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
    • Tindakan bedah sementara
      Hal ini dilakukan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang terlambst didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
  • Perawatan apa yang dilakukan pada pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Perawatan yang dilakukan pada pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung antara lain:
    • Pada kasus stabil, penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi diet dan wujud feses adalah efektif
    • Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam mega kolon toksik. Obat ini tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba anorectal dan nasogastrik.
  • Apa tujuan dilakukannya pemeriksaan biopsi rectal pada pasien mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Pemeriksaan biopsi rectal digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
  • Hasil apa yang didapatkan dari pemeriksaan radiologi pada pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Hasil yang didapatkan pada pemeriksaan radiologi adalah:
    • Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan dilatasi kolon proksimal
    • Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi, diagnosa penyakit mega kolon/penyakit hisprung ditegakkan dengan melihat perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
  • Jelaskan tiga prosedur yang dilakukan dalam penatalaksanaan pembedahan pasien mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Tiga prosedur dalam pembedahan diantaranya:
    • Prosedur duhamel
      Dengan cara penarikan kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik
    • Prosedur swenson
      Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior
    • Prosedur soave
      Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
  • Apa penyebab penyakit mega kolon/penyakit hisprung yang terjadi pada orang dewasa?
    Jawaban:
    Mega kolon/penykit hisprung pada orang dewasa bisa disebabkan oleh
    • Mengambil obat-obat tertentu
    • Fungsi tiroid yang abnormal
    • Diabetes mellitus
  • Komplikasi apa yang bisa terjadi pada pasien dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Enterokolitis merupakan komplikasi parah penyakit mega kolon/penyakit hisprung dengan angka mortalitas tinggi
  • Rencana tindakan apa saja yang diberikan pada setiap kemungkinan diagnosa yang ditegakkan pada prapembedahan pasien mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Rencana tindakan yang diberikan berdasarkan diagnosanya antara lain:
    • Konstipasi
      Tindakannya:
      • Monitor terhadap fungsi usus dan karakteristik feses
      • Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontraindikasi lain
      • Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan
    • Kurang volume cairan dan elektrolit
      Tindakannya:
      • Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh
      • Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan
      • Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi
    • Gangguan kebutuhan nutrisi
      Tindakannya:
      • Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit, asupan
      • Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkinkan
      • Timbang berat badan setiap hari
      • Lakukan pemberian nutrisi dengan tinggi kalori, dan tinggi protein
  • Diagnosis apa yang bisa ditegakkan pada pasien pasca pembedahan dengan mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Diagnosa yang dapat ditegakkan pasca pembedahan antara lain:
    • Nyeri
    • Risiko infeksi
    • Risiko komplikasi pasca pembedahan
  • Apa tujuan pemeriksaan manometri anorectal pada pasien mega kolon/penyakit hisprung?
    Jawaban:
    Pemeriksaan manometri anorectal digunakan untuk mencatat respon refluks sfingter internal dan eksternal
  • Mengapa nyeri bisa terjadi pada pasca pembedahan pasien mega kolon/hisprung?
    Jawaban:
    Nyeri bisa terjadi pada pasca pembedahan dikarenakan efek dari insisi, hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya tanda nyeri seperti ekspresi perasaan nyeri, perubahan tanda vital, pembatasan aktivitas.
  • Apa yang harus dilakukan apabila mega kolon/hisprung terjadi pada bayi yang berumur 6-12 bulan?
    Jawaban:
    Bila umur bayi antar 6-12 bulan, dilakukan dengan cara memotong usus aganglionik dan menganastomisikan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus.
  • Apa yang dimaksud dengan mega kolon/penyakit hisprung segmen panjang dan mega kolon/penyakit hisprung segmen pendek?
    Jawaban:
    Yang dimaksud dengan mega kolon/penyakit hisprung segmen panjang apabila segmen aganglionosis melebihi sigmoid sampai seluruh kolon.
    Sedangkan yang dimaksud dengan mega kolon/penyakit hisprung segmen pendek apabila segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid.
DAFTAR PUSTAKA

Dudley, Hugh A. F (Ed). 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat. Yogyakarta: UGM.
Isselbacher, dkk. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:EGC.
Rudolph, Abraham M.,dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Jakarta: EGC.
Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.

