Tampilkan postingan dengan label Kisah dan Pemikiranku-semoga menginspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah dan Pemikiranku-semoga menginspirasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 Mei 2012

Tak Perlu Menunggu Tua untuk Melakukan Hal Besar

Mahasiswa selalu identik dengan kegiatan kampus, baik akademik maupun non akademik. Untuk urusan akademik seorang mahasiswa sibuk ya sebuah keniscayaan. Sedangkan untuk urusan non akademik, mahasiswa- apalagi mahasiswa kedokteran- sibuk merupakan pemandangan dalam kategori kadang biasa saja, bahkan menjadi luar biasa. Kegiatan non-akademik sangat banyak tipenya, hal inilah yang mendorong terciptanya badan (semi)otonom yang menampung minat dari mahasiswa.

Minat mahasiswa pun sangat beragam, selama saya kuliah hampir 4 tahun, saya banyak menemui beragam prestasi yg timbul karena diiringi minat yang besar. Akan tetapi, jarang yang saya temui orang dengan minat dan kemampuan yang merata disetiap bidang. Contohnya tidak susah, seperti saya, dari segi minat saya memang lebih suka tulis menulis. Minat di bidang lain memang ada contohnya di bidang olahraga, akan tetapi hanya sebatas penonton-kadang pun tidak sempat menonton walau ingin. Sangat wajar bagi saya bila tak menorehkan prestasi di bidang tersebut. Dan rasanya sayapun tidak bisa dipaksa untuk memiliki minat secara instan terhadap olahraga. Begitupun sebaliknya, bila orang lain yang suka olahraga dipaksa untuk ikut karya tulis, jangankan prestasi-minat pun belum tentu.  empat tahun saya disini, saya banyak belajar bahwa setiap diri manusia itu unik. KeUNIKAn itulah yang mewarnai hidup kita, karena itu jangan pernah paksa seseorang mengikuti apa yang menurut kita benar. Tugas kita tidak pernah dituntut hingga taraf "memaksa". Karena yang benar menurut kita, belum tentu benar dimata orang lain. Ingatlah, Jika anda masih ingin memaksa, paksalah diri anda untuk "membuka pikiran". =D

Seperti yang saya katakan sebelumnya, sangat unik!! pada semester 1-4 minat-minat kami para mahasiswa tersalur langsung ke badan yang ada di fakultas mengingat saat semester 3-4 adalah masa menjadi pengurus. Akan tetapi setelah memasuki semester 5-6-7, kami pensiun. Akan tetapi minat yang dimiliki mahasiswa bukannya mengendor, malah elasi. Kenyataan yang ada, minat mereka malah semakin unik, kadang saya tersenyum melihat ekspresi minat sejawat di kelas. Bisa anda bayangkan suasana pasar yang heboh dengan jualan?? bayangkan itu terjadi di kelas kami saat jam istirahat/ tidak ada dosen. SERU pokoknya. Apa saja bisa di jual dari pena, beng-beng, keripik, tempe, baju, parfum, alat kesehatan, buku, bros, jilbab, rok, pulsa, dll. Ada yang bilang fenomena ini muncul karena "profesi dokter kurang menjanjikan". "Makanya pada dagang semua". Tentu itu hanya gurauan saja. ^__^ Tak ketinggalan, sayapun sebagai teman yang baik tentu ikut serta dalam meramaikan dunia pemasaran. Banyak loh yang saya jual, buku, keripik, alat kesehatan, dan micromotor. Sampai-sampai saya jadi bahan candaan teman-teman karena jualan terus. Hehehe. 

Berdagang dan Minat berdagang itu bagi sebagian kecil mahasiswa dibutuhkan (termasuk saya), bagi sebagian sedang mahasiswa menganggapnya hanya buang-buang waktu (karena itu mahasiswa adalah pasar potensial), dan bagi sebagian besar orangtua hal ini menjadi suatu kegiatan yang harus dihindari oleh anaknya. Sayapun tak luput dari ketakutan seperti ini, kenapa? intinya nasihat oangtua sangat baik. Orangtua saya berpesan sangat singkat, "lihatlah beberapa contoh yang ada saat ini, banyak mahasiswa yang kerja sambil nyari duit dengan tujuan awal yang luhur. Akan tetapi ketika seseorang sudah dapat menghasilkan uang, biasanya akan ketagihan dan kuliahnya keteteran. Alhasil, kuliah hancur..jadi orang kaya lewat bisnis juga urung". Awalnya sayapun kurang percaya, hingga melihat dengan mata kepala sendiri nasib beberapa orang yang seperti itu. Lebih sibuk nyari duit daripada menyelesaikan studinya. 

Walau telah jelas ultimatum yang diberikan kedua orangtua, minat pada dunia dagang (istilah kerennya bisnis kali ye) membuat saya menemukan prinsip terpenting bagi mahasiswa yang memiliki minat serupa. "Kalau mau berbisnis / cari duit selama sekolah boleh-boleh saja, asalkan jangan mengganggu prestasi belajar". Saya tulis prestasi belajar, bukan waktu belajar. Karena waktu belajar pasti terganggu bila kita memulai bisnis. Hal terpenting bagaimana kita memanfaatkan waktu yang ada secara maksimal. Kalau ga bisa menerapkan prinsip ini, sepertinya tunda saja dulu niat anda untuk berbisnis.Setelah meyakinkan orangtua, sayapun mengantongi SIB (surat izin berbisnis).

Akhirnya saya memulai dagang dari hal-hal kecil, yang umum dilakukan mahasiswa. Selama proses itu, kurang lebih bulan januari 2010 saya memikirkan bentuk bisnis yang lain, yaitu fotokopian. Sayang, sepertinya bisnis seperti itu agak mustahil dilakukan. Kala itu saya hanya berpikir bahwa untuk memulai bisnis seperti itu membutuhkan modal yang besar, modal yang besar hanya mampu saya dapatkan kalau saya sudah kerja, dan artinya saya harus menunda keinginan ini hingga saya tamat dan bekerja. sekitar tahun 2015 (5 tahun setelahnya). Jangan-jangan nanti ga semangat atau ga sempat lagi bisnis hal seperti itu. 

Melalui berbagai proses, akhirnya saya dan teman seribu situasi alias si Rahman Setiawan "nekat" mencari modal membangun fotokopian. Saya sempat seperti orang aneh loh, bayangkan aja. Saya kira bisa bangun fotokopian dengan modal 3 juta. Ternyata ga bisa ya. hahaha.. (saya juga baru tahu). Banyak yang ga percaya, hingga akhirnya RF Fotokopi buka dan berlokasi di area dinas kesehatan provinsi sumsel setelah 2 tahun 2 bulan sejak ide buka fotokopian muncul (hemat umur 3 tahun). Banyak pengalaman senang dan sedih dalam mengumpulkan modalpun kami alami. Pernah kami kekurangan modal, dan masing-masing mendapat tugas untuk mencari tambahan modal tersebut. Saya yang kebingungan sempat menelfon keluarga yang segi ekonomisnya lebih baik dari keluarga saya, saya tahu mereka orang baik dan dengan menahan malu sayapun mencoba menyampaikan niat saya untuk meminjam uang. Jawabannya singkat: nanti dicek dulu dan dikabari lagi. Ternyata sampai sekarang pun tak pernah lagi ada pembahasan soal hal itu. Sayapun malu untuk menanyakannya. Alhasil saya cuma meminjam modal sama orangtua saja. Ini benar-benar meminjam kawan!! bukan ngomong "pinjam" terus ga mengembalikan karena menganggap uang orangtua juga. Sekarang, walaupun sempat ada pegawai yang bermasalah dan ganti pegawai, alhamdulillah fotokopian kami sudah berjalan 2 bulan dan menurut pendapat sebagian orang keuntungannya lebih dari cukup dengan standar kami yang hanya mahasiswa. Tapi bagi saya pribadi, masih kurang. hehe. Karena saya tahu, masih ada hal besar lain yang dapat saya lakukan. Dan saya tak perlu menunggu tua untuk melakukan hal besar tersebut.

