Sebuah lukisan yang bagus merupakan hasil perpaduan beberapa warna dengan komposisi sesuai, artinya tidak lebih dan tidak kurang. Warna-warna ini digoreskan diatas kanvas dengan sangat indah, hingga kita lupa untuk menyadari bahwa warna dasar lukisan ini adalah putih.
Sekarang anda sudah menyadarinya bukan?? Betapa pentingnya warna putih bagi sebuah karya indah. Bayangkan bila warna putih yang tampak saja pada lukisan diatas diganti dengan warna hitam. Bagaimana?? Baguskah??
Begitupula dengan manusia, kita terlahir dengan warna putih. Bersih bagaikan kanvas tak tergores. Pengalaman menjadi warna-warna bagi hidup kita dan pertambahan usia menjadi kuasnya. Kita terlahir dengan warna dasar yang sama, putih tanpa dosa. Semakin banyak pilihan warna (pengalaman) dan seiring bertambahnya usia (matang), niscaya kualitas lukisan secara integral bertambah baik.
Begitupula dengan manusia, kita terlahir dengan warna putih. Bersih bagaikan kanvas tak tergores. Pengalaman menjadi warna-warna bagi hidup kita dan pertambahan usia menjadi kuasnya. Kita terlahir dengan warna dasar yang sama, putih tanpa dosa. Semakin banyak pilihan warna (pengalaman) dan seiring bertambahnya usia (matang), niscaya kualitas lukisan secara integral bertambah baik.
Oh iya, hampir saya lupa memberitahu, di dalam dunia perlukisan tidak ada penghapus loh. Ketiadaan penghapus merupakan tantangan tersendiri bagi pelukis. Walaupun kita bisa menutupinya dengan warna lain, tetap saja yang lebih baik adalah tidak menggoreskan warna yang salah di atas kanvas yang seharusnya putih. Hindari kesalahan. Pertahankan warna dasar, putih.
Warna dasar layaknya kondisi kita ketika dilahirkan. Pada masa kanak-kanak pun warna ini terlihat jelas dalam beberapa sifat, entah masihkah kita sadar pernah memilikinya, sifat-sifat luhur yang dimiliki ketika kecil.
Ketika kecil, ketika saya bertengkar dengan teman saya, saya marah tetapi setelahnya kami berbaikan tanpa dendam. Sekarang, setelah dewasa apakah kita tetap seperti itu? Jangan-jangan sifat pemaaf telah hilang dari kita.
Ketika kecil, ketika saya bertengkar dengan teman saya, saya marah tetapi setelahnya kami berbaikan tanpa dendam. Sekarang, setelah dewasa apakah kita tetap seperti itu? Jangan-jangan sifat pemaaf telah hilang dari kita.
Ketika kecil, saya belajar berjalan dan terjatuh saya menangis kesakitan, tetapi saya tak berhenti mencoba hingga sekarang saya dapat berlari. Sekarang, ketika kegagalan menghampiri, apakah kita mudah putus asa?
Ketika kecil, saya hobi sekali memanjat pohon jambu didepan rumah tanpa rasa khawatir, padahal orang tua berteriak-teriak jangan memanjat tinggi-tinggi. Bandel memang. Sekarang, untuk mencoba sesuatu yang baru demi menuju kesuksesan, kenapa begitu banyak kekhawatiran menghampiri?
Ketika kecil, saya selalu kagum dengan hal-hal sepele yang dilakukan oleh Ayah dan Ibu. Apakah sekarang kita masih seperti itu? atau lebih kagum dengan guru kita disekolah?
Ketika kecil, saya selalu takut dengan orang tua dan patuh atas semua nasihatnya. Sekarang? apakah kita tetap menjadi buah hati yang baik? atau malah pernah berkata "malas", "ahh", atau berkilah ketika orangtua memberi nasihat?
Ketika kecil, Tuhan begitu dekat seakan mengawasi saya. Masihkah hal ini dirasakan? atau ada yang salah dengan kuas hidupku sehingga kita menjauhi tuhan?
Ketika kecil, begitu bertengkar dengan teman. Cepat sekali saya kembali ke bunda, menangis tersedu, dan curhat tentang kejahilan orang lain terhadap saya. Apakah sekarang Bunda masih menjadi tempat curhat kita? atau kita malah lebih memilih teman?
Ketika kecil, menabung adalah kegemaranku. Sekarang apakah kegemaran itu telah berganti dengan menghambur-hamburkan uang jerih payah orang tua?
Ketika kecil, senyuman orang tua adalah kebahagiaan kita. Sekarang, apakah itu menjadi hal penting? atau telah berganti dengan "kehidupan masan depan yang mewah".
ketika kecil, tak peduli apa yang orang katakan. Saya selalu melakukan sesuatu demi kebahagiaan, bukan uang. Masihkah kita seperti itu?
Ketika kecil, saya belajar merangkak. Tetapi gagal!! orangtua saya menyemangati saya, bukan mencemooh. Ketika berhasil, semua kegagalan saya dilupakan dan keberhasilan saya selalu dibangga-banggakan. Ketika masih kanak-kanak, saya menjadi orang yang suka menyemangati. Sekarang, banyak sekali orang dewasa yang mencoba, gagal, hanya cemoohan yang didapat. Bukan dukungan seperti saya kecil dulu. Sekarang, keberhasilan sayapun langsung dilupakan ketika melakukan secuil kesalahan. Lalu, apakah saya sekarang masih mampu seperti masa kecil, menyemangati orang? berusaha melihat usaha dan membanggakan keberhasilannya?
Dalam kehidupan manusia, sifat-sifat kekanakan ini adalah warna dasar. Kadang, sifat-sifat ini perlu dipertahankan, karena sudah tua itu belum tentu lebih baik. Ada beberapa sifat kekanakan yang sebaiknya di pertahankan. Kalau bagi saya, bukan sabaiknya melainkan WAJIB di pertahankan.
karena . . .
(di takengon, tempat kelahiran saya, tampak bocah dengan kostum timnas naik pohon. Hal ini mudah bagi anak anak, tapi susah untuk dilakukan orang dewasa. Dewasa terhambat rasa malu dan ragu, padahal hatinya ingin sekali mengulang masa-masa kecil indah seperti ini. Inilah realita)
Akan kusisakan bagian putih kanvasku, biarlah tak berwarna.
Karena Saya yakin, kadang putih jauh lebih Indah.
3 komentar:
bagus banget tulisannya...makasih ya..menginspirasi orang agar mempertahankan kebaikan2.
terimakasih mbak nurhilmiyah... :) menebar kebaikan adalah kebutuhan kita bersama,
aku baru nemuin blog ini, dan baca tulisannya bagus bagus banget. Makasi ya kak :) Salam kenal, aku Dea mahasiswa kedokteran juga hehhee :)
Posting Komentar