Selasa, 03 April 2012

Modul Pribadi Koass Radiologi #Anatomi sistem pembuluh darah

Jadi koass radiologi itu enak kok... kita terpacu untuk mengingat anatomi dan fisiologi tanpa ada tekanan... ga kaya dulu pas di preklinik, tertekan karena takut mau ujian anatomi kan? hahaha.. ini bener-bener belajar anatomi untuk ilmu, belajar tanpa di paksa... dan kita semua tau, bahwa ANATOMI itu dasar ilmu yg sangat penting kalau mau jadi dokter yg baik...

Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem organ yang bertugas untuk menyampaikan nutrien (seperti asam amino dan elektrolit), hormon, sel darah dll dari dan menuju sel-sel tubuh manusia, yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan homeostasis. Sistem ini terdiri atas organ jantung dan pembuluh-pembuluh darah.
Jantung merupakan organ yang terdiri dari empat ruangan, yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri dan ventrikel kiri. Secara umum sistem ini bekerja dengan mengikuti pola sebagai berikut:
Darah yang rendah kandungan oksigen dan tinggi CO2 yang berasal dari sirkulasi sistemik dihantarkan melalui vena kava superior dan inferior menuju atrium kanan, masuk ke ventrikel kanan lalu dihantarkan melalui arteri pulmonalis menuju ke paru untuk di-oksigenasi kembali. Selanjutnya darah yang telah kaya akan oksigen akan masuk melalui vena pulmonalis  menuju atrium kiri, lalu masuk ke ventrikel kiri untuk dihantarkan menuju sirkulasi sistemik melalui pembuluh aorta. Demikian seterusnya.
Secara umum, pembuluh darah yang ada di dalam tubuh dapat dibagi menjadi pembuluh yang membawa darah menjauhi jantung (arteri) dan menuju jantung (vena).
Sistem kardiovaskular
Sistem kardiovaskular

Arteri

Arteri merupakan pembuluh yang bertugas membawa darah menjauhi jantung. Tujuannya adalah sistemik tubuh, kecuali a.pulmonalis yang membawa darah menuju paru untuk dibersihkan dan mengikat oksigen. Arteri terbesar yang ada dalam tubuh adalah aorta,  yang keluar langsung dari ventrikel kiri jantung.
Aorta yang keluar keluar dari ventrikel kiri jantung sebagai aorta ascendens. Kemudian, aorta ascendens mengalami percabangan yaitu arcus aorta sebelum melanjutkan diri sebagai aorta descendens. Arcus aorta memiliki tiga percabangan yaitu:
  1. A.brachiocephalic/a.anonyma. Arteri ini akan bercabang menjadi a.carotis communis dextra,  a.subclavia dextra dan a.thyroidea ima (yang mendarahi kelenjar thyroid bagian inferior).
  2. 2. A.carotis communis sinistra.
  3. 3. A. subclavia sinistra.
Aorta dan cabang-cabangnya
Aorta dan cabang-cabangnya

Setiap a.carotis communis (baik dextra maupun sinistra) akan bercabang menjadi a.carotis interna (yang mendarahi otak) dan a.carotis externa (yang mendarahi wajah, mulut, rahang dan leher) . Sedangkan setiap a.subclavia (baik dextra dan sinistra) akan bercabang antara lain menjadi a.vertebralis (mendarahi otak dan medula spinalis). Kedua a.vertebralis (dextra dan sinistra) akan menyatu menjadi arteri-arteri spinal yang segmental, dan sebelum naik ke otak akan membentuk a.basilaris. A.basilaris lalu bercabang menjadi a.cerebralis posterior dan beranastomosis dengan a.communicating posterior dan a.cerebralis anterior membentuk circulus Willisi yang khas di otak.

A. subclavia sendiri tetap berjalan ke ekstremitas atas sebagai a.aksilaris dan mempercabangkan  a.subscapularis, yang mana akan mempercabangkan a.circumflexa scapulae.

Selain itu, a.subclavia juga akan bercabang menjadi a.mammaria interna (memperdarahi dinding dada depan dan kelenjar susu), a.thyrocervicalis dan a.costocervical. Cabang dari a.thyrocervical adalah a.thyroidea inferior yang mendarahi kelenjar thyroid, a.suprascapular (a.transversa scapulae) dan a.transversa colli (a.transversa cervical).