Saya sangat bersyukur dibukakan pikiran oleh Allah SWT berpikir seperti itu, karena tak sedikit manusia dengan tipikal menunggu saat yang tepat "saja", menunggu mapan untuk melakukan kebaikan, menunggu kaya untuk memulai bisnis, pokoknya judulnya "MENUNGGU". Padahal banyak "saat yang tepat" datang pada kita dan kita tak menyadarinya. Akankah menunggu lagi membuat kita menyadarinya? jangan-jangan kita melewatkannya lagi. Hal ini lah yang saya coba tularkan kepada orang-orang sekitar saya. Kebetulan kami memiliki perkumpulan yang fokus menyeimbangkan prestasi, organisasi, dan akademis (intinya kaderisasi). Adik-adik asuh saya di GALAU ada 23 orang, mereka menjadi panitia inti untuk try out terbesar yang panitianya adalah mahasiswa. Bayangkan saja, mereka baru 8 bulan jadi mahasiswa dan disuruh menghandle try out dari BSMI (bulan sabut merah Indonesia) + GALAU dan hasilnya luar biasa. 1200 peserta ikut serta dalam kegiatan ini, padahal target awalnya 1000. 



Dibanyak univ, mungkin kegiatan seperti ini hanya boleh dilakukan oleh mahasiswa semester 5 ke atas. Mengingat kegiatannya yang besar dan butuh pengalaman, kalau angkatan semester 2 mah masih bau kencur jadi kemungkinan sukses itu kecil. Karena itu, saya sangat bangga menjadi saksi hidup runtuhnya paradigma kolot seperti itu. Tujuan saya menyuruh mereka menjadi panitia simple, daripada mereka menjadi panitia kecil2an berkali-kali dalam setahun lalu akhirnya bosan. Cukuplah mereka menjadi panitia acara besar sekali dalam satu tahun. Tentu berbeda hasilnya. Disana mereka belajar optimisme, manajemen konflik, branding, menciptakan jejaring, team building, mengejar target.dll. Mereka balajar semua itu tanpa melalui teori yang kadang menjadi beban, tapi merekalah teori itu sendiri. Inilah bentuk sesungguhnya dari "belajar sambil bermain" yang kita pelajari sejak SD. Kalaupun nanti mereka mendapat pelatihan yang lebih teoritis tentang pelajaran itu, saya yakin mereka lebih mampu menyerap dibandingkan mahasiswa yang lain. Tentu mereka hemat waktu 3 semester (semester 5-semester 2). Kesimpulannya, insya'Allah tujuan saya tercapai. Malah 2 hari lalu ada yang bilang ma saya, "kak, ayo kita buat acara lagi". hehehhe.

Hal lucu lainnya, alih-alih menularkan paradigma baru pada adik-adik saya, saya malah jadi lebih optimis untuk melakukan semua hal se"muda" mungkin. Banyak target yang ingin saya capai dalam 4 tahun ke depan. Sekolah, beli mobil pakai uang sendiri, lolos paper untuk WCC, buat buku, penelitian, mengembangkan bisnis, dll. Kalau anda mau tertawa silakan. Banyak kok yang menertawakan target-target saya sebelumnya. Toh, sukses saat muda tetap saja lebih keren ketimbang suskses saat tua. Biarlah orang lain menertawakan diawal dan saya menangis, tapi akhirnya saya ikut tertawa juga. =D

Senin, 26 Maret 2012

Dokumentasi Hasil Keringat


15th Bandung Scientific Meeting of Indonesian Society of Allergy Immunology

 Diagnosis and Management Of Allergic, Immunologic, and Related Systemic Disease ”

 (beberapa dokumentasi hasil keringat dalam publikasi ilmiah....)
Saya dan Poster... cukup mesra bukan? hahhaa

Buku Naskah Publikasi

 Paper saya di daftar isi....

 Halaman 331 dari buku Naskah

Lumayan... symposium dapat ilmu-ilmu baru dan sertifikat 8 SKP IDI. Sayangnya saya belom dokter... hahaha

 Dapat semangat, selamat, motivasi, hadiah, dan sertifikat best poster

 Sebagian hasil mulung... hahaha. bukan dink... hasil keliling ke stand farmasi. Dapat notes banyak... pena/penlight belasan... dapat tas punggung,... boneka,... makan gratis,... tas jinjing... tas laptop dan tas seperti foto di atas malah dapat 2 buah karena masuk 100 re-registrasi pertama. 

Banyak lah yang bisa di bawa pulang... :) 

TARGET SELANJUTNYA
(ada Deh...... hahahhaa)

Rabu, 21 Maret 2012

KETAKUTAN yang BERUJUNG BERKAH (Bukti Nyata Rencana Allah Selalu Indah)

Semua bermula dari skripsi. Sebagai mahasiswa kedokteran tingkat akhir, skripsi adalah sesosok benda asing yang ditakuti tapi hampir pasti masuk kehidupan kami. Sangat menakutkan lah bagi kami yang belum berkenalan dengannya. Apalagi pengerjaan skripsi di fakultas kami tidak diberikan waktu khusus yang cukup panjang seperti pengerjaan skripsi di fakultas lain. Sembari kuliah hingga jam 5 sore, skripsi dan pengumpulan data harus tetap berjalan…bayangkan!! Akhirnya, saat yang tidak ditunggu-tunggu datang juga, kami diwajibkan mengusulkan judul penelitian yang akan menjadi skripsi kami nantinya.
Pada awalnya, penelitian yang saya ambil mengenai ekstrak suatu tanaman/ buah untuk diteliti manfaat farmakologinya. Seiring berjalannya waktu, tak sengaja saya diajak untuk mengikuti penelitian dosen, seorang dosen yang sangat senang mendorong mahasiswanya meneliti dan berkarya, DR. Mgs. Irsan Saleh, dr, M.Biomed. Tawaran beliau cukup menantang, akhirnya arah kapal benih-benih skripsi saya ubah dari yang awalnya ekstraksi menjadi penelitian biomolekuler dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain reaction). Dengan ketetapan hati, saya mengajukan judul penelitian "Identifikasi Polimorfisme Promoter -308 G/A Gen Tumor Necrosis Factor Alpha pada Penderita Sepsis di RS Mohammad Hoesin Palembang" kepada pihak dekanat melalui akademik/MEU.

tips untuk adek tingkat, sering-sering buat karya tulis dan dekat dengan dosen, ntar dapat enaknya walaupun kadang ada juga ga enaknya.. ya namanya hidup.. kalau saya sih, alhamdulillah dapat enak terus ^^. Dosennya baik-baik sih.

Setelah beberapa minggu berlalu, akhirnya keluarlah nama-nama dosen pembimbing yang akan menjadi pandamping serta konsultan bagi kami. Pembimbing 1 saya adalah DR. Mgs. Irsan Saleh, dr, M.Biomed, dan pembimbing 2 adalah Ibu Sri Nita, S.Si, M.Si. Wah.... beliau berdua adalah pembimbing yang sangat baik, tidak merepotkan mahasiswa, tidak menjerumuskan mahasiswa, tidak membuat saya stres, bahkan beliau selalu memotivasi saya untuk tetap tampil maksimal. Semua berjalan baik. Terima kasih dari lubuk hati saya atas bimbingannya dokter Irsan dan Ibu Sri nita. :)

Nah..ketakutan muncul ketika saya mengajukan usulan sidang proposal... ceritanya, untuk penyakit sepsis ini ada 3 orang mahasiswa yang meneliti polimorfisme, tetapi dengan gen yang berbeda. Ketiga mahasiswa itu adalah saya, Syarifah Nurlaila, dan Zyska Novya Putri. Ketika mengajukan sidang proposal penelitian skripsi, akan di nilai kelayakan dari penelitian yang akan kita lakukan. Penilai atau penguji terdiri dari 2 orang pembimbing dan 1 orang penguji. And then.... Syarifah dan Zyska mendapatkan penguji dr. Harun Hudari, SpPD dan saya mendapatkan penguji Prof. dr. Eddy Mart Salim, SpPD-KAI. waaahhhhhh.. =___=

Hal pertama yang bisa saya lakukan adalah bertanya. KENAPA?? KENAPA?? KENAPA hanya saya yang berbeda pengujinya... dan sepsis sangat erat dengan imunologi... dan saya mendapat penguji seseorang yang paling ahli di bidang tersebut untuk wilayah sumatera selatan ini, saya rasa sesumbagsel. Lalu, daripada saya membuang banyak waktu untuk bertanya, saya memutuskan untuk CEMAS. (tanpa diputuskan juga emang udah cemas). Jujur.. saya takut, cemas, ngeri, dan sangat pusing. Untuk menghubungi beliau saja saya segan, karena saya pikir beliau pasti sangat sibuk. 

