07.04
FRANZ SINATRA YOGA
Tanggal 5-6 Agustus menjadi malam dramatis bagi saya…
Saat baru selesai sholat tarawih seorang bapak memanggil saya dari balik jendela masjid, “Pak dok bisa tolong liat anak saye tak” dengan wajah sayunya. Saya bilang “Kenapa”, Bapak”Anak saya nangis terus”.
Jujur saja saya letih saat itu karena baru satu hari tiba di desa, manusiawi mungkin rasa lelah itu ada. Saya lihat pukul 21.35 menit. Terasa malas memang. Lalu saya katakan kepada bapak itu “Sebentar pak saya berdoa dulu sembari mengumpulkan semangat yang sudah mulai hilang dibawa pekatnya malam”
Tak lama setelah itu, Saya tiba di rumahnya. Saya lihat seorang balita menangis dengan benjolan di kantung kemaluaanya yang telah ditaburi “belau” oleh keluarganya. Dalam benak saya “Hernia Inkarcerata ni”. Lalu saya lakukan alloanamnesis singkat intinya “Sejak usia 10 bulan muncul benjolan hilang timbul di kantung kemaluan kanan, muncul terutama jika batuk dan menangis, namun 3 jam yang lalu benjolan tidak mau hilang lagi dan Os menangis kesakitan”. Lalu pemeriksaan fisik singkat : Finger Test (-), Luminesent Test (-), nyeri tekan (+), Abdomen: Bising Usus (+). Munculah diagnosis : Hernia Scrotalis Dextra Incarserata
Segera rujuk untuk operasi hernioraphy cito, saya pun teringat status mayor 2 ujian bedah dengan dr. Burmamsyah SpB. KB-Onk..ha2 ada saja. Tetapi dilema mulai terjadi ketika saya harus menghubungi dr jaga UGD, sekedar ingin bertanya dokter bedah sekarang berada dimana. O ya saya ingin beritahu di sini ada 2 rumah sakit satu RSUD di Pulau dabo satu lagi RS Lapangan Depkes di PulauDdaek jadi dokter bedah senin, selasa, rabu di Dabo dan kamis, jum’at, sabtu di Daek. Dan kebetulan ini hari sabtu tengah malam. Saya coba telepon di sebuah pulan letaknnya 20 menit menggunakan pompong, sialnya sinyal telkomsel tak ada. Akhirnya saya putuskan memakai “feeling” Bahwa : ‘Tak mungkin dokter bedah malem minggu masih berada di Daek karena daerah itu sepi dan tidak ada hiburan di sana”. Pilihan ini berisiko karena arah kedua pulau ini berbeda jika salah bisa kacau. Saya sudah kita ke Dabo, Dengan menggunakan pompong (Palembang: ketek) selama 2 jam. Kali ini ombak besar dan saya pun merasa cemas apalagi melihat sang ibu mabuk laut. Dalam kecemasan itupun akhirnya saya sampai di pelabuhan jagoh (Pulau Dabo).
Dilema itupun belum berakhir, saya ingin menelpon ambulans untuk menjemput tapi sinyal telkomsel tak ada padahal saya berada tepat dibawah pemancarnya dalam benak saya “Pantas saja dari tadi tak ada sinyal pemancarnya mungkin rusak”. Saat itu pukul 00.10 (6 Agsts). Pelabuhan ini begitu sepi, hanya ada satu mobil carteran yang tidak ada pengemudinya. Saya beranikan diri untuk menggedor rumah warga tapi belum saja ada yang bangun. Namun keajaiban terjadi seorang laki-laki paruh baya terbangun karena mendengar tangisan kesakitan sang balita yang memecah heningnya malam. Dia pun mengambil motor untuk mencari supir mobil carteran tersebut. Tapi hasilnya sang supir tidak mau karena mengantuk . Dalam benak saya “dasar tak punya hati tu orang”. Tapi ia berusaha menelpon supir yang lain, setelah 20 menit saya menunggu akhirnya transportasi itupun datang juga. Huufhhhhh………
Sekitar 45 menit perjalanan akhirnya saya sampai, namun di UGD dokter jaganya tidak ada on call di rumah. “Cacat-cacat” Gumamku berkata. Tanpa pikir panjang saya telepon dokter bedah dan Alhamdullilah ia berada di dabo dan menyuruh untuk cek darah dahulu. Tapi hal langka terjadi di sini tidak bisa labor cito karena petugas lab tidak ada stanby jadi harus menunggu hingga esok pagi. Karena sudah pukul 03.30 saya putuskan istirahat dan sahur dan menyerahkan semuanya pada dokter jaga yang telah tiba….hufttt….lelah, kecewa tapi sedikit terobati karena iseng-iseng saya cek saldo gunakan SMS BRI banking ternyata gaji telah masuk meskipun terlambat di bandingkan Teman Sejawat lain.
