Senin, 19 September 2011

Peleburan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Bukanlah Keharusan

*KASTRAT ISMKI 2011

Rancangan UU BPJS yang digadang sebagai dasar bagi penyelenggara jaminan social dalam kenyataannya harus menghadapi kendala dalam pengesahannya. salah satu kendala yang dihadapi adalah Penolakan Peleburan BPJS. 

Jamsostek Menolak Peleburan 4 BPJS
PT Jamsostek menolak untuk menyepakti peleburan empat lembaga jaminan sosial jika nanti RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) disahkan. Hal ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah dan DPR apabila RUU BPJS disahkan.
Penolakan ini diungkapkan Kepala Divisi Jaminan dan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek Masud Muhammad dalam diskusi yang diselenggarakan Majalah Trust. "Pertama, akan ada keraguan masyarakat dengan adanya BPJS yang baru. Yang kedua, adalah diskriminasi, bukan berarti harus sama. Kalau mau disamakan, jadi aneh dong, masa yang iuran mau disamakan sama yang enggak iuran," ungkapnya. Menurutnya, setiap kelompok harus mempunyai rancangan jaminan sosial, tapi bukan berarti semuanya harus sama. Semuanya harus disesuaikan dengan karakteristik tiap kelompok penduduk yang ada. Ini karena desain manfaat perlindungan jaminan sosial tidak bisa setara.
Dia juga melanjutkan, Jamsostek yang berhubungan dengan pemberi kerja yang jumlahnya banyak, berbeda dengan PT Askes yang hanya menerima anggaran dari APBN. Oleh karenanya, penggabungan RUU BPJS hanya akan memusingkan Jamsostek. "Kita berhubungan dengan banyak pemberi kerja yang jumlahnya ribuan, ada yang nakal juga. Kalau digabung, kita pusing terutama direkturnya. Kalau direktur pusing, jangankan mikir pelayanan, pasti banyak dari mereka yang hanya mikirin dirinya sendiri," lanjut Masud.

Ancaman SPN terkait peleburan BPJS
Selain itu terdapat pula nada ancaman terkait peleburan ini, salah satunya datang dari serikat pekerja nasional (SPN). Serikat Pekerja Nasional (SPN) menolak rencana peleburan 4 BPJS yang ada, menjadi 2 BPJS. Jika rencana ini dipaksakan, SPN akan menarik seluruh dana mereka di Jamsostek. SPN justru menyarankan pemerintah, agar membentuk BPJS baru, yang mengcover jaminan sosial bagi masyarakat miskin dan pengangguran. Salah satu ancaman yaitu penarikan dana jamsostek dari 438 ribu anggota SPN yang pasti akan menimbulkan gejolak. Belum lagi SP lain yang jadi peserta Jamsostek, juga melakukan hal sama sehingga dampaknya pada sistem perekonomian Indonesia pasti merembet kemana-mana. Menanggapi niat SP untuk menarik dananya dari Jamsostek, Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga berujar; Jika pekerja benar-benar menarik dananya dari Jamsostek, akan berdampak bukan saja perBankan. Tetapi juga pada pasar modal. Goncangan yang timbul, akan mengganggu perekonomian Indonesia. "Dana di kas Jamsostek sebesar Rp100 triliun, tertanam di perBankan sekitar 30%, di saham 35%, di obligasi 40% dan di danareksa 5%. Bagaimana mungkin putaran dana sebesar itu, jika dirombak tiba-tiba tidak menggoyahkan perekonomian. Janganlah uthak uthik BPJS yang sudah berjalan baik ini. Risiko besar siapa tanggung," ungkap Hotbonar.

Hasil Survei Forum Serikat Pekerja
Penolakan peleburan empat BUMN Asuransi juga terpotret dari hasil survei Forum Serikat Pe­ker­ja (FPS) BUMN Bersatu terhadap pendapat publik terhadap BPJS.Survei ini dilakukan secara na­sional dari 30 Mei sampai 30 Juni 2011 dengan jumlah responden sam­pel asal sebanyak 10.100 orang. Populasi survei ini diambil dari seluruh masyarakat Indo­ne­sia yang punya hak mendapatkan sis­tem jaminan sosial dari peme­rin­tah, yaitu mereka yang sudah ber­umur 17 tahun atau lebih, atau s­u­dah menikah ketika survei di­lakukan.
Hasilnya, 93,8 persen respon­den tidak menginginkan keempat BUMN jaminan sosial dilebur menjadi satu. Karena keempat BUMN tersebut memberikan manfaat yang berbeda-beda ter­hadap pesertanya.
Misalnya, banyak peserta Jam­sostek yang tidak memiliki ja­mi­nan pensiun atau jaminan pengo­batan ataupun fasilitas menda­pat­kan kredit kepemilikan rumah, dan kepesertaaan Jamsostek tidak bisa dijadikan jaminan menda­patkan pinjaman dari Bank. Hal ini  berbeda dengan Pega­wai Negeri Sipil, Polisi, TNI, di­mana manfaat dari kepesertaan­nya di Askes, Taspen maupun Asabri lebih banyak manfaatnya bagi kehidupan mereka pada saat me­masuki masa tua, dan kepe­sertaan mereka di Taspen dan Asabri sangat Bankable untuk mendapat pinjaman dari Bank.
Selain itu, sebanyak 95,9 persen responden meng­inginkan adanya jaminan kese­hatan gratis dan jaminan pendi­di­kan gratis yang merupakan pe­rintah UUD 1945 pasal 28H. De­ngan demikian sebaiknya sistem jaminan kesehatan dan pendi­dikan gratis sebaiknya tidak di lakukan dengan sistem asuransi melalui BPJS, tapi di urus lang­sung oleh pemerintah. Ha­rapan masyarakat terha­dap BPJS bu­kanlah seperti lem­baga asuran­si, dimana masya­ra­kat diharuskan membayarkan pre­­minya.