tips untuk kalian yang mau menghubungi dosen, terutama dosen klinik adalah rajin dan tidak malu untuk bertanya pada kakak tingkat. karena segan, saya tanya sama seorang senior. Karena kk2 senior kan sudah kenal lebih lama dari kita.. saya nanya bagaimana sebaiknya cara saya menghubungi penguji saya...dijelasi deh, dari waktu menghubungi hingga susunan kata. :) aamaaaan,,,,,,

Setelah menetapkan hati dan mental, saya menghubungi penguju 3 saya, Prof. Eddy Mart Salim, dalam hati saya.. yang saya pikirkan hanya satu. "yang namanya sekolah ya wajar salah... namanya juga $sekolah-selalu konyol dan salah-, la konyol salah pula... toh, dengan sidang yang dihadiri oleh pakar imunologi, insya'Allah akan menambah perbaikan bagi skripsi saya." Tuuuuuuuuutt.... Tuuuuuuuuuuutt.... Tuuuuuuuttttt.... telf akhirnya di angkat, tetapi yang mengangkat adalah istrinya Prof, karena Prof sedang istirahat. disuruh nelf 1 jam lagi deh. Padahal udah berdebar-debar cemas ini..dan harus diperpanjang 1 jam lagi kondisi seperti ini. hahahhaha..... tertawa sedih. Sejam kemudian saya menelf lagi dan langsung diangkat oleh prof. Dengan rangkaian kata yang telah dilatih akhirnya saya sampaikan bahwa beliau menjadi penguji.... dan alhamdulillah beliau bersedia dan meminta saya mengantarkan SK Penguji dan proposal skripsi saya ke meja beliau hari senin. 

dan kalian tahu?? saat itu proposal saya sesungguhnya belum jadi 100%. hakzzz.....tips buat adek tingkat. Usahakan finish proposal dulu deh baru nelf penguji. hehhee. KERJA KERAS.

Akhirnya.. saya sidang deh. ternyata benar dugaan saya.. sesuai harapan, beliau memberikan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus dikuasi sebagai pondasi keilmuan bila saya meneliti hal ini. Dan hal terpenting lainnya adalah, penguji memberikan nilai yang baik-baik... sang Professor memberikan nilai 86 dan pembimbing merangkap penguji masing masing memberikan nilai 90 (lupa tepatnya). Alhamdulillah,, walaupun hanya dapat 86, tapi senang sekali karena nilai tersebut diberikan oleh seorang Professor. Nilai yang bagi saya sangat objektif karena beliau tak pernah mengenal saya sebelumnya. Syukur saya ucapkan.
Oia... setelah si zyska dan ipeh ujian, akhirnya saya tambah bersyukur. Saya mengetahui suatu alasan kenapa Allah memilihkan Prof. Eddy sebagai penguji saya. Suatu alasan yang tidak bisa saya sampaikan disini, tetapi sangat penting artinya bagi saya. Saya mulai menyadari bahwa semua ini rencana Allah.

Selang beberapa bulan, akhirnya skripsi saya memasuki fase pengujian. Kembali pembimbing dan penguji hadir untuk mendengarkan presentasi saya.. saya inget sekali kata-kata bu Sri nita sebelum sidang yang menasehati agar saya tenang, jangan takut salah, dan yang terpenting jaga Attitude, jangan pernah ngotot, menunjukkan sok, bahkan sok tau. Alhamdulillah semua berjalan lancar. dokter Irsan yang selalu membantu saya dengan caranya yang unik selama di dalam ruang sidang, dan Prof eddy dengansegala pertanyaan dan sarannya, pertanyaan yang paling penting adalah "Apa hakikat ilmu dari penelitian kamu??"

tips buat adek tingkat, kalau kalian ingin meneliti, apapun itu, sekecil apapun itu, ingat dan carilah hakikat ilmunya. Karena hal itulah yang akan mengantarkanmu pada kemanfaatan.

Tahap penilaian... akhirnya, saya dapet nilai A. Alhamdulillah senang banget... hahaha.. dan serunya, nilai angkanya adalah 95,3 yang berasal dari pembimbing yang sama-sama ngasih 95 dan penguji (Prof) memberikan nilai 96. Subhanallah... alhamdulillah banget lah pokoknya.. Malah penguji ngasih nilai yang sangat tinggi, padahal beliau adalah pakar di bidang ini. Ini hikmah yang saya suka.. pengingat bagi kita, suatu saat ketika kita sudah ahli, dengan umur kita yang sudah dewasa, mungkin kita akan banyak menemukan kesalahan dan ketidakserasian pada anak-anak muda... dan kita menilai mereka menggunakan standar kita... bukan menggunakan standar anak-anak normal seumuran mereka. Bayangkan bila saya dinilai dengan standar seorang professor... mungkin nilai saya tak lebih dari 70... hal inilah yang banyak terjadi pada teman-teman saya yang nilainya jatuh, (menurut saya sih). 
 Skripsi Saya Nih...

Akhirnya liburrrr deh...hahhaa...pulang kerumah sambil bawa skripsi untuk dikasih ke nenek dan orangtua. Dengan perkiraan libur 4 minggu sembari menunggu yudisium.

Seharusnya ceritanya selesai hingga disana... tetapi, ternyata Allah punya rencana lain. Baru 3 hari saya dirumah... nenek minta tolong ditemani ke palembang mau ngurus administrasi kakek.. Sebagai cucu tentu dengan senang hati dapay kesempatan membantu nenek. Berangkat deh ke palembang. Ngurus administrasi yang diperlukan. Karena saya juga ketua angkatan, akhirnya saya iseng aja mampir ke kampus. Ga disangka ketika duduk-duduk di dekanat, ada Prof Eddy lewat, biasanya beliau buru-buru rapat, tetapi tidak kali ini, sehingga saya sempat mendekati dan menyalami beliau. 

Tiba-tiba beliau berkata... "kamu mau ga ikut saya ke bandung, tapi kamu harus buat skripsimu dalam format jurnal", 
saya bingung lalu menjawab "boleh Prof"
"Tapi kamu harus minta izin dulu dengan dr. Irsan ya, karena kan kamu penelitiannya ikut dia".
"Iya prof, ada acara apa ya prof?", 
" ada kongres alergi imunologi"
"kapan ya Prof?"
"tanggal 16 maret"
"wahh.. saya udah koas prof. Gimana ya Prof??"
" nanti kamu coba urus saja untuk minta masuk penyakit dalam duluan biar izinnya mudah"
"oh gitu, baiklah Prof"
"Tapi kamu harus cepat buatnya karena batas pengiriman hari sabtu ini" (dan saat itu hari selasa kalau ndak salah). 
*astagaaaa...........dalam hati, saya kan belum pernah buat paper. "baiklah prof".
buat sejawat, kadang rezeki itu datang tanpa disangka... saat itu padahal saya lagi duduk-duduk santai tanpa kerjaan aja di dekanat loh. hahaha... 

Saya langsung pulang ke kosan dan sedapat mungkin mengerjakan format majalah skripsi saya... tentu dengan mengonsultasikannya kepada bos penelitian saya, Dokter Irsan. Dengan baiknya, beliau mengizinkan hal itu. hehhehe.. Alhamdulillah semua berjalan laancar, Abstrak saya dikirim, dan DISETUJUI untuk ditampilkan di kongres.

Semua aman dan terkendali... kecuali satu, tentang stase pertama... 
feeling saya sih aman karena yang saya minta adalah PDL yang notabenenya agak ngeri dijadikan stase pertama. akhirnya saya mencoba menghubungi pihak UPK untuk meminta tolong bisa ga saya dan kelompok saya masuk PDL pertama kali. Feeling saya meleset jauh... ternyata ga bisa, saya terus melobby, bertanya pada PD 1 FK Unsri, beliau meng-acc kalau memang boleh, tetapi tidak akan mengintervensi secara teknis aturan dari UPK. sehingga pada detik-detik mau mengguncang stase, saya juga belum dapat kepastian bisa dapat PDL stase pertama... nekat saya menemui dr.Ramzi, SpM di depan 236 mahasiswa, padahal saat itu beliau sepertinya sudah siap untuk mengguncang kelompok. Saya jelaskan semua permasalahan dan alhamdulillahnya beliau menanggapi dengan baik tetapi belum bisa memberi jawaban, alhasil pengguncangan kelompok ditunda beberapa menit.

saya akhirnya dipanggil ke suatu ruangan karena dipanggil dokter ramzi, di sana juga ada desi... sempat bingung. Dokter ramzi memanggil saya, dan menjelaskan bahwa beliau sudah konsultasi, intinya kalau untuk menetapkan saya masuk PDL sebagai stase pertama tidak bisa, kalau mau ya liat goncangan, syukur-syukur dapat PDL, tapi kalau misalnya saya dapat gocangan ternyata bukan PDL dan ada teman yang mau tukeran, diperbolehkan. Saya hanya bisa menerima, tapi sangat apriori karena sudah sangat dibantu ma dokter ramzi mengurus ini. Desi yang sempat buat saya bingung ternyata mau izin 1 minggu atau lebih tepatnya kmgkinan stagnan  1 stase karena jadi delegasi MTQ Provinsi yg diselenggarakan di salah satu kabupaten di sumsel. Karena itu desi berusaha dapat stase Rehab jadi kalaupun stagnan hanya 2,5 minggu.

