Gerakan kastrat sebagian besar dimotori oleh intelektual muda.
“Jika aku mengalami masalah yang rumit, maka aku akan menyerahkannya pada pemuda” (Khalifah Umar r.a).
“berikan saya sepuluh pemuda...!!! Maka akan saya guncang dunia...!!!” (Soekarno)
Pernyataan diatas adalah bukti bahwa pemuda memiliki integritas tinggi sebagai problem solver dan pelukis peradaban. Pemuda pemuda inilah yang akan menjadi punggawa punggawa organisasi dan menentukan keberhasilan organisasi kedepannya. Dalam departemen kastratpun kekuatan staffing para intelektual muda sangat mempengaruhi keoptimalan fungsi kastrat. Pada dasarnya orang-orang yang berada di kastrat dituntut untuk lebih aktif dalam berdiskusi, kritis dalam mengkaji, memberikan solusi, melakukan aksi, peka terhadap keadaan sekitar, berkomitmen tinggi, dan memahami upaya rekayasa sosial.
Beberapa tips untuk memilih intelektual muda yang akan di daulat sebagai kastraters sebagai berikut:
1. Berkomitmen
Setiap roda organisasi memiliki tantangan masing masing sesuai zamannya. Akan tetapi permasalahan sumber daya manusia adalah masalah yg tidak mengenal zaman, kerapkali menggerogoti organisasi tanpa memberikan manifestasi klinis berarti. Yang akhirnya, mengubur perlahan visi pergerakan mahasiswa menjadi visi pelaksanaan program kerja. Setiap manusia mempunyai ambang jenuh, termasuk para aktivis. Aktivis yang multiamanah memiliki stresor yang jarang disadari, yakni amanah-amanah itu sendiri. Hanya ada 2 pilihan menghadapinya, fight or fly. Sangat lega apabila kita memenangkan pertarungan / lari ke jalan yang lebih baik, dan sangat buruk apabila sebaliknya. Hal seperti inilah yang perlahan akan mengganggu stabilitas organisasi, karena orang-orang seperti diatas adalah orang yang hidup dalam kerentanan untuk stres, akademik menurun, mental dan fisik menurun kualitasnya, dan akhirnya memilih untuk hilang timbul serta hanya ikut organisasi untuk menunaikan proker belaka, padahal mereka memiliki posisi penting dalam organisasi yang bersangkutan. Sehingga, perlu dibangun suasana “fokus” dalam organisasi. Karena bisa saja dia memiliki banyak keanggotaan, tapi berkomitmen untuk fokus terhadap beberapa organisasi saja. Dengan harapan pergerakan yang diharapkan benar terjadi-tidak sekedar menjalankan proker.
2. Peka terhadap sekitar
Salah satu kebutuhan mahasiswa kedokteran adalah mengasah “sense of crisis”, ” environmental awareness” sebagai salah satu kualitas dokter di masa depan. Telah diungkapkan sebelumnya bahwa kastrat difokuskan untuk menganalisis isu yang erat kaitannya dengan kepentingan rakyat. Bagaimana mungkin sebuah tindakan kastrat dilakukan bila penggerak tidak memahami bagaimana penderitaan rakyat ataupun kepentingan kebijakan kesehatan bagi masyarakat. Sebagian besar momentum pergerakan mahasiswa terlahir dari ketimpangan cita cita dan realita yang tercermin dari penderitaan secara nyata. Yang akhirnya bersatu secara konvergen menjadi sebuah motivasi untuk merubah sebuah gerak menjadi pergerakan. Sehingga tidak mungkin orang yang tidak peka terhadap sekitar memiliki “sense” yang kuat untuk bergerak.
3. Memiliki minat dalam menganalisis
Aktivitas analisis sangat diperlukan dalam gerakan kastrat. Banyak hal yang harus dianalisis. Analisis pertama dimulai dari permasalahan (isu) yang ada. Setelah menganalisis situasi kondisi, kemungkinan yang akan terjadi, analisis yang lebih tinggi menuntut sebuah solusi. Solusi inipun harus dianalisis lebih lanjut dalam hal penerapannya, keuntungan dan kerugian, dan sejauh mana dapat menyelesaikan masalah yang ada. Kesemua hal tersebut harus dilakukan secara simultan dan meluas. hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa tidak harus menunggu bergerak sampai momentum itu muncul. Sebagai kaum muda, mahasiswa harus tetap dinamis dalam situasi seperti apa pun. Mahasiswa juga harus kreatif menganalisis untuk mencari pola-pola baru gerakan. Bahkan, jika perlu, mahasiswa harus mampu menciptakan momentum, bukannya menunggu momentum, untuk bergerak. Karena, gerakan mahasiswa tidak melulu harus dipahami sebagai gerakan mahasiswa dalam jumlah yang besar. Rentetan kegiatan diatas merupakan sebuah alur yang rumit dan harus dimulai dengan “minat” dalam menganalisis sesuatu. Dan merekam analisisnya menjadi sebuah kajian. Karena, bukan kastrat namanya kalau tidak pernah menciptakan kajian.
4. “Pemikir” vs “Pekerja”
Pada dasarnya manusia memiliki kedua hal di atas, manusia sebagai pemikir atau pekerja. 2 hal yang berbeda tetapi bertautan sangat erat, karena pemikiran yang cemerlang tidak akan pernah berguna bila tidak dilakukan secara nyata. Permasalahannya adalah kita kerapkali menjadikan salah satu dari “pemikir” dan “pekerja” lebih dominan, sehingga menguasai kepribadian kita yang tidak begitu tampak. Kastrat sangat terkenal dengan pemikiran pemikiran kritisnya. Akan tetapi, pikiran kritis bukanlah segala-galanya dalam pemilihan “kastraters”. karena dalam kastrat terdapat berbagai macam program kerja dengan berbagai macam kebutuhan. Kebutuhan tersebut akan terpenuhi dengan baik apabila eksistensi peran “pemikir” dan “pekerja” maksimal dalam optimlisasi fungsi kastrat. Kastrat bukanlah kumpulan orang dengan satu tipe saja (bukan kumpulan orang-orang kritis saja), biarkanlah kastrat memiliki beberapa tipe orang yang nantinya lebih bertujuan mendukung bergeraknya sistem ketimbang substansi yang sangat baik, tapi hanya di tatanan teori saja. Kastrat harus memiliki pisau analisis yang tajam untuk menyayat isu dari superfisial hingga profunda, memiliki asahan yang siap menajamkan pisau ketika tumpul, air yang selalu menerangi penglihatan ketika sayatan penuh darah, benang yang akan menutup sayatan, dan obat yang tetap diberikan setelah pembedahan dilakukan. Semua hal itu hanya dapat dilakukan apabila para “pemikir” dan “pekerja” bekerjasama secara produktif.
(Ketua Senat Mahasiswa FK Unsri- berbeda hampir 30 tahun-1970an dan 2010)
0 komentar:
Posting Komentar