Pendarahan arteri ekstremitas atas
Pendarahan ekstremitas atas disuplai oleh a.aksilaris, yang merupakan cabang dari a.subclavia (baik dextra maupun sinistra).  A.aksilaris ini akan melanjutkan diri sebagai a.brachialis di sisi ventral lengan atas, selanjutnya pada fossa cubiti akan bercabang menjadi a.radialis (berjalan di sisi lateral lengan bawah, sering digunakan untuk mengukur tekanan darah dan dapat diraba pada anatomical snuffbox) dan a.ulnaris (berjalan di sisi medial lengan bawah).
Pendarahan lengan atas
Pendarahan lengan atas
A.radialis terutama akan membentuk arkus volaris profundus, sedangkan a.ulnaris terutama akan membentuk arkus volaris superfisialis, yang mana kedua arkus tersebut akan mendarahi daerah tangan dan jari-jari.
Arcus volaris
 Arcus volaris

Pendarahan arteri ekstremitas bawah
Pendarahan ekstremitas bawah disuplai oleh a.femoralis, yang merupakan kelanjutan dari a.iliaka eksterna (suatu cabang a.iliaka communis, cabang terminal dari aorta abdominalis). Selanjutnya a.femoralis memiliki cabang yaitu a.profunda femoris, sedangkan a.femoralis sendiri tetap berlanjut menjadi a.poplitea. A.profunda femoris sendiri memiliki empat cabang a.perfontrantes. Selain itu juga terdapat a.circumflexa femoris lateral dan a.circumflexa femoris medial yang merupakan percabangan dari a.profunda femoris.
Arteri femoralis
Arteri femoralis

A.poplitea akan bercabang menjadi a.tibialis anterior dan a.tibialis posterior. A.tibialis anterior akan berlanjut ke dorsum pedis menjadi a.dorsalis pedis yang dapat diraba di antara digiti 1 dan 2. A.tibialis posterior akan membentuk cabang a.fibular/peroneal, dan a.tibialis posterior pedis sendiri tetap berjalan hingga ke daerah plantar pedis dan bercabang menjadi a.plantaris medial dan a.plantaris lateral. Keduanya akan membentuk arcus plantaris yang mendarahi telapak kaki.

Sedangkan di daerah gluteus, terdapat a.gluteus superior, a.gluteus inferior dan a.pudenda interna. Ketiganya merupakan percabangan dari a.iliaca interna.

Pendarahan arteri organ-organ visera
Pendarahan organ-organ visera disuplai oleh aorta abdominalis, suatu terusan dari aorta descendens. Cabang-cabang dari aorta abdominalis tersebut adalah: a.phrenicus inferior, a.coeliaca, a.mesenterica superior, a.suprarenal media, a.renalis, a.gonadal (a.ovarica/a.testicular), a.lumbar, a.mesenterica inferior, a.sacral mediana, dan a.iliaca communis. Organ-organ dalam seperti hati, lambung, dan limpa disuplai oleh a.coeliaca, kelenjar anak ginjal disuplai oleh a.suprarenal media, ginjal disuplai oleh a.renalis, intestinum disuplai oleh a.mesenterica superior dan inferior.
Aorta abdominal
Aorta abdominal

Vena

Vena merupakan pembuluh yang mengalirkan darah dari sistemik kembali ke jantung (atrium dextra), kecuali v.pulmonalis yang berasal dari paru menuju atrium sinistra. Semua vena-vena sistemik akan bermuara pada vena cava superior dan vena cava inferior.

Pendarahan vena kepala
Vena yang ada di kepala seperti v.emisaria dan v.fasialis sebagian akan bermuara pada v.jugularis interna, sebagian lagi pada v.jugularis eksterna. Nantinya v.jugularis eksterna akan bermuara pada v.subclavia, di mana v.subclavia akan beranastomosis dengan v.jugularis interna membentuk v.brachiocephalica. Terdapat dua v.brachiocephalica, masing-masing dextra dan sinistra. Keduanya akan menyatu sebagai v.cava superior.
Vena jugularis
Vena jugularis
Pendarahan vena ekstremitas atas
Vena-vena yang ada di tangan, seperti v.intercapitular, v.digiti palmaris dan v.metacarpal dorsalis akan bermuara pada v.cephalica dan v.basilica di lengan bawah. Dari distal ke proksimal, kedua vena ini akan mengalami percabangan dan penyatuan membentuk v.mediana cephalica, v.mediana basilica, v.mediana cubiti, v.mediana profunda dan v. mediana antebrachii sebelum mencapai regio cubiti. Setelah regio cubiti, vena-vena tersebut kembali membentuk v.cephalica dan v.basilica. V.basilica akan bersatu dengan v.brachialis (yang merupakan pertemuan v.radialis dan v.ulnaris) membentuk v.aksilaris di mana nantinya v.cephalica juga akan menyatu dengannya (v.aksilaris). V.aksilaris akan terus berjalan menuju jantung sebagai v.subclavia lalu beranastomosis dengan v.jugularis interna dan eksterna (dari kepala) membentuk v.brachiocephalica untuk selanjutnya masuk ke atrium dextra sebagai vena cava superior.
Pendarahan vena ekstremitas atas
Pendarahan vena ekstremitas atas