Pengguncangan kelompok pun dimulai.... saya dapat no 28, desi dapat no 75. Setelah ditanya stase apa.. ternyata saya dapat staseTHT dan desi Penyakit dalam. Setelah lobby sana sini, ga ada yang mau tukeran PDL ma stase saya yang THT. eh..ga taunya, sohib saya alias rahman setiawan, S.Ked dapat stase rehab... yang namanya sahabat insya'Allah ngerti... dan akhirnya dia dan kelompok (yayuk n ama) mau tukeran, jadinya saya ambil PDL, rahman ambil THT, dan Desi jadi rehab. Semua beres... tapi belum sempat kami sampaikan ke dr. Ramzi, dan beliau sudah menutup acara pengguncangan dengan pengumuman bagi mahasiswa yang dapat stase PDL, REHAB, dan kelompok saya +desi tinggal dulu. Maksud beliau agar kami bisa mendiskusikan. Wahhh.... baek banget lah pokoknya. hehe.. Langsung saya sampaikan ke beliau kalau kami bertiga sudah bersedia tukeran dan jalan keluar lebih mudah dan saya akhiri dengan ucapan terimakasih kepada beliau.


tips buat adek tingkat, Jangan kaget ya ketemu dokter yang baik.*lhoo..hahhahaha....
 With My Better Half--> We are Coass in Radiology Dept.

Semua kembali aman..Seiring waktu, tiba-tiba gosip baru beredar, kabarnya urutan stase dirubah... saya belum percaya. Hingga akhirnya saya dipanggil UPK bahwak stase saya yang awalnya Penyakit Dalam berubah jadi radiologi, sedangkan rahman dan desi tetap THT dan Rehab... Ya Allah... ada apa ini Tuhan?? tanyaku dalam hati. Singkat cerita, staff UPK memberikan kesempatan pada saya agar mencari teman di kelompok lain untuk diajak tukaran... akhirnya, semua yang baik-baik saja berubah menjadi kusut lagi.

Ada 2 kelompok yang saya ajak tukeran, tetapi sepertinya tidak bisa. Lalu kelompok ketiga yang saya ajak pun tidak bisa juga diajak tukaran. yah... apalah daya, karena saya juga ga bisa memaksa. Hingga akhirnya saya dan kelompok saya (putri, ria, ika) pulang. Sesampainya di rumah, ternyata lampu mati, dan naasnya HP saya juga mati total. Ya sudah,, saya ke fotokopian deh buat kerja sampingan.. sepulangnya dari RF Fotokopi, ga taunya ketemu ama my better half dan ria di depan kosan saya.. Ternyata ada kelompok yang bersedia tukeran, mereka menelf ke HP saya, tapi HP saya kan mati total+listrik juga padam-gabisa ngecas. Akhirnya yang dihubungi adalah my better half...setelah ditimbang-timbang dengan semua pertimbangan yang ada akhirnya kami (karena ini bukan keputusan saya) memutuskan tetap melanjutkan stase di radiologi sebagai stase awal, walaupun telah ada yang bersedia tukaran. Ini lagi rencana Allah.. bayangkan, bila HP saya ga mati total dan listrik ga padam, mungkin bila teman saya ada yang nelf ajak tukaran sudah saya terima. Nyatanya Allah menginginkan saya memutuskan masalah ini dengan diskusi dulu dengan kelompok saya. Saya pribadi sangat berterimakasih karena udah ada yang mau membantu tukeran. Tapi keputusan tetaplah ditangan kelompok. Walaupun keputusan itu masih belum jelas, karena kemungkinan saya bisa minta izin kepada bagian radiologi, kalaupun tidak bisa saya sudah menetapkan hati untuk tetap berangkat walau resikonya adalah harus stagnan selama 5 minggu. mengingat komitmen berangkat juga sudah dari jauh-jauh hari, satu hal yang terpenting "kesempatan yang sama tidak datang 2 kali"

Radiologi akhirnya kami datangi untuk menimba ilmu di pendidikan profesi ini... baru 2 hari berjalan saya merasakan bahwa sekali lagi Allah memilihkan jalan lagi untuk saya, keberangkatan saya harus diurus administrasinya ke fakultas. Bayangkan kalau saya di penyakit dalam, rasanya tidak mungkin. Saya di radiologi saja, administrasi Surat Tugas, Surat Perjalanan Dinas, dan Surat Izin Akademik baru beres sehari sebelum keberangkatan. Bayangin aja adek tingkat saya, si Fadel udah bantu ngurus ame mentok.....dan itupun keluar setelah saya capek mondar mandir nyamperin staff2 yang menurut saya kinerjanya harus lebih ditingkatkan. Belum lagi poster... saya ini gagap teknologi, untungnya saya punya adek asuh yang luar biasa dalam hal ini, namanya Wulan, akhirnya dia deh yang buat poster untuk saya. Udah dibuat, ternyata ada masukan warna huruf dan background sebaiknya di ganti, jumlah kata dikurangi, dll lah... banyak!! saya yakin saya benar-benar ngerepotin. 

Dan yang paling parahnya... poster awal yang saya rancang dan dibuat wulan dalam bahasa Indonesia, ga taunya setelah dikoreksi oleh Prof. Eddy dan kakak2 residen, semuanya harus in english... nah... kacau, untung sekali lagi, saya punya temen namanya Jessica, chinese yang palembangnya medok banget, IPK tertinggi, nilai A penuh, dan jago bahasa inggris. Pagi-pagi saya minta tolong si jesi translate...untung dia ini mau.... baek banget kan/ padahal itu adalah hari pertama dia di stase jiwa. Janji si jesi setelah pulang koas dia buat, dan tiba-tiba dia sms mengabarkan bahwa dia harus ke Jambi untuk stase di sana... besok pagi (selasa) berangkat, dan pulang dari erba mau beres2-packing dulu... dan kayanya ga bisa bantu. OMG, saya tanya bener2 ga bisa, akhirnya jessica cuma bisa bilang mengusahakan mungkin jam 5 baru dikerjain dan jam 7 selesai. Wawnya, ga lama setelah itu, jam 5 an si jesi sms kalau hasil translatenya udah di kirim... saya tercengang dan bertanya, serius jess??? dia jawab,, yo sius lah... ahahhaa... Alhamdulillah... di bantu lagi ama Allah,

tips buat adek tingkat, dekati, kenali, dan hormati lah adek-adek tingkat kalian dan teman seangkatan, karena kalian tidak akan tau kapan saat kalian membutuhkan mereka. Tanpa mereka, mungkin poster ilmiah saya belum jadi ampe sekarang... makasih wulan, fadel, dan jessi.
Saya dan Prof. dr. Eddy Mart Salim, SpPD-KAI
seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahwa surat izin saya jadi sehari sebelum acara. Yaitu pada hari kamis.. padahal, sorenya saya berangkat. Sudah jadi surat izin, banyak pula godaan dan ancaman. Kabarnya stase radiologi harus 100% hadir,kalau ga gabisa ikut ujian.. ada cara-cara hitam, bisa aja sih saya ga usah kasih surat izin dan minta tolong diabsenin ama temen, cukup aman lah... jadi tetap bisa ujian, dibanding nanya, gataunya ga boleh izin, mau kabur gabisa karena udah tau kita mau izin, dan kalau ketahuan terancam stagnan 5 minggu. Bimbang... ditambah ketika mau memberikan surat, bu Rahma sang konektor FK dan bag. Radiologi  ga datang...laju tambah bingung.


