Setiap roda organisasi memiliki tantangan masing masing sesuai zamannya. Akan tetapi permasalahan sumber daya manusia adalah masalah yg tidak mengenal zaman, kerapkali menggerogoti organisasi tanpa memberikan manifestasi klinis berarti. Yang akhirnya, mengubur perlahan visi pergerakan mahasiswa menjadi visi pelaksanaan program kerja.
Perlukah ada perbaikan sistem keanggotaan organisasi secara tersistem??
Saya tidak ingin berspekulasi..saya rasa, setiap orang memiliki alasan sendiri dalam menjawab hal ini. Akan tetapi, dalam kesempatan ini saya ingin berbagi pengalaman akan beberapa hal yang saya dapatkan melalui studi komparasi berbagai organisasi. Check this out!! Di k€ehidupan intra kampus kita mengenal sebuah lembaga yang diakui dikti sebagai lembaga resmi yaitu BEM, dan untuk penyaluran minat dan bakat perlu dibentuk sebuah badan penyalur yang kerap kita sebut unit kegiatan mahasiswa, badan otonom, badan semi otonom, badan kelengkapan, atau sebutan lain yang ada.
Telah saya ungkapkan sebelumnya bahwa, terkadang silent killer dari sebuah organisasi berawal dari SDMnya sendiri. Banyak organisasi yang memiliki pengurus dengan sejuta aktivitas, bisa di bilang super aktivis. Tanpa saya kemukakan sebenarnya para pembaca kerap menemui hal ini di lingkungan kampus masing masing. Hal ini terjadi karena beberapa alasan:
- Dia mengikuti semua organisasi yang ada intrakampusà semuanya jadi pengurus. Tentu banyak kewajiban yang harus dilaksanakan.
- Memang tidak ada orang lain yang dapat dipercaya dalam mengemban amanah dalam kepanitiaanà jadi dia lagi.
- Tidak ada orang lain yang ingin bergerakà akhirnya, mau tidak mau dia sadar diri untuk bergerak. “Daripada tidak terjadinya perjalanan organisasi”, begitu pikirnya.
- Tipe orang yang tidak bisa bilang “tidak” ketika ditawari amanah à banyak hal yang mempengaruhi, “tipe orang yg peka”/“pengen eksis”/“mengembangkan diri sendiri saja”/“aji mumpung”, dll.
Yang hasil akhirnya akan menyebabkan kehidupan organisasi dengan nuansa “lo lagi, lo lagi” atau “pengurus multiamanah”. kesannya Cuma ganti nama organisasi / kepanitiaan saja. Misal si X, di organisasi 1 sebagai sekretaris, di organisai 2 sebagai kepala departemen, di organisasi 3 anggota humas, di organisasi 4 sebagai anggota bidang. Saat ini dapat amanah sebagai ketua pelaksana, sebagai anggota seksi juga di kegiatan lain, dan sebagai pengurus wilayah ioms. Bisa anda bayangkan?? Apakah semua akan berjalan dengan optimal?? –secara real, memang kita tidak bisa menjudge, karena tentu kembali ke individu masing-masing-, akan tetapi jika anda analisis dari segi kualitatif dan indikator keberhasilan, saya rasa sebagian besar jawabannya adalah tidak optimal.
Disisi lain tapi dengan romantisme serupa, setiap manusia mempunyai ambang jenuh, termasuk para aktivis. Semua hal yang saya sebutkan di atas sebenarnya merupakan stresor yang jarang disadari. Hanya ada 2 pilihan menghadapinya, fight or fly. Sangat lega apabila kita memenangkan pertarungan / lari ke jalan yang lebih baik, dan sangat buruk apabila sebaliknya.hal seperti inilah yang perlahan akan mengganggu stabilitas organisasi, karena orang-orang seperti diatas adalah orang yang hidup dalam kerentanan untuk stres, akademik menurun, mental dan fisik menurun kualitasnya, dan akhirnya memilih untuk hilang timbul serta hanya ikut organisasi untuk menunaikan proker belaka, padahal mereka memiliki posisi penting dalam organisasi yang bersangkutan.
Sehingga, hipotesis saya untuk solusi masalah ini, perlu dibangun sebuah rules yang tersistem terkait keanggotaan. Mungkin lebih tepatnya membangun suasana “fokus” dalam organisasi. Karena bisa saja dia memiliki banyak keanggotaan, tapi berkomitmen untuk fokus terhadap beberapa organisasi saja. Hemat saya, alangkah lebih baik lagi apabila memang diatur batasan organisasi yang di ikuti sesorang dalam hal jumlah (intra kampus hanya boleh ikut 3 organisasi) dan level organisasi (seorang ketua BEM tidak boleh menjabat sebagai pengurus/ ketua bidang di ioms tingkat nasional), selain itu dalam open sercruitment panitia juga dibuat kriteria yang mengatur hal hal seperti ini. Dengan harapan, 3 manfaat utama dapat diraih:
- Fokus, sehingga pergerakan yang diharapkan benar terjadi-tidak sekedar proker oriented
- Aktivis dapat melakukan aktivitas akademik dan organisasi,dll secara maksimal dgn harapan hasil yang optimal
- Memberikan ruang, celah bagi orang lain untuk mengembangkan kemampuannya -mengingat budaya kita masih menganut sistem “ mau tidak mau, kalau tidak ada org lain, siapapun pasti bisa”-sehingga lo lagi lo lagi bakal hilang dengan sendirinya.
Tulisan ini bukanlah untuk memberikan cap jelek kepada para aktivis yang sudah bersusah payah, tapi lebih kepada pembangunan sebuah sistem yang sangat peenting untuk memaksimalkan potensi kita aktivis sebagai generasi muda. Potensi besar dari segi “fokus” dan “bebas conflict of interest”. Dalam hal ini penekanannya pada “fokus” yang akan hasil optimal bila atmosfernya mendukung. Dan untuk menciptakan atmosfer itu perlu sebuah sistem yang baik. Pertanyaannya, Siapakah yang harus membangun sistem?? Silakan anda jawab sendiri dulu ya.........insya'Allah kita bisa berdiskusi lagi. hehe
Rapat koordinasi nasional ISMKI Transformer, maranatha, 2010
Foto bersama 2 cewe bule (*lupa darimana) dan kang entis.
0 komentar:
Posting Komentar