Menyikapi beberapa hal diatas, pada dasarnya tidak ada peraturan yang mengharuskan 4 BPJS yang ada untuk dilebur jadi 2 BPJS. Peleburan atau transformasi BUMN hanya dapat dilakukan antar BUMN. Seperti yang diatur dalam UU BUMN pasal 63 ayat 1. Kemudian, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan BUMN wajib memperhatikan kepentingan persero, karyawan perseroan, dan kreditor. Salah satu poin dalam pasal 5 yaitu “Dalam hal diperlukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selain dimaksud pada ayat (3), dapat dibentuk yang baru dengan Undang-Undang.” Sehingga peleburan BPJS yang ada saat ini bukanlah merupakan keharusan. Akan tetapi, berdasarkan rapat kerja pemerintah dan DPR akhirnya sepakat akan 4 BUMN menjadi 2 BPJS.

Salah satu alasan terbesar mengapa diharapkan adanya badan tunggal adalah teori efisiensi. Menurut teori ini, merger dapat meningkatkan efisiensi, karena akan menjadikan sinergi yang secara sederhana diartikan sebagai 2+2=5, yaitu konsep dalam ilmu ekonomi yang mengatakan gabungan faktor-faktor yang komplementer akan menghasilkan hasil yang berlipat ganda. Disamping itu akan didapatkan keadilan dalam segi hak dan kewajiban.

Dilain pihak, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan untuk melakukan transformasi atau peleburan BPJS. Diantaranya:
  1. Terdapat perbedaan dalam hal sumber dana dari keempat BUMN yang akan menjadi BPJS. Jamsostek memiliki sumber dana dari iuran dari pekerja sebesar 2 % dan 3,7 % dibayar oleh perusahaan aatu pemberi kerja. Sedangkan Askes, Asabri, dan Taspen memiliki sumber dana dari subsidi APBN. Hal ini memicu tendensi penolakan karena asset yang dimiliki jamsostek yang tanpa bantuan pemerintah apabila dilebur menimbulkan ketidakadilan karena asset dari badan yang lain ada subsidi pemerintah.
  2. Dalam hal pelayanan terdapat perbedaan dari keempat BUMN ini. Sebagai contoh, askes hanya melayani jaminan kesehatan (JPK) saja sedangkan Jamsostek menyelenggarkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) , jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan kematian (JK).
  3. Dalam peleburan perusahaan dikhawatirkan akan terjadi likuidasi sehingga terjadi pemberhentian tenaga kerja besar-besaran.
  4. Peleburan BPJS dalam hal kepesertaan, pelayanan, pendanaan, sistem, dan tenaga kerja tentu akan memerlukan pemikiran, biaya, dan waktu yang lama. Tidak mustahil apabila kita menunggu peleburan ini rampung terjadi penundaan pelaksanaan SJSN.
Menanggapi hal tersebut, Ikatan senat mahasiswa kedokteran Indonesia (ISMKI) memiliki pandangan :
  1. Saat ini telah ada PT Danareksa sebagai fasilitator dalam transformasi. Walaupun demikian, pemerintah dan DPR harus melakukan riset ilmiah terkait dampak positif dan dampak negatif peleburan BPJS ini mengingat Danareksa hanyalah fasilitator bukan penentu kebijakan. Sehingga keputusan untuk melebur atau mempertahankan 4 BPJS ini memiliki landasan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Pun dikemudian hari terjadi peleburan, pemerintah dan DPR wajib memaparkan analisis ilmiah peleburan yang ada. Dengan begitu tercipta keselarasan antara teknis dan konsep
  2. Mengingat belum adanya riset ilmiah seperti yang diungkapkan diatas, kami masih berpendapat bahwa saat ini jalan terbaik adalah mempertahankan empat BPJS yang ada diiringi peningkatan kualitas dan penambahan BPJS baru yang mencover rakyat miskin dan tidak mampu. Hal tersebut dilakukan dengan catatan pemerintah dan DPR menjamin bahwa tidak terjadi diskriminasi pelayanan antar peserta yang mengikuti BPJS. Karena menurut kami, tujuan dari universal coverage adalah kesetaraan dalam hal iuran dan pelayanan.

Franz Sinatra Yoga
Ketua kajian strategis nasional (kastratnas)
National coordinator for Strategic Issues Analysis Dept. 2011
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI)
Indonesian Medical Student Executive Boards' Association

mobile phone: 085769382203
facebook: franz sinatra yoga
blog: www.franzsinatrayoga.blogspot.com
Institusi: FK Unsri 2008

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by phii | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Hostgator Coupon Code