Godaan cara-cara hitam semakin menguat, setelah diskusi panjang dengan my better half (aviandini toga putri) dan berkat dukungan dari dia, saya memutuskan untuk memberikan surat izin, walaupun konsekuensinya adalah tidak diizinkan dan terpaksa stagnan. Bagi saya, cara seperti itu lebih terhormat. Saya coba menemui staf TU Radiologi yang lain, yaitu bu neti, saya berikan surat izin saya dan menjelaskan maksud dan tujuan saya pergi, Alhamdulillah sekali ternyata disambut baik oleh beliau, malah beliau memberikan apresiasi atas partisipasi saya dalam kegiatan yang ingin diikuti. Ternyata benar kan... yang jujur lebih disukai. Saya izin deh radiologi 2 hari.


tips untuk adek2... Ingatlah untuk terus berkarya dengan cara-cara yang terhormat. Jangan nodai karya kita dengan plagiatisme, kebohongan, dan kecurangan.

Alhamdulillah hari kamis sore akhirnya saya dapat berangkat ke bandung. Saat2 di bandung adalah saat-saat penuh perbaikan gizi.. mantap tanan lah pokoknya makanan di hotel horison Jl. Pelajar Pejuang. Saya juga sempat makan di ampera, di traktir ama kakak residen penyakit dalam. dll... tapi yang terpenting adalah soal paper+poster yang saya ikuti. Hari sabtu jam 12.30 ketika saya lagi asik-asiknya mengikuti symposium tiba-tiba ada HP saya bunyi bilang akalu poster mau di nilai.. maklumlah, saya baru pertama kali ikut kegiatan yang beginian. Saya kira kami cuma berdiri di samping poster ketika jam istirahat dan diberikan kesempatan hadirin yang lewat dan ingin bertanya tentang poster dari paper yang kami buat. Ternyata tidak, kami diminta presentasi singkat dan di nilai langsung oleh juri.. ada 3 orang juri yang menurut saya luar biasa..... dan salah satu yang paling kritis yang saya amati selama simposium adalah dr. Nanang (yang kemudian baru saya ketahui beliau adalah ketua pengurus besar persatuan ahli alergi imunologi indonesia/ PB Peralmuni, pantes), Prof. Cissy (ketua PB Peralmuni cabang bandung), dan dr. Chairul (Peralmuni Surabaya). Beliau bertiga sungguh kritis-kritis. Ada saja hal yang luput dari pandangan kita yang beliau tanyakan. :) senangnya, beliau sangat mengapresiasi poster dan paper kami. ^^
Sesi Tanya Jawab Poster Session, kaya SOCA lhoo...
 
Tibalah saat pengumuman best poster (kalau paper kan untuk publikasi, jadi ga ada de best- de best'an-- semua masuk di buku naskah Peralmuni--alhamdulillah, sebagai upaya mendukung himbauan Dikti supaya mahasiswa rajin publikasi)... ternyata setelah di hitung nilai rata-ratanya, ada 2 orang nilainya sama.. Jadi keduanya sama-sama terbaik. Nama pertama dipanggil ke depan... dr. Leni Susanti (kakak saya yang hari ini, tanggal 21 maret bersama saya dilantik, beliau jadi SpPD-spesialis penyakit dalam-, dan saya jadi S.Ked, Sarjana Kedokteran), lalu yang kedua, ternyata nama saya dipanggil maju... Kebetulan di sebelah saya adalah dokter Yusmala, Sp.A (K), beliau langsung bilang selamat... senangnya. hahaha.. lalu kami berdua maju, dan dr. Nanang memberikan sertifikat serta uang tunai sebagai hadiah (Uang hasil jerih payah ini saya beliin oleh-oleh dan Baju untuk pelantikan + dasi, hasil keringat sendiri loh... ahahha). Sembari memberikan hadiah, beliau menyampaikan kepada semua hadirin bahwa saya ini masih mahasiswa, bahkan belum di lantik jadi S.Ked... Alhamdulillah semua tepuk tangan. hahaha... untuk bukan hal yang jayuz. hehhe... 

Setelah itupun, banyak yang memberikan selamat dan dorongan pada saya agar terus mengembangkan penelitian, dari Prof. Cissy, Prof. Zul, dr. Chairul, dr. Nova, Prof. Eddy, dr. Yuniza, dll... senang sekali.... hahaha... Yang ingin saya sampaikan.. ini bukan soal bangga karena di puji dll, ini soal motivasi... Kondisi yang di atas ini sekarang menjadi motivasi bagi saya, Indonesia masih menginginkan banyak peneliti muda. Peneliti juga sangat di apresiasi walaupun bentuk apresiasinya bukan dalam hal materi, dan semua yang saya alami membuat saya ingin meneliti lagi, karena itu saya sarankan sesering mungkin untuk mengikuti hal-hal seperti ini. So, jangan pernah merasa sepi menjadi peneliti tetapi juga klinisi.


Selain itu, melalui kegiatan ini saya jadi dekat dengan beberapa kakak-kakak residen, K' Anto (ketua residen penyakit dalam), k' adhi (Sekretaris residen), k' merryl, k' iin, k' hariz, k' leni, (semua penyakit dalam), k' adel dan k' norman (THT). Jadi kenal juga dengan konsulen alregi dan bagian anak.Serta banyak pengalaman lain yang saya pelajari. Saya ingin ucapkan terima kasih kepada dr. Irsan yang telah mengajak saya ikut penelitian dan Prof. Eddy atas ajakan beliau agar saya ikut ke bandung. Hadiah, sertifikat, dan buku publikasi bagi saya sangat penting, walalupun kalau anda bandingkan dengan yang anda punya mungkin tidaklah seberapa, tapi pengalaman tidak bisa di beli... dan kesempatan tidaklah datang dua kali. Selain itu, tidak jadinya kami masuk stase PDL juga berkah bagi kami yang didatangi keluarga. Jadi punya banyak waktu untuk keluarga untuk jalan-jalan dll. Saya ngebayangin kalau di stase lain mungkin saya harus jaga, harus follow up pagi-pagi, dll. Untung juga lah masuk radiologi duluan. Alhamdulillah.


Saya, Bang Oman (THT), dan Bang Adhi (PDL)


Apalagi kesempatan emas ini saya dapatkan secara tidak sengaja... bahkan berawal dari sebuah ketakutan. Kalau saya runut cerita ini ke belakang maka akan terasa, bahwa hal ini adalah sesuatu yang jelas di rencanakan. Sebuah rencana yang lebih indah, yang jauh lebih baik daripada rencana-rencana yang saya buat karena dasar keinginan- nafsu semata. Ya . . . inilah yang namanya rencana Allah.

The End

Rabu, 14 Maret 2012

Tentang KOASS alias Dokter Muda

KOAS DINOSAURUS
Koass itu idealnya disebut Kumpulan Orang-orAng Saling sayang...
Bukan Kumpulan Orang-orAng Saling Sikut (demi ego pribadi)...

Saling sikut tak akan terjadi dengan sendirinya.. tapi terjadi karena ada yang memulai.. karena pilihan yg muncul dari ego masing2 oknum yang merasa dirinya tak sempurna.. dan ingin menyempurnakan diri tanpa memikirkan orang lain..

sesungguhnya, mereka adalah pribadi yg merasa akan punah.. karena itu, orang2 ini di sebut dinosaurus.

kalo begitu,, sy doakan mereka cepat punah (sifat kedinosaurusannya). aamiin.


INSPIRASI DARI RADIOLOGI
tetap semangat Koas buat kakak2 07 dan sejawat 08. #RadiologiSeries

IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) dapat mengubah pandangan orang lain terhadap kita. Tapi tidak akan mengubah pandangan kita terhadap diri kita sendiri.

kita tahu ketidakmampuan kita. kita tahu apakah IPK yang sekarang pantas/ tidak untuk kita.TAPI kita juga harus tahu bahwa...... kita harus berpikir (minimal) 2 kali untuk besar kepala hanya karena IPK.

IPK memang penting, tapi Skill/ilmu adalah kebutuhan. Karena nanti yang kita hadapi bukan soal. Tapi pasien.

Minggu, 19 Februari 2012

Renungan hidup buat kita semua... "Kisah Nyata Bapak Tua Penjual Amplop"

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas di lihat, barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat.

Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusan plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih.

Astaga, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp 7.500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp 250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu.

Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp 10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis.

Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook yang bunyinya begini : “bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap..”.

Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka semoga saja perbuatan baik kita dapat berbuah menjadi suatu akibat yang baik pula, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Oleh : Rinaldi Munir, Bandung 

Sabtu, 18 Februari 2012

Badan Pers Nasional ISMKI di Ujung Tanduk?

