*Kastrat ISMKI 2011
Dalam pembahasan rancangan undang-undang badan penyelenggaran jaminan sosial (RUU BPJS), terjadi pro dan kontra terkait tanggung jawab pembiayaan jaminan sosial. Hal ini juga menimbulkan argumentasi bahwa pemerintah telah lalai dengan memberikan tanggung jawab pelaksanaan SJSN kepada pihak ketiga, yaitu BPJS. Seharusnya pemerintah menangani langsung pengelolaannya.
Hal tersebut harus kita cermati sebagai upaya perluasan wawasan. Bahwa pada dasarnya pembentukan BPJS ini merupakan amanat undang undang. BPJS memiliki prinsip:
a. nirlaba;
b. keterbukaan;
c. kehati-hatian;
d. akuntabilitas;
e. portabilitas;
f. dana amanat; dan
g. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Dengan adanya BPJS ini diharapkan tidak terjadi upaya intervensi dari pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari iuran peserta SJSN baik itu pihak asing maupun dalam negeri. BPJS ini juga bertujuan untuk menghilangkan perilaku korupsi yang kerap kita temui kasusnya dilingkungan pejabat pemerintahan, DPR, maupun daerah. Hal senada disampaikan juga oleh peneliti ICW yang beranggapan dengan adanya BPJS diharapkan perilaku korupsi tidak terjadi.
Salah satu lagkah konkret yang harus dilakukan, dan telah disepakati oleh DPR dan pemerintah, adalah pembentukan dewan pengawas. Hingga saat ini telah disepeakati unsur tripartit masuk dalam dewan pengawas. Unsur Tripartit dalam Dewan Pengawas BPJS bertindak selaku pengawas atau mengawasi jalannya program jaminan sosial secara nasional.
Menurut anggota DJSN dari kalangan ahli Jaminan Sosial, Prof Dr Bambang Purwoko SE, MA, penyelenggaraan jaminan sosial dengan program yang dibiayai oleh peserta-pengusaha/pemberi kerja dan pekerja-, tentunya punya wadah tersendiri untuk menyampaikan aspirasinya. Pekerja punya wadah serikat pekerja seperti misalnya Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), sedangkan Pengusaha/Pemberi Kerja punya wadah seperti misalnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Selain itu, pasti ada juga pihak Pemerintah. Jadi, unsur Tripartit dalam konteks ini terkait untuk pengawasan atau mengawasi atas jalannya program. Ini berbeda dengan penyelenggaraan jaminan sosial yang programnya berbentuk bantuan sosial dan pendanaannya berasal dari APBN, dimana tidak diperlukan adanya unsur Tripartit.
Permasalahan yang ada terkait ketetapan mengenai jumlah personil Dewan Pengawas BPJS, dimana pemerintah memiliki pandangan berbeda dengan DPR.. Pemerintah menginginkan jumlahnya lima orang, sementara DPR menilai jumlah tersebut masih kurang. Dalam hal ini, DPR melakukan komparasi dengan jumlah anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang mencapai 15 orang yakni lima orang dari unsur Pemerintah, tiga tokoh Jaminan Sosial, tiga ahli Jaminan Sosial, dua orang dari Organisasi Pemberi Kerja, dan dua lagi dari Organisasi Pekerja. Sedangkan anggota DJSN sendiri berpendapat bahwa Untuk jumlah personil di Dewan Pengawas BPJS yang lingkupnya lebih kecil dibandingkan dengan DJSN, sembilan orang sudah cukup. Tiga orang dari unsur Pemerintah, dua orang dari unsur Serikat Pekerja, dua orang dari unsur Pemberi Kerja, dan satu orang dari kalangan ahli Jaminan Sosial, serta seorang lagi sebagai Ketua, yang biasanya dari unsur Pemerintah.
Kami dari Ikatan senat mahasiswa kedokteran Indonesia (ISMKI) mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengundangkan RUU BPJS selambat lambatnya oktober 2011. Mengingat pentingnya jaminan sosial dilaksanakan sesegera mungkin. Amanat pasal 52 UU SJSN juga menunjukkan bahwa Semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Saat ini telah 2 tahun berlalu sejak batas waktu yang ditentukan. Apapun hasil yang diundangkan tentu dalam pelaksanaannya akan membutuhkan waktu lagi, oleh karena itu bila terjadi deadlock lagi dipastikan periode 2014-2019 RUU BPJS baru akan dibahas kembali. Tentu hal ini merupakan pelanggaran dalam bentuk menunda hak yang harus didapatkan rakyat, yaitu realisasi UU SJSN. Kami berkesimpulan langkah terbaik adalah mengundangkannya dalam periode ini diikuti hal terpenting selanjutnya yaitu follow up berupa monitoring dan evaluasi.
Kami dari ISMKI juga berpendapat bahwa perdebatan yang terlalu berkepanjangan mengenai jumlah personil tak terlalu substansial dilakukan oleh Panja DPR RUU BPJS dan wakil dari Pemerintah. Karena pada dasarnya yang tidak ada aturan khusus untuk menentukan jumlah ini dan hanya berdasarkan kesepakatan. Yang kami inginkan dengan adanya dewan pengawas BPJS ini adalah kepastian tidak adanya campur tangan pihak asing dalam penyelenggaraan BPJS seperti yang ditakutkan akhir akhir ini. Selain itu kami menginginkan adanya konsep dan rencana teknis monitoring evaluasi berkala yang jelas dan terbuka terhadap BPJS.
Franz Sinatra Yoga
Ketua kajian strategis nasional (kastratnas)
National coordinator for Strategic Issues Analysis Dept. 2011
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI)
Indonesian Medical Student Executive Boards' Association
mobile phone: 085769382203
facebook: franz sinatra yoga
blog: www.franzsinatrayoga.blogspot.com
Institusi: FK Unsri 2008
0 komentar:
Posting Komentar