Rabu, 26 Oktober 2011

Mahasiswa Kedokteran: SJSN Itu Jaminan Sosial, Bukan Asuransi Komersial



Pada tanggal 21-23 oktober 2011, bertempat di kota Bandung, Jawa Barat, sekitar 80 delegasi mahasiswa dari 18 Fakultas Kedokteran di Indonesia mengadakan pertemuan yang dinamakan "Forum Mahasiswa Berbicara Kajian Strategis Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia" (FMB Kastrat ISMKI).

Forum ini diselenggarakan untuk mendiskusikan beberapa hal terkait Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dengan beberapa stakeholder. Stakeholder tersebut diantaranya adalah Ridwan Monoarfa (Dewan Jaminnan Sosial Nasional), Usman Sumantri (Kementerian Kesehatan RI), Hasbullah Thabrany (Guru Besar UI), Ledia Hanifa (Pansus RUU BPJS dari Fraksi PKS), dan Wahyu Idrawati (Kemenakertrans RI), serta Mas’ud Muhammad (PT jamsostek) dan Moh. Yani (PT Askes).

Dalam acara ini, mahasiswa sempat memperdebatkan dan mempertanyakan essensi dari SJSN. Apakah SJSN adalah jaminan sosial nasional? Karena berdasarkan konsepnya terdapat praktik asuransi. Lantas apakah ini tak beda dengan asuransi nasional?

Menanggapi hal tersebut, salah satu pakar jaminan sosial yaitu Prof. Hasbullah Thabrany mengungkapkan bahwa makna jaminan sosial itu luas. Kata jaminan di Indonesia punya banyak makna. Wajar kalau banyak perbedaan persepsi. Kemudian istilah sosial, ada 2 makna: paham sosialis dan makna “miskin”. Ini kekeliruan, tugas kita menjelaskan bahwa jaminan sosial adalah kolektif bersama untuk memenuhi kebutuhan sosial, berupa sistem kegotongroyongan. Pemerintah tidak bisa dibebankan sepenuhnya, kita juga turut berkontribusi. Karena saat ini negara masih belum mampu untuk menanggung beban ini seluruhnya.

Apabila kita tilik ulang mengenai kata jaminan, dalam persepsi rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Yang artinya dari pemerintah, oleh pemerintah, dan untuk rakyat. Hal ini identik dengan slogan ‘GRATIS” yang marak beredar (berobat gratis, dll). Apakah benar-benar gratis? Ternyata tidak, dalam praktik berobat gratis memang rakyat gratis untuk berobat tetapi tetap saja ada dana yang digunakan dari APBN atau APBD. Kerapkali terjadi pembengkakan dalam penggunaannya dan alokasi dana yang tersedia habis, alhasil bukan tidak mungkin yang terjadi adalah penurunan mutu pelayanan kesehatan. Maka, rakyatlah yang dirugikan.

Lalu dari manakah sumber dana APBD /APBN yang digunakan pemerintah? Ternyata dari APBN yang angkanya mencapai lebih dari 1000 triliun yang menjadi sumber dana utama bukanlah sumber daya alam seperti PT. Freeport, bukan pula cukai rokok sebesar 60 Triliun, akan tetapi pajak penghasilan sebesar 600 triliun. Selanjutnya, pajak ini akan diolah pemerintah untuk dikembalikan manfaatnya kepada masyrakat melalui pembangunan, pelayanan, bantuan sosial, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya dana pemerintah adalah dana rakyat, dari rakyat, oleh pemerintah, dan untuk rakyat. Lalu kenapa tidak pernah ada protes terhadap pajak yang kita bayarkan selama ini. Padahal konsep ini yang sama dengan SJSN yang akan diusung.

Salah satu penyebabnya kembali lagi kepada persepsi masyarakat dan doktrin eksternal yang menanamkan bahwa SJSN adalah bentuk lepas tangannya pemerintah. Ternyata ini tidak benar. Rakyat tidak pernah protes masalah pajak walaupun konsepnya memiliki kesamaan dengan SJSN karena merasa bahwa pajak adalah kewajiban, bukan iuran. Padahal sebenarnya pajak juga iuran. Walaupun ada beberapa Negara di eropa barat yang menyatukan pajak umum dan iuran tersebut. Hal ini dapat dilakukan tetapi jumlah pajak yang harus dibayarkan mencapai 50% gaji atau upah. Ada pula negara yang memisahkan antara pajak umum dan iuran ini dengan alasan terdapat perbedaan prinsip dimana pajak umum digunakan untuk pelayanan umum seperti membangun sekolah, membangun jalan, membangun sarana ibadah, dll. Iuran sendiri diperuntukkan untuk manfaat yang didapat dari program jaminan sosial. Jenis kedua adalah jenis yang akan diterapkan di Indonesia.

Apakah isu bahwa SJSN memeras rakyat benar? Jelas sekali tidak benar. Analoginya, bila terdapat dua kelompok, ada kelompok kaya dan kelompok miskin. Ketika diwajibkan membayar iuran atau pajak, kelompok manakah yang akan merasa diperas? Tentu kelompok miskin bukan. Lantas apakah kelompok miskin tetap dipaksa membayar pajak? Tidak. Karena pemerintahlah yang bertanggung jawab membayar iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu. Jadi tidak ada yang akan diperas. Dan bagi kelompok yang kaya tidak akan dipukul rata jumlah iurannya, tetapi berdasarkan persen penghasilan. Jadi disinilah konsep “adil” itu berjalan.

Kenyataan yang ada, apabila RUU BPJS tidak disahkan dan SJSN tidak dilaksanakan maka “pemerintah telah mengabaikan konstitusi, mengabaikan hak rakyat, dan membiarkan rakyat hidup tanpa jaminan”. Karena berdasarkan konstitusi pemerintah wajib mengembangkan jaminan sosial dan dalam konsep SJSN pemerintah tidak lepas tangan. Jelas disini masih banyak permasalahan karena perbedaan dalam mendefinisikan jaminan dan asuransi.

Mengacu dari hasil diskusi yang terjadi di forum ini, maka kami menyimpulkan bahwa SJSN jelas adalah jaminan (sosial) bukan asuransi (komersial). Pasca forum ini kami berharap agar pemerintah dapat melakukan sosialisasi yang luas dan menyeluruh kepada seluruh pihak agar masyarakat tidak dibingungkan dengan konsepsi dan tujuan jaminan sosial, baik secara umum maupun yang dimaksud dalam UU SJSN.

Kami juga berharap agar RUU BPJS segera disahkan sehingga SJSN bisa segera diimplementasikan. Kami juga menyadari bahwa buatan manusia tidak ada yang sempurna dan dapat memuaskan semua pihak, tapi itu bisa kita perbaiki setelah dijalankan.

Oleh:
Franz Sinatra Yoga (Mahasiswa FK Unsri 2008; Koordinator Kastrat Nasional ISMKI).
Email: franz.sinatra@yahoo.com

  

2 komentar:

Akademik Ibnu Sina FK UNILA mengatakan...

izin share n edit mas.... buat penyegaran institusi..

FRANZ SINATRA YOGA mengatakan...

dipersilakan :)

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by phii | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code