Ikatan senat mahasiswa kedokteran Indonesia (ISMKI) ibarat rumah besar dan utama bagi mahasiswa kedokteran di Indonesia, salah satu bagian yang melengkapinya adalah badan pers nasional atau lebih dikenal dengan BPN ISMKI.  Walaupun BPN seatap dengan ISMKI, ternyata perasaan terkotak-kotak masih saja menjadi cerita unik dari keseharian organisasi ini. Alhasil terciptalah perasaan bahwa ISMKI dan BPN itu terpisah.

Banyak etiologi  yang kami identifikasi melalui pertemuan dunia maya MPA-BPN ISMKI, hal yang paling mengejutkan adalah minimnya pengetahuan pengurus BPN tentang ISMKI itu sendiri, dan saya yakin hal itu sama saja bila saya bertanya kepada PHN/PHW ISMKI mungkin banyak yang tak mengerti tentang hierarki BPN dan ISMKI, apalagi bila ditanya soal koordinasi mereka sebagai keluarga satu atap. Hal ini kabarnya disebabkan pula dari “ketidaktahuan” yang diturunkan secara herediter.

Hal ini malah mengingatkan saya pada setahun yang lalu, ketika saat itu saya malah menjadi bagian PHN ISMKI dan cukup dekat dengan BPN karena ada haris (kadiv spectrum BPN 2010-2011 dari FK Unsri) dan kegiatan saya di kastrat sehingga mengisi artikel di majalahnya BPN, Spektrum. Kalau tak begitu, mungkin sayapun tak begitu kenal dengan BPN.  Disaat yang bersamaan, sayapun merasa ada kejanggalan tentang banyaknya munas dan muswil di dalam ISMKI yang berakibat seolah-olah semua berjalan sendiri-sendiri dan banyak habis waktu untuk menyelaraskan gerakan. 

Saya akhirnya menyampaikan uneg-uneg ini pada sekjend dan wasekjen internal, saya sampaikan pula solusi yang dapat mengatasi 2 permaslaahan sebelum ini, yaitu mengadakan munas bersama. munas yang sebenarnya, MUNAS ISMKI. Kita subtitusi yang selama ini terjadi, munas ISMKI adalah munasnya PHN. Padahal di dalam ISMKI juga ada Bapin, BPN, PHW, dan MPA. Seharunya semua organ tersebut duduk bersama ketika munas, tidak seperti sekarang ini yang hanya duduk untuk pemaparan singkat tentang kondisi terkini. Alhamdulillah, berkat inisiatif mas faza,  pada akhir tahun 2012 akan diadakan munas ISMKI yang seutuhnya. Hal ini bisa dijadikan batu landasan bagi BPN untuk bersama-sama membangun keluarga ISMKI, jadi tak ada lagi yang merasa di anak tirikan.

Tak berhenti sampai disitu, masalah-masalah lain pun terkuak dalam NM yang cukup singkat. Ada rasa sedih cukup mendalam atas hal yang baru saja saya ketahui, bahwa pada kenyataannya keaktifan pengurus BPN, bahkan Kepala Divisi hanya 50%. Banyak yang ingin keluar dari kepengurusan dan ada beberapa yang mengundurkan diri karena beberapa alasan. Saya miris, padahal disisi lain ISMKI, PHN sedang dalam kondisi terbaiknya menurut saya. Lah kenapa di BPN tidak, sangat jauh tertinggal. Tapi yang membuat saya salut adalah sang Direktur BPN, wanita muda angkatan 2009 bernama Tine yang entah bagaimana masih bertahan, dan mengungkapkan bahwa 80% proker masih dapat terlaksana. 

Tentu kami sebagai MPA langsung penasaran, kok bisa banyak pengurus tidak aktif? Jawabannya simple, “Mereka merasa tidak dapat apa2 dri bpn. Jadi istilahnya ga dapat untung. Ada juga yang karena kadiv nya  ga aktif, jd malas2an juga.” Kemudian,  “Jadi istilahnya kami kurang terkenal. Kalo kakak2 bs membantu gimana caranya membuat kami dikenal dan terkenal mungkin anggota bpn nantinya dapat lebih produktif. Kalo anggota ismki (PHN/PHW nampaknya) kan bisa terkenal, jd yang produktif banyak. Kalo kami kurang begitu. Sebetulnya sudah ada ide sharing artikel, tapi pelaksanaannya terhambat. Jadi, mungkin nantinya bpn bisa menawarkan potensi penulis anak fk itu bisa terkenal diantara fk se-indo”. Sebuah jawaban tulus dari adik saya, yang saya apresiasi keberaniannya mengatakan hal ini kepada kami. Sayapun mempublish ini agar teman-teman tau, beginilah perasaan saudar/I kita di sana. Bukan ingin menunjukkan kelemahan kita. Orang yang mengakui kesalahan dan mau memperbaiki selalu lebih baik dibandingkan orang yang bertahan dengan kesalahan yang ditutup-tutupinya. Bagi saya, ada kalanya kita dengan lantang berbicara, “bukan bertanya apa yang diberikan organisasi kepada kita, tapi apa yang kita berikan kepada organisasi”, tapi kadang tidak semua kondisi dapat disamaratakan, pada kasus ini Saya dan teman-teman MPA dan BPN harus berpikir tentang manfaat bagi pengurus BPN, kalau tidak, jangan harap anda melihat kemajuan BPN di kemudian hari.

Belum selesai masalah soal minimnya pengetahuan ISMKI, keaktifan anggota, dan manfaat BPN bagi pengurus. Saat ini BPN malah merasa semakin galau dengan adanya warta ISMKI dari Infokomnas. Saya sudah menduga hal ini, Karena itu sebelum NM berlangsung saya mengundang Indah (sekbid Infokomnas untuk gabung NM, sayangnya yang bersangkutan berhalangan). Kegundahan ini muncul dari pengurus, mereka awalnya keberatan dengan adanya warta ismki itu. Seperti menyaingi eksistensi BPN yang bahkan belum eksis. 

Karena hal itulah saya menyampaikan pertanyaan pembuka, Apa perbedaan Spektrum dan Warta ISMKI? Dan jawabannya : spektrum adalah majalah yang isinya lebih universal seputar dunia kedokteran, disamping fakultas kedokterannya. Di spektrum, rubrik untuk ismkinya kan terbatas, cuma 2-3 halaman. Jadi memuat acara besarnya ismki aja, sedangkan warta ISMKI lebih menitikberatkan update info tentang bidang-bidang di ISMKI.  Saya rasa, jawaban ini sudah cukup jelas dan mampu untuk menghapus kegundahan dan kegalauan dihati pengurus. Kami dari MPA juga berkomitmen untuk menjaga konten publikasi spectrum dan warta ISMKI agar tidak terjadi overlapping. Ditakutkan, ketika terjadi  overlapping, niscaya salah satu (Spektrum atau Warta ISMKI) dapat saja kolaps. Bagaimanapun, bagi pengurus BPN spektrum adalah jantung mereka. Produk mereka yang utama dan inti dari BPN itu sendiri. Bayangkan bila spectrum kolaps?? Hanya karena ketidakhatian kita dalam memilah konten publikasi. Semoga tidak pernah terjadi.

Suasana diskusi kami seakan tambah suram penuh keharuan mendengar kisah-kisah tersebut. BPN serasa di ujung tanduk. Hingga sampailah kami ke agenda penyampaian pertimbangan. Disinilah kami merasa bahwa, masih ada sejuta cercah (bukan secercah lagi) harapan BPN untuk bangkit. Karena apa yang di alami BPN hampir sama dengan yang dialami MPA, kita sama-sama kurang eksis dibandingkan PHN/ PHW. Tentu langkah awal adalah mempertahankan hal-hal kecil yang penting dalam pengakaran BPN terutama di LPM masing masing FK, seperti kata arya giri bahwa sebenarnya dia cukup terkesan karena BPN berani mengeluarkan merchadisenya..ini salah satu upaya yg efektif untuk mengenalkan BPN...jadi gara-gara temen2  pers pake jaket BPN..banyak mahasiswa yang tanya BPN itu apa...itu modal yg bagus lo.... Hal seperti ini wajib dipertahankan, menurut arya juga untuk mengatasi persoalan tentang pemahaman hubungan BPN dengan ISMKI tolong dipaparkan dengan jelas di munas, rasanya masih banyak yang belum paham hubungan ini. Insya’Allah munasnya di Makassar pada bulan maret, kebetulan wasekjen Interna ISMKI berada disana, saya rasa bang taufik bisa membantu nanti. 