Pendarahan vena ekstremitas bawah
Arcus vena dorsalis yang berada di daerah dorsum pedis akan naik melalui v.saphena magna di bagian anterior medial tungkai bawah. V.saphena magna tersebut akan bermuara di v.femoralis. Sedangkan v.saphena parva yang berasal dari bagian posterior tungkai bawah akan bermuara pada v.poplitea dan berakhir di v.femoralis. V.tibialis anterior dan v.tibialis posterior juga bermuara pada v.poplitea.

Dari v.femoralis, akan berlanjut ke v.iliaca externa lalu menuju v.iliaca communis dan selanjutnya v.cava inferior.

Selain itu terdapat juga v.glutea superior, v.glutea inferior dan v.pudenda interna di daerah gluteus, yang bermuara ke v.iliaca interna.

Pendarahan vena organ-organ visera
Vena-vena yang keluar dari organ visera, seperti v.hepatica (organ lambung, pankreas, usus halus dan kolon) , v.suprarenal, v.renalis (ginjal), v.lumbar dan v.testicular akan bermuara ke v.cava inferior.

Referensi:
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.

Minggu, 01 April 2012

Modul Pribadi Koass Penyakit Dalam #DIABETES MELLITUS


DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
DIABETES MELITUS
(disarikan dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia : Perkeni 2006)
Alwi Shahab
Subbagian Endokrinologi Metabolik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FK Unsri/ RSMH Palembang

I. Pendahuluan

            Yang dimaksud dengan Diabetes Melitus adalah suatupenyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa didalamdarah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosialekonomi. Di  Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skalaprioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampaknegatifnya , yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibatpenyulit menahun yang ditimbulkannya.
            Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesiadidapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebihdari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manadodidapatkan prevalensi DM 6,1 %.  Penelitian yang dilakukan di Jakarta,Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia  membuktikan adanyakenaikan prevalensi  dari tahun ketahun.  Berdasarkan pola pertambahanpenduduk , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 jutapenduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DMsebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM , suatu jumlah yang sangatbesar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis / subspesialis /endokrinologis. 
            Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi penderita DM,yang seyogyanya diintegrasikan kedalam pelayanan kesehatan primer, perandokter umum adalah sangat penting. Kasus DM yang tanpa disertai denganpenyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi kalaukemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik denganpengelolaan ditingkat pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harusditekankan pentingnya tindak lanjut  jangka panjang pada para pasientersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu secaraperiodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada timpengelola DM pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudianmereka dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya.Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar glukosa darahnya,pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perludan harus ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan peralatan yanglebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di Fakultas Kedokteran / RumahSakit Pendidikan / RS Rujukan Utama.  Untuk mendapatkan hasilpengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM dan untukmenekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagipenderita DM. Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang akandiderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidakhanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagikeikutsertaan  pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan  kepada pasiendan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan merekadalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM.

II. Diagnosis
            Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadarglukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuriasaja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darahyang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM,pemeriksaan yang dianjurkan adalah  pemeriksaan glukosa dengan caraenzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikandiagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan dilaboratorium klinik yang terpercaya . Untuk memantau kadar glukosa darahdapat dipakai bahan darah kapiler.  Saat ini banyak dipasarkan alatpengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhanadan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakaialat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan denganbaik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan.Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perludibandingkan dengan cara konvensional.

A. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaanpenyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya(mass-screening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karenadisamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yangpositif belum ada.  Bagi mereka yang mendapat kesempatan untukpemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up) , adanyapemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebutsangat dianjurkan.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok  dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu :
-         kelompok usia dewasa tua (>45 tahun )
-         kegemukan {BB (kg)>120% BB idaman atau IMT>27 (kg/m2)}
-         tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
-         riwayat keluarga DM
-         riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi>4000 gram
-         riwayat DM pada kehamilan
-         dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan atau Trigliserida>250 mg/dl
-         pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau  GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

*metode enzimatik

B.    Langkah-langkah untuk  menegakkan diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosisklinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupapoliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yangtidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakanpasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasienpria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,pemeriksaan glukosa darah sewaktu³  200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ³126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.  Untuk kelompoktanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satukali saja abnormal , belum cukup kuat untuk  menegakkan diagnosis klinisDM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagiangka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa³126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu³200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
-         3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
-         kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
-         puasa semalam, selama 10-12 jam
-         kadar glukosa darah puasa diperiksa
-         diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam
          waktu 5 menit
-         diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang
          diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

 Kriteria diagnostik Diabetes Melitus*


1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)³200 mg/dl  , atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)³126 mg/dl     
     (Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir )  atau
     Kadar glukosa plasma³200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**

* Kriteria diagnostik tsb harusdikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khashiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosisatau berat badan yang menurun cepat.

**Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik.


III. Klasifikasi

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI ( Perkumpulan Endokrinologi Indonesia )adalahyang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American DiabetesAssociation (ADA) 1997, sbg berikut :

1.      Diabetes Melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) :                 
§         Autoimun
§         Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
2.     Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai dari yang terutama dominanresistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yangterutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin)

3.      Diabetes Melitus tipe lain :
A.     Defek genetik fungsi sel beta :
*        Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
*        DNA mitokondria
B.     Defek genetik kerja insulin
C.     Penyakit endokrin pankreas :
*        pankreatitis
*        tumor pankreas /pankreatektomi
*        pankreatopati fibrokalkulus
D.     Endokrinopati :
*        akromegali
*        sindrom Cushing
*        feokromositoma
*        hipertiroidisme
E.      Karena obat/zat kimia :
*        vacor, pentamidin, asam nikotinat
*        glukokortikoid, hormon tiroid
*        tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
F.      Infeksi :
*        Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
G.     Sebab imunologi yang jarang :
*        antibodi anti insulin
H.     Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
*        sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom  Turner, dan lain-lain.

4.      Diabetes Melitus Gestasional (DMG)

IV. Pengelolaan

Tujuan :

1.     Jangka pendek: menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.
2.     Jangka panjang: mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupunneuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas DM.
3.    Cara: menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.
Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor genetik,tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara untuk memperbaikikelainan dasar yang dapat dikoreksi harus tercermin pada langkah pengelolaan.
4.    Kegiatan: mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri dan melakukan promosi perubahan perilaku.

Pilar utama pengelolaan DM :

1.Edukasi
2. Perencanaan makan 
3. Latihan jasmani
4. Obat-obatan
Padadasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertaidengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu).Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadarsasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensifarmakologik dengan obat-obat anti diabetes  oral atau suntikan insulinsesuai dengan indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,misalnya ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurundengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan tertentuobat-obat anti diabetes juga dapat digunakan  sesuai dengan indikasi dandosis menurut petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah biladimungkinkan dapat dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapatpelatihan khusus untuk itu.

Edukasi

DiabetesTipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telahterbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiridiabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien dalammerubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingipasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup.Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan:
makan makanan sehat;
kegiatan jasmani secara teratur;
menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik;
melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi yang ada;
melakukan perawatan kaki secara berkala;
mengelola diabetes dengan tepat;
mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan;
dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi(penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaianmasalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahanperilaku hampir sama dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian,perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.


Perencanaan makan
Diabetestipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehinggatidak ada satu  cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan inisecara umum. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut masing-masingindividu. Pada saat ini yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula,tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidratkompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi. Penelitianpada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes mendukung akanperlunya dimasukannya makanan yang mengandung karbohidrat terutama yangberasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah lemak dalam menumakanan orang dengan diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh padarespons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula:(glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose,amilopektin dan tepung resisten), cara memasak, proses penyiapanmakanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan lainnya (lemak,protein).



Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by phii | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code