Saat baru selesai sholat tarawih seorang bapak memanggil saya dari balik jendela masjid, “Pak dok bisa tolong liat anak saye tak” dengan wajah sayunya. Saya bilang “Kenapa”, Bapak”Anak saya nangis terus”.
Jujur saja saya letih saat itu karena baru satu hari tiba di desa, manusiawi mungkin rasa lelah itu ada. Saya lihat pukul 21.35 menit. Terasa malas memang. Lalu saya katakan kepada bapak itu “Sebentar pak saya berdoa dulu sembari mengumpulkan semangat yang sudah mulai hilang dibawa pekatnya malam”
Tak lama setelah itu, Saya tiba di rumahnya. Saya lihat seorang balita menangis dengan benjolan di kantung kemaluaanya yang telah ditaburi “belau” oleh keluarganya. Dalam benak saya “Hernia Inkarcerata ni”. Lalu saya lakukan alloanamnesis singkat intinya “Sejak usia 10 bulan muncul benjolan hilang timbul di kantung kemaluan kanan, muncul terutama jika batuk dan menangis, namun 3 jam yang lalu benjolan tidak mau hilang lagi dan Os menangis kesakitan”. Lalu pemeriksaan fisik singkat : Finger Test (-), Luminesent Test (-), nyeri tekan (+), Abdomen: Bising Usus (+). Munculah diagnosis : Hernia Scrotalis Dextra Incarserata
Segera rujuk untuk operasi hernioraphy cito, saya pun teringat status mayor 2 ujian bedah dengan dr. Burmamsyah SpB. KB-Onk..ha2 ada saja. Tetapi dilema mulai terjadi ketika saya harus menghubungi dr jaga UGD, sekedar ingin bertanya dokter bedah sekarang berada dimana. O ya saya ingin beritahu di sini ada 2 rumah sakit satu RSUD di Pulau dabo satu lagi RS Lapangan Depkes di PulauDdaek jadi dokter bedah senin, selasa, rabu di Dabo dan kamis, jum’at, sabtu di Daek. Dan kebetulan ini hari sabtu tengah malam. Saya coba telepon di sebuah pulan letaknnya 20 menit menggunakan pompong, sialnya sinyal telkomsel tak ada. Akhirnya saya putuskan memakai “feeling” Bahwa : ‘Tak mungkin dokter bedah malem minggu masih berada di Daek karena daerah itu sepi dan tidak ada hiburan di sana”. Pilihan ini berisiko karena arah kedua pulau ini berbeda jika salah bisa kacau. Saya sudah kita ke Dabo, Dengan menggunakan pompong (Palembang: ketek) selama 2 jam. Kali ini ombak besar dan saya pun merasa cemas apalagi melihat sang ibu mabuk laut. Dalam kecemasan itupun akhirnya saya sampai di pelabuhan jagoh (Pulau Dabo).
Dilema itupun belum berakhir, saya ingin menelpon ambulans untuk menjemput tapi sinyal telkomsel tak ada padahal saya berada tepat dibawah pemancarnya dalam benak saya “Pantas saja dari tadi tak ada sinyal pemancarnya mungkin rusak”. Saat itu pukul 00.10 (6 Agsts). Pelabuhan ini begitu sepi, hanya ada satu mobil carteran yang tidak ada pengemudinya. Saya beranikan diri untuk menggedor rumah warga tapi belum saja ada yang bangun. Namun keajaiban terjadi seorang laki-laki paruh baya terbangun karena mendengar tangisan kesakitan sang balita yang memecah heningnya malam. Dia pun mengambil motor untuk mencari supir mobil carteran tersebut. Tapi hasilnya sang supir tidak mau karena mengantuk . Dalam benak saya “dasar tak punya hati tu orang”. Tapi ia berusaha menelpon supir yang lain, setelah 20 menit saya menunggu akhirnya transportasi itupun datang juga. Huufhhhhh………
Sekitar 45 menit perjalanan akhirnya saya sampai, namun di UGD dokter jaganya tidak ada on call di rumah. “Cacat-cacat” Gumamku berkata. Tanpa pikir panjang saya telepon dokter bedah dan Alhamdullilah ia berada di dabo dan menyuruh untuk cek darah dahulu. Tapi hal langka terjadi di sini tidak bisa labor cito karena petugas lab tidak ada stanby jadi harus menunggu hingga esok pagi. Karena sudah pukul 03.30 saya putuskan istirahat dan sahur dan menyerahkan semuanya pada dokter jaga yang telah tiba….hufttt….lelah, kecewa tapi sedikit terobati karena iseng-iseng saya cek saldo gunakan SMS BRI banking ternyata gaji telah masuk meskipun terlambat di bandingkan Teman Sejawat lain.
oleh: dr. Dobi Saputra Burni
Posted in: Kisah dan Pemikiranku-semoga menginspirasi
0 komentar:
Posting Komentar