Komisi satu MPA, mega, juga menambahkan soal BPN yang kurang mengenal ISMKI.Menurutnya, tine yg sudah mulai kenal banyak bisa menceritakannya pada pengurus skrg, dan yg terpenting pada pengurus BPN selanjutnya. mungkin tine bisa bikin eval selama setahun ini dan turunkan pada pengurus BPN selanjutnya, jg bimbing pengurus BPN selanjutnya. Ada banyak jalan untuk menghidupkan BPN. sama seperti kami yg mmenghidupkan MPA, dulu sangat banyak orang yg tidak kenal MPA, kemudian kami mengadakan sosialisasi dan melekatkan MPA dalam setiap tindakan kerja. masalah komitmen pengurus yg kurang, benar karena mereka merasa kurang berkembang atau tidak mendapatkan sesuatu di BPN, bisa dilakukan upgrading pengurus, atau klo mau bikin LKMM BPN. ilmu jurnalis adalah ilmu yg luarbiasa wah buat saya. saya skrg justru lg berburu ilmu jurnalis dan sempet kepikiran masuk BPN. hawa jurnalis itu yg harus tine dan jg temen2 disini tularkan (termasuk MPA) agar BPN bisa naik daun saya berani bilang sama kamu, pemimpin manapun di dunia ini wajib punya skill jurnalis, minimal menulis. dan ISMKI punya banyak pemimpin, itu ladang bagus buat BPN.

Saya pribadi sih simple simple saja, saya memberikan pertimbangan pada BPN untuk memiliki Pelatihan jurnalistik nasional, membuat spektrum dalam bentuk online, dan pada munas nanti mohon dipertimbangkan untuk mengangkat penerus dengan background ISMKI. Pelatihan jurnalistik nasional ini dapat mengajak tokoh-tokoh keren seperti bang karni ilyas, ferdiriva, najwa shihab, raditya dika, dll. Satu lagi, saya sarankan BPN untuk membuat buku, kalau kata mas aldi buat buku tentang pengalaman dokter insternship. Apapun judul dan tema bukunya,  yang terpenting antusiaslah kalian membuatnya. Dengan begitu, BPN akan eksis dengan sendirinya disamping royalti juga mengalir ke kas BPN. Kenapa tidak dicoba bukan??

Masih ada harapan dari BPN, sejuta cercah harapan malah. ^^. Malam ini saya dapat pelajaran berharga, yaitu antar PHN-PHW-BAPIN-BPN-MPA itu saling terikat, karenanya harus saling peduli. Bagaikan sistem organ , bila ada yang sakit maka organ lainpun akan merasakan sakit dan nyerinya. Itulah kita seharusnya, ISMKI.

mecintai ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia) secara holistik, berarti juga mencintai MPA-ISMKI, BPN-ISMKI, BAPIN-ISMKI, PHW ISMKI, dan PHN ISMKI. Jangan merasa asing dirumah sendiri- Franz Sinatra Yoga

Rabu, 15 Februari 2012

Jadilah orang yang berASA...

Hal biasa yang kita dengar adalah, "ah, sudah tidak mungkin lagi. Toh kalau dilakukan juga belum tentu berhasil". Menurut saya Statement yang diungkapkan ini adalah benar. Memang tepat sekali bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini, karena kepastian tersebut hanyalah milik sang khalik. frasa "belum tentu" mewakili status kita sebagai manusia yang hanya bisa berikhtiar dan bertawakal.

Tapi disinilah menariknya, ada 2 golongan manusia yang manafsirkan frasa "belum tentu" ini.Golongan pertama yang menyikapi ketidakpastian meyakini bahwa dengan berusaha akan tercipta rumus 90: 10, yaitu peluang keberhasilan sebsesar 90% dan kegagalan 10%. Sedangkan pada golongan kedua juga tercipta rumus 90: 10, dimana mereka meyakini 90% hasil usaha mereka berakhir dengan kekecewaan dan kegagalan, sedangkan kemungkinan mereka berhasil sangat kecil (10%).

Golongan pertama inilah yang kita kenal dengan orang-orang yang berASA dan golongan kedua kita kenal dengan orang-orang yang berPUTUS ASA. Memang begitu adanya, "belum tentu" adalah hakikat kita dalam melihat hal ghaib (termasuk masa depan dari hasil usaha kita). Golongan orang-orang yang berputus asa kerap menjadikan kemungkinan 10% gagal sebagai alasan, seperti kalimat "kegagalan bisa saja terjadi bila kita melakukan sesuatu, jadi lebih baik jangan lakukan, ambil aman saja, dan puaslah dengan mensyukuri yang sudah kita dapatkan".                             

wah, bagi saya pribadi syukur disini memang suatu keharusan atas nikmat. Tapi jangan dijadikan alasan untuk menciptakan sikap malas dan ogah-ogahan berusaha. Justru karena rasa syukur itulah kita berusaha lebih kuat, agar lebih kaya, agar lebih pintar, agar lebih mapan, agar lebih dewasa, agar lebih berguna. Untuk apaa??

tentu saja agar kita dapat lebih banyak berbagi kepada semua manusia dalam menebar kebaikan.

Jadilah orang yang berASA... ketika engkau berASA, maka engkau tidak memiliki alasan untuk mundur. Bila engkau berPUTUS ASA, maka sejuta alasan untuk mundur akan muncul.

Selasa, 14 Februari 2012

Kami Tidak Menulis Buku, Tapi Kami Mencetak Manusia

dakwatuna.com -Ikhwah fillah, inilah kira-kira jawaban yang dilontarkan seorang ulama besar, imam Al-Banna ketika ia ditanya oleh salah seorang muridnya, mengapa ia tidak menerbitkan buku untuk menjadi bekal dan pedoman bagi generasi pelanjut nantinya. Setahu saya hanya ada dua buku yang langsung dikarang oleh Imam Al-Banna, yaitu “Memoar Hasan Al-Banna” dan “Detik-detik Hidupku”. Tapi bisa kita lihat saat ini, kader-kader yang dicetak oleh imam Hasan berkarya jauh lebih besar dari hanya menghasilkan karya buku dan kitab, bahkan untuk urusan buku dan kitab, karangan satu orang murid beliau saja mungkin belum pernah habis kita membacanya, Syekh Yusuf Qaradhawi.

Lontaran jawaban yang mengatakan “Kami Tidak Mencetak Buku, Tapi Kami Mencetak Manusia”, menurut hemat saya pribadi bukanlah satu bentuk penolakan atau ketidaksetujuan beliau tentang karya mencetak buku dan kitab. Saya yakin beliau bangga terhadap penerusnya yang telah menghasilkan ribuan buku, seperti Syekh Yusuf Qaradhawi, Jumu’ah Al-Amin, Musthafa Masyhur, dll. Tapi beliau hanya ingin menekankan, ada satu pekerjaan besar kita, yang sesungguhnya lebih besar daripada amal menghasilkan karya tulisan, yaitu amal “menulis” manusia, amal mencetak manusia.

Jika kita perhatikan dakwah semenjak zaman Rasulullah, salah satu inti penting dari dakwah adalah pertambahan jumlah kader dan pendukung dakwah, dan kita tidak bisa menafikan ini. Yang saya pahami salah satu parameter keberhasilan dakwah adalah bertambahnya jumlah orang yang menerima dan dibina di jalan dakwah. Lihatlah bagaimana pertumbuhan dakwah Rasulullah, satu orang beliau di awal risalah kenabian, menjadi 124.000 orang pada saat haji Wada’. Kita bisa menghitung rataan pertumbuhan kader dakwah yang dibangun Rasulullah dari tiap perjalanan waktunya.

Pekerjaan dakwah ini tak bisa berhenti pada tahapan , menyampaikan saja, tapi ia harus dilanjutkan sampai membentuk manusia, dan seterusnya. Kerja dakwah ini tak bisa hanya berhenti sampai di titik mengajarkan bagaimana cara shalat yang benar, tapi harus berlanjut bagaimana agar shalat ini benar-benar integrated dalam kehidupan manusia. Kerja dakwah kita tak boleh berhenti sampai mengajarkan cara membaca Al-Qur’an yang benar saja, tapi harus terus berlanjut sampai Al-Qur’an benar-benar menjadi pedoman tiap langkahnya. Kerja dakwah tak bisa cukup sampai hanya menyampaikan satu sisi Islam saja, ibadahkah, fiqihkah, tapi ia harus terus berlanjut agar orang benar-benar paham Islam secara komprehensif.

Satu pekerjaan besar yang harus dilakukan seorang kader dakwah, yang menurut saya adalah harga mati, ialah membina dan “menulis” manusia, mentarbiyah manusia. untuk menghasilkan kader-kader baru yang tangguh dan mumpuni. Menghasilkan kader-kader dakwah baru yang benar-benar paham Islam secara komprehensif. Pekerjaan membina manusia bagi seorang kader dakwah, adalah satu hal niscaya yang ia harus lakukan , jika ia memahami dan meneladani dakwah Rasulullah dan orang-orang shalih sebelumnya. harusnya tak ada lagi kalimat yang terlontar dari seorang kader dakwah “saya tidak mau pegang mentoring” atau “saya malas pegang mentoring” atau “saya belum sanggup meng-handle kelompok mentoring”.

Tentu kita harus pula memahami membina manusia dalam kerangka dan lingkup seperti apa. Jika kita simak Firman Allah dalam QS As-Syu’raa : 214 “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” dan firman Allah dalam QS At-tahrim : 6 “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…”. Membina manusia haruslah kita mulai dari lingkungan terdekat kita, mentarbiyah diri sendiri dengan tarbiyah dzatiyah, mentarbiyah keluarga, dan terus pada lingkungan yang lebih luas. Jangan sampai tarbiyah yang kita lakukan sudah melebar ke mana-mana, tapi kita melupakan tarbiyah pada keluarga.

Dan pada akhirnya kita bisa bayangkan bagaimana luar biasanya kondisi masyarakat sekian waktu yang akan datang, jika semua kader dakwah memahami esensi “menulis” manusia ini.

Terakhir saya mengingatkan bagi diri saya pribadi dan untuk kita semua, mulai dan lanjutkanlah pekerjaan kita “menulis” manusia, pekerjaan mentarbiyah manusia agar dakwah dan Islam ini benar-benar membumi menjadi rahmatal lil ‘alamiin. Jangan lagi ada di antara kita yang masuk golongan kaum “qaa’idiin”, yang duduk-duduk saja, jangan sampai kita hanya melihat dan menyaksikan saudara-saudara kita menunaikan tugasnya menulis manusia, tapi kita diam saja, jangan sampai title “pengangguran harakah” tersemat indah di pundak kita. MARI MEMBINA

Semoga Allah selalu merahmati kita dengan iman dan keistiqamahan.
Wallahu’alam bis shawab
-hamasah-

Rabu, 08 Februari 2012

Sifat Kekanakan yang Wajib Dipertahankan


Sebuah lukisan yang bagus merupakan hasil perpaduan beberapa warna dengan komposisi sesuai, artinya tidak lebih dan tidak kurang. Warna-warna ini digoreskan diatas kanvas dengan sangat indah, hingga kita lupa untuk menyadari bahwa warna dasar lukisan ini adalah putih. 


Sekarang anda sudah menyadarinya bukan?? Betapa pentingnya warna putih bagi sebuah karya indah. Bayangkan bila warna putih yang tampak saja pada lukisan diatas diganti dengan warna hitam. Bagaimana?? Baguskah??

Begitupula dengan manusia, kita terlahir dengan warna putih. Bersih bagaikan kanvas tak tergores. Pengalaman menjadi warna-warna bagi hidup kita dan pertambahan usia menjadi kuasnya. Kita terlahir dengan warna dasar yang sama, putih tanpa dosa. Semakin banyak pilihan warna (pengalaman) dan seiring bertambahnya usia (matang), niscaya kualitas lukisan secara integral bertambah baik.

Oh iya, hampir saya lupa memberitahu, di dalam dunia perlukisan tidak ada penghapus loh. Ketiadaan penghapus merupakan tantangan tersendiri bagi pelukis. Walaupun kita bisa menutupinya dengan warna lain, tetap saja yang lebih baik adalah tidak menggoreskan warna yang salah di atas kanvas yang seharusnya putih. Hindari kesalahan. Pertahankan warna dasar, putih. 

Warna dasar layaknya kondisi kita ketika dilahirkan. Pada masa kanak-kanak pun warna ini terlihat jelas dalam beberapa sifat, entah masihkah kita sadar pernah memilikinya, sifat-sifat luhur yang dimiliki ketika kecil.

Ketika kecil, ketika saya bertengkar dengan teman saya, saya marah tetapi setelahnya kami berbaikan tanpa dendam. Sekarang, setelah dewasa apakah kita tetap seperti itu? Jangan-jangan sifat pemaaf telah hilang dari kita.

Ketika kecil, saya belajar berjalan dan terjatuh saya menangis kesakitan, tetapi saya tak berhenti mencoba hingga sekarang saya dapat berlari. Sekarang, ketika kegagalan menghampiri, apakah kita mudah putus asa?

Ketika kecil, saya hobi sekali memanjat pohon jambu didepan rumah tanpa rasa khawatir, padahal orang tua berteriak-teriak jangan memanjat tinggi-tinggi. Bandel memang. Sekarang, untuk mencoba sesuatu yang baru demi menuju kesuksesan, kenapa begitu banyak kekhawatiran menghampiri?

Ketika kecil, saya selalu kagum dengan hal-hal sepele yang dilakukan oleh Ayah dan Ibu. Apakah sekarang kita masih seperti itu? atau lebih kagum dengan guru kita disekolah?

Ketika kecil, saya selalu takut dengan orang tua dan patuh atas semua nasihatnya. Sekarang? apakah kita tetap menjadi buah hati yang baik? atau malah pernah berkata "malas", "ahh", atau berkilah ketika orangtua memberi nasihat?

Ketika kecil, Tuhan begitu dekat seakan mengawasi saya. Masihkah hal ini dirasakan? atau ada yang salah dengan kuas hidupku sehingga kita menjauhi tuhan?

Ketika kecil, begitu bertengkar dengan teman. Cepat sekali saya kembali ke bunda, menangis tersedu, dan curhat tentang kejahilan orang lain terhadap saya. Apakah sekarang Bunda masih menjadi tempat curhat kita? atau kita malah lebih memilih teman?

Ketika kecil, menabung adalah kegemaranku. Sekarang apakah kegemaran itu telah berganti dengan menghambur-hamburkan uang jerih payah orang tua?

Ketika kecil, senyuman orang tua adalah kebahagiaan kita. Sekarang, apakah itu menjadi hal penting? atau telah berganti dengan "kehidupan masan depan yang mewah".

ketika kecil, tak peduli apa yang orang katakan. Saya selalu melakukan sesuatu demi kebahagiaan, bukan uang. Masihkah kita seperti itu?

Ketika kecil, saya belajar merangkak. Tetapi gagal!! orangtua saya menyemangati saya, bukan mencemooh. Ketika berhasil, semua kegagalan saya dilupakan dan keberhasilan saya selalu dibangga-banggakan. Ketika masih kanak-kanak, saya menjadi orang yang suka menyemangati. Sekarang, banyak sekali orang dewasa yang mencoba, gagal, hanya cemoohan yang didapat. Bukan dukungan seperti saya kecil dulu. Sekarang, keberhasilan sayapun langsung dilupakan ketika melakukan secuil kesalahan. Lalu, apakah saya sekarang masih mampu seperti masa kecil, menyemangati orang? berusaha melihat usaha dan membanggakan keberhasilannya?

Dalam kehidupan manusia, sifat-sifat kekanakan ini adalah warna dasar. Kadang, sifat-sifat ini perlu dipertahankan, karena sudah tua itu belum tentu lebih baik. Ada beberapa sifat kekanakan yang sebaiknya di pertahankan. Kalau bagi saya, bukan sabaiknya melainkan WAJIB di pertahankan.


karena . . . 

Ada hal yang bisa dengan mudah dilakukan anak kecil, tapi tidak mudah bagi orang dewasa.


(di takengon, tempat kelahiran saya, tampak bocah dengan kostum timnas naik pohon. Hal ini mudah bagi anak anak, tapi susah untuk dilakukan orang dewasa. Dewasa terhambat rasa malu dan ragu, padahal hatinya ingin sekali mengulang masa-masa kecil indah seperti ini. Inilah realita)

Akan kusisakan bagian putih kanvasku, biarlah tak berwarna. 
Karena Saya yakin, kadang putih jauh lebih Indah.